*

*

Ads

Jumat, 06 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 001

HUJAN turun sejak sore tadi dan malam ini hujan masih turun rintik-rintik. Walaupun tidak sederas sore tadi, namun hujan itu masih membuat orang enggan keluar rumah. Apalagi malam itu dingin sekali. Lebih enak berada di dalam rumah, menghangatkan diri di dekat perapian atau di atas pembaringan menyusup ke bawah selimut daripada di luar rumah.

Kota Nan-king yang biasanya amat ramai dengan kehidupan malamnya itu kini nampak sunyi sepi seperti kota mati. Hanya satu dua orang saja nampak melangkah di atas jalan raya yang basah dan sunyi lagi gelap itu, orang-orang yang mempunyai urusan penting sekali. Mereka itu melindungi tubuh dengan jubah dan mantel, juga memegang payung.

Di sebuah rumah besar dan kuno yang terletak di tepi jembatan di ujung timur kota itu, suasananya juga amat sunyi. Rumah itu milik keluarga Siangkoan Leng yang terkenal sebagai keluarga jagoan, memiliki ilmu silat yang tinggi dan juga dihormati orang karena mereka itu berdagang obat-obatan dan terkenal pula pandai mengobati orang sakit.

Karena pandai mengobati orang, maka Siangkoan Leng sendiri oleh penduduk kota Nan-king disebut Siangkoan Sinshe yang pandai mengobati orang dengan tusuk jarum. Perdagangan obatnya laris dan keluarga itu memiliki penghasilan cukup besar.

Akan tetapi keluarga ini pun, yang terdiri dari ayah ibu dan seorang anak, dibantu oleh empat orang pelayan, sejak sore sudah berada di kamar masing-masing, segan keluar kamar di malam yang sunyi dan dingin itu.

Siangkoan Leng dan isterinya adalah sepasang suami isteri yang memiliki ilmu silat tinggi. Tiada orang di Nan-king yang pernah mengira, apalagi mengetahui, bahwa suami isteri itu, sebelum tinggal di Nan-king tujuh tahun yang lalu, pernah dikenal sebagai penjahat-penjahat besar di sepanjang pantai selatan!

Selama belasan tahun mereka merajalela di daerah selatan, merampok, membajak, membunuh dan tidak ada kejahatan yang mereka pantang. Akan tetapi ketika isteri Siangkoan Leng yang bernama Ma Kim Li itu mengandung dalam usia hampir empat puluh tahun, peristiwa ini seperti menyadarkan mereka dan mereka berdua mengambil keputusan untuk memulai hidup baru dengan anak yang akan dilahirkan.

Mereka lalu merantau ke utara dan akhirnya menetap di Nan-king meninggalkan pekerjaan jahat dan mencari uang secara halal. Mereka telah tinggal disitu selama tujuh tahun dan anak yang terlahir laki-laki mereka beri nama Siangkoan Hay dan kini telah berusia tujuh tahun. Sejak anak ini masih kecil, suami isteri itu telah menggembleng tubuh anak mereka dengan ramuan obat-obatan dan mendidiknya dengan ilmu silat.

Sebagai suami isteri yang pernah malang melintang sebagai tokoh sesat di dunia selatan, tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li telah menanam bibit permusuhan dengan banyak golongan atau perorangan. Ketika mereka masih malang-melintang di selatan, mereka selalu hidup dalam keadaan siap siaga karena setiap waktu bisa saja ada musuh datang menyerang karena setiap saat ada saja yang mengintai untuk mencelakai mereka sebagai pembalasan dendam.

Karena cara hidup yang tidak aman inilah maka suami isteri itu mengambil keputusan melarikan diri dan meninggalkan dunia hitam. Mereka tidak ingin anak mereka terlahir dalam keluarga yang selalu terancam keselamatannya. Dan sejak tinggal di Nan-king, mereka hidup dengan tenang dan tenteram, tidak pernah lagi merasa khawatir karena tidak ada yang mengenal mereka dan mereka merasa tidak punya musuh.

Biarpun demikian, karena sejak muda suami isteri itu adalah orang-orang yang selalu berkecimpung di dunia persilatan, apalagi kini mereka bermaksud menggembleng putera tunggal mereka menjadi seorang yang akan mewarisi ilmu-ilmu mereka, maka keduanya tak pernah lalai berlatih, bahkan berusaha untuk memperdalam ilmu mereka.

Malam itu pun mereka tidak tidur seperti diperkirakan orang melainkan duduk bersamadhi di dalam kamar mereka, bersila di atas tempat tidur dan melatih ilmu baru yang sedang mereka ciptakan bersama untuk diturunkan kepada putera mereka.

Dan bagaimana dengan Siangkoan Hay? Dasar anak tunggal dari suami isteri jagoan, anak ini pun suka sekali dengan ilmu silat dan malam itu pun dia duduk bersila untuk melatih diri menghimpun hawa murni dalam tubuhnya, sendirian di dalam kamarnya.

Akan tetapi, empat orang pelayan, dua laki-laki dan dua wanita, yang tidur di kamar-kamar belakang sejak tadi sudah tidur keenakan dalam udara dingin yang menerobos masuk ke dalam kamar mereka.Tak seorang pun dari tujuh penghuni rumah besar itu yang tahu bahwa ada dua sosok tubuh orang yang berjalan sambil berlindung di bawah sebatang payung, berhimpitan dan keduanya mengenakan mantel yang lebar, kini berhenti di depan rumah, menoleh ke kanan kiri.

Sepi di sekitar tempat itu dan dua orang itu lalu memasuki pekarangan rumah keluarga Siangkoan. Di bawah sinar lampu yang tergantung di luar, di pojok rumah, nampak sekelebatan wajah dua orang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki bertubuh jangkung kurus dan yang perempuan bertubuh sedang. Hanya sekelebatan saja wajah mereka nampak karena keduanya segera menyelinap ke dalam bayangan gelap dan hanya dua pasang mata mereka yang mencorong dalam kegelapan malam.

Dengan tenang mereka lalu menutup payung, membuka mantel, membungkus payung dalam mantel dan mengikat mantel-mantel itu di atas punggung. Kini mereka berpakaian ringkas, pakaian berwarna hitam yang membuat bayangan mereka sukar dapat dilihat.

Dengan gerakan yang amat cekatan, setelah saling berbisik, keduanya lalu meloncat ke atas tembok pagar dan terus berloncatan ke atas genteng rumah besar itu. Gerakan mereka demikian ringan dan cepat, seperti dua ekor kucing saja ketika kaki mereka menginjak genteng tanpa menimbulkan suara sama sekali, dan bagaikan dua ekor burung saja ketika mereka meloncat.

Di ruangan belakang rumah itu, dua orang itu berloncatan turun. Dengan tenang mereka lalu menghampiri dua buah kamar dimana empat orang pelayan itu tidur. Masing-masing menghampiri sebuah kamar, yang laki-laki menghampiri pintu kamar pertama dan yang perempuan menghampiri pintu kamar kedua, mereka berdua menggunakan tangan kanan mendorong daun pintu.






"Krekkk!"

Daun pintu yang terkunci dari dalam itu jebol dan terbuka. Di dalam kamar pertama tidur dua orang pelayan pria dan laki-laki jangkung itu lalu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam menyambar ke arah pembaringan dan dua tubuh pelayan laki-laki yang sedang tidur pulas itu berkelojotan dan tewas tak lama kemudian tanpa sempat membuka mata atau mengeluarkan suara.

Akan tetapi dua orang pelayan wanita yang berada di dalam kamar kedua, ternyata belum pulas benar. Suara jebolnya daun pintu mengejutkan mereka. Keduanya bangkit duduk dan terbelalak memandang ke arah daun pintu yang sudah jebol. Ketika mereka melihat munculnya seorang wanita yang bermuka pucat dingin di tengah ambang pintu mereka terkejut dan ketakutan.

Akan tetapi wanita itu pun sudah menggerakkan tangan kirinya dan sinar hitam menyambar ke arah dua orang pelayan wanita. Seorang diantara mereka sempat menjerit kecil sebelum ia roboh ke atas pembaringan kembali seperti temannya dan tubuh mereka berkelojotan lalu terdiam, mati.

Sinar lampu di ruangan luar kamar itu kini menyinari dua muka pembunuh itu. Wajah seorang laki-laki yang kurus akan tetapi cukup tampan, kumisnya kecil panjang berjuntai ke bawah, bersatu dengan jenggotnya yang pendek dan sudah berwarna dua. Usianya sekitar lima puluh tahun.

Wajah wanita itu pucat akan tetapi cantik, dengan hidung dan mulut yang membayangkan keangkuhan. Kini mereka saling pandang dan tersenyum, akan tetapi senyum mereka itu bagi orang lain tentu mengerikan karena seperti senyum iblis yang mengandung kekejaman.

Kini dua ekor anjing yang berlari dari belakang, datang sambil menggonggong dan hendak menyerang dua orang itu. Akan tetapi, dua orang itu menggerakkan tangan seperti orang menampar ke arah dua ekor anjing itu dan suara anjing itu pun terhenti seketika dan mereka pun terpelanting dan tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah.

Dua orang itu lalu berkelebatan di belakang rumah. Beberapa kali terdengar suara ayam berkeyok dan jerit pendek babi-babi yang berada di kandang belakang. Kalau saja air hujan rintik-rintik tidak membuat suara gaduh diatas genteng, agaknya dua orang suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan dapat mengetahui akan datangnya dua orang penyebar maut itu.

Betapapun tinggi ilmu ginkang (meringankan tubuh) yang dimiliki tamu-tamu gelap itu, agaknya pendengaran suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan mampu menangkapnya, karena pendengaran mereka amat tajam dan terlatih dengan baik. Suara gaduh yang ditimbulkan air hujan yang merintik di atas genteng menutupi semua suara lain. Akan tetapi jerit pelayan wanita tadi masih dapat menembus celah-celah dan memasuki kamar.

"Suara apa itu?"

Ma Kim Li bertanya, sadar dari samadhinya. Suaminya juga sudah membuka mata dan memandangnya, menggeleng kepala. Akan tetapi karena tidak terdengar suara apa-apa lagi yang mencurigakan, mereka pun merasa lega.

"Mungkin mereka mengigau dalam tidur ," kata Siangkoan Leng, sama sekali tidak menduga buruk karena selama bertahun-tahun ini tidak pernah terjadi sesuatu menimpa keluarganya.

Akan tetapi kelegaan hati mereka itu tidak berlangsung lama. Kecurigaan hati mereka kembali diusik ketika terdengar gonggong kedua ekor anjing peliharaan mereka, apalagi ketika suara menggonggong kedua ekor anjing itu tiba-tiba saja terhenti. Hal ini tidak wajar, pikir mereka. dari pandang mata saja kedua suami isteri itu sudah saling sepakat untuk melakukan penyelidikan.

Berbareng mereka meloncat turun dari pembaringan, mengenakan sepatu dan keluar dari dalam kamar. Pertama-tama mereka membuka daun pintu putera mereka dan melihat betapa putera mereka masih duduk bersila, akan tetapi agaknya juga terganggu oleh suara gonggongan anjing-anjing itu.

"Anjing-anjing itu kenapa, Ibu?" tanya Siangkoan Hay yang sangat menyayang anjing peliharaan mereka.

"Kau di sinilah, kami akan melihat ke belakang." kata ibunya.

Mereka lalu keluar dari kamar itu, menutupkan kembali daun pintunya dan dengan langkah ringan namun cepat, suami isteri itu lalu berlari ke belakang. Dan apa yang dilihatnya pertama-tama membuat mereka terbelalak dan wajah mereka berubah.

Dua ekor anjing peliharaan mereka yang setia itu telah menggeletak mati dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah! Siangkoan Leng cepat menghampiri dan sebagai seorang ahli pengobatan, begitu meraba, tahulah dia bahwa dua ekor anjing itu tewas karena pukulan yang amat ampuh, pukulan yang tidak membekas pada kulit anjing akan tetapi yang merusak bagian dalam sehingga dua ekor binatang itu tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah.

Jeritan tertahan isterinya membuat Siangkoan Leng cepat meloncat dan menghampiri dua kamar itu. Dia menahan napas melihat betapa empat orang pelayan itu pun sudah tewas dan ketika mereka berdua melakukan pemeriksaan, mereka semakin terkejut akan tetapi juga marah sekali karena empat orang itu tewas dengan leher menghitam dan membengkak, tanda bahwa mereka telah dibunuh dengan menggunakan senjata rahasia jarum yang mengandung racun jahat!

Mereka saling pandang dengan mata terbelalak.
"Perbuatan siapa ini….?" Bisik isterinya.

Suaminya menggeleng kepala, akan tetapi kelihatan marah.
"Mari kita mencarinya!"

Mereka berlompatan ke belakang dan ketika melakukan pemeriksaan mereka menemukan semua binatang peliharaan mereka, babi, ayam, bahkan seekor kucing, telah mati semua! Tidak ada seekor pun binatang peliharaan mereka yang masih hidup!

"Cepat, anak kita….!”

Ma Kim Li setengah menjerit ketika teringat anaknya dan seperti berlumba saja kedua orang suami isteri itu berlari kembali ke dalam ruangan besar dan segera menuju ke kamar anak mereka. Daun pintu masih tertutup dan dengan hati penuh ketegangan Ma Kim Li yang datang lebih dulu dari suaminya itu cepat mendorong daun pintu. Legalah hatinya melihat betapa puteranya masih duduk bersila seperti tadi!

"Eh, ada apakah Ibu?” tanya Siangkoan Hay, terkejut melihat cara masuknya ibu dan ayahnya itu dan melihat wajah mereka pucat, dibayangi ketegangan dan kegelisahan.

Tanpa mengeluarkan kata-kata Ma Kim Li merangkul puteranya.
"Tidak ada apa-apa, hanya ada orang jahat memasuki rumah kita," bisiknya.

"Wah, kalau begitu mari kita tangkap dan hajar dia, Ibu!"

Siangkoan Hay berkata penuh semangat dan dia sudah meloncat turun dan tentu akan berlari keluar kalau tidak dipegang ibunya.

"Ssttt..." kata ibunya.

Pada saat itu terdengar suara ketawa bergelak dari luar.
"Ha-ha-ha, jelas nampak betapa orang tuanya pengecut akan tetapi anaknya gagah berani! Hari ini kami membunuhi semua pelayan dan binatang peliharaan, seminggu kemudian kami datang mengambil kembali anak kami dan sebulan kemudian kami datang untuk mengambil nyawa suami isteri Siangkoan!"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar