*

*

Ads

Minggu, 08 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 007

Si Tangan Maut Kwee Siong lalu bercerita dan merasa dirinya remeh sekali terhadap dua orang kakek sakti itu.

"Tujuh tahun yang lalu, suami isteri pendekar Pek melarikan diri dari Tibet ketika isteri pendekar itu mengandung tua. Mereka terpaksa melarikan diri karena ramalan diantara para pimpinan Lama menyatakan bahwa anak yang dikandung itu adalah calon Dalai Lamat calon seorang suci dan setelah terlahir tentu akan diambil dan dibawa ke dalam kuil untuk dididik……"

"Nanti dulu!" bentak Tung-hek-kwi. "Kau maksudkan pendekar Pek yang mana? Apakah pendiri dari Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) di barat?"

"Kalau tidak keliru, muridnya atau puteranya, Locianpwe. Mungkin puteranya karena dia terkenal dengan nama warga Pek."

"Teruskan!"

"Berita, itu segera tersiar luas dan terkenallah bahwa ada Sin-tong yang akan terlahir. Hal ini tentu saja amat menarik perhatian. Dan pada suatu malam, ketika suami isteri pendekar itu menyembunyikan diri dalam kuil setelah anak mereka terlahir, baru berusia dua bulan, datanglah Lam-hai Siang-mo ini dan mereka pun mempunyai seorang anak yang sebaya.”

“Anak mereka itu berpenyakitan dan agaknya mendengar berita tentang Sin-tong, mereka lalu membunuh seorang nikouw dan pengasuh anak itu, kemudian menculik Sin-tong dan meninggalkan anak mereka sendiri sebagai gantinya setelah mereka membunuh anak itu dan merusak mukanya agar tidak dikenal orang dan disangka Sin-tong yang terbunuh. Kami tiba di tempat kejadian itu dan setelah memeriksa luka dan jarum-jarum yang berada di tubuh para korban, kami dapat menduga bahwa pembunuhnya tentulah Lam-hai Siang-mo. Kami lalu melakukan pencarian dan setelah tujuh tahun, baru kami berhasil menemukan mereka. Kami lalu merampas kembali Sin-tong dan kami bawa lari sampai disini dengan maksud untuk mengembalikannya kepada orang tuanya yang sesungguhnya….."

"Benarkah cerita itu?" bentak Tung-hek-kwi bengis kepada Lam-hai Siang-mo.

Suami isteri ini tidak berani menyangkal lagi karena memang cerita itu benar.
"Memang benar, akan tetapi mereka itu membohong kalau mengatakan bahwa mereka akan membawa Hay Hay kepada pendekar Pek. Mereka bohong! Yang jelas, mereka tentu akan membawa Hay Hay kepada para pendeta Lama untuk memperoleh ganjaran!" Ma Kim Li berhenti sebentar sambil memandang kepada Tong Ci Ki dan suaminya penuh geram. "Mereka adalah penghuni-penghuni Guha Iblis Pantai Selatan, mana mungkin mau membantu pendekar Pek?"

Mendengar percakapan mereka itu, sejak tadi Hay Hay memandang kepada orang tuanya dengan mata terbelalak dan tanpa disadarinya lagi, kedua matanya itu basah. Akan tetapi dia tidak menangis. Tidak, dia malah mengepal kedua tinjunya, menekan perasaannya yang terguncang.

Kiranya benar bahwa dia bukan anak Siangkoan Leng dan Ma Kim Li! Dia bukan she (nama keturunan) Siangkoan, melainkan she Pek! Putera pendekar Pek! Dengan tabah dia lalu melangkah maju menghadapi suami isteri yang tadinya dianggap ayah bundanya. Mereka itu tidak pernah memperlihatkan sikap mereka kepadanya, akan tetapi harus diakuinya bahwa mereka pun tidak pernah bersikap kasar. Mereka itu menyayangnya dengan cara mereka sendiri!

"Benarkah bahwa aku bukan anak kandung kalian dan bukan she Siangkoan, melainkan she Pek?" Dia bertanya kepada suami isteri itu tanpa menyebut ayah atau ibu.

Ma Kim Li mengangguk.
"Benar, Hay Hay, akan tetapi kami menyayangmu seperti anak kandung kami sendiri. Hal ini tentu kau tahu."

Hay Hay adalah seorang anak yang selain cerdik, juga amat keras hati sehingga dia bukan anak cengeng dan tidak mudah dikuasai perasaannya. Kini dia memandang kepada wanita yang biasa dipanggil ibu itu dengan sinar mata dingin.

"Anak kandung sendiri kalian bunuh dan rusak mukanya untuk ditukarkan dengan aku, anak orang lain. Apa sebabnya kalian sampai hati melakukan hal itu?"

Lam-hai Siang-mo tidak menjawab.

"Apa sebabnya?” Anak itu mendesak.

Dua orang itu tetap tidak mengeluarkan suara jawaban. Dengan tiga langkah lebar saja Tung-hek-kwi sudah menghampiri mereka dan kedua tangannya menyambar Suami isteri yang berjuluk Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) itu berusaha mengelak atau menangkis, akan tetapi entah bagaimana, tahu-tahu mereka kehilangan tenaga dan tengkuk mereka sudah dicengkeram, tubuh mereka diangkat dan kakek tinggi besar hitam itu membanting.






"Bresss...!" Tubuh suami isteri itu terbanting keras sampai mereka terguling-guling.

"Masih juga tidak mau menjawab pertanyaan Sin-tong?" bentak kakek itu.

Siangkoan Leng dan isterinya terkejut sekali dan kesakitan, mereka mengangguk-angguk dan cepat Ma Kim Li berkata kepada anak yang biasanya dianggap anak sendiri yang disayangnya.

"Anak kandung kami.….berpenyakitan dan kami ingin menukarkan dia dengan anak yang sehat, kami bunuh dua orang itu agar tidak membuka rahasia kami dan kami rusak muka anak kandung kami agar tidak dikenal lagi."

"Bohong!" Tiba-tiba terdengar Tong Ci Ki berseru "Kalau hanya ingin memperoleh anak sehat, kenapa justru dipilihnya Sin-tong, putera keluarga pendekar Pek yang banyak dibicarakan orang itu? Mereka tentu mempunyai keinginan yang sama dengan kami, yaitu ingin memperoleh pahala dengan menyerahkan anak itu kepada para pendeta Lama di Tibet."

Mendengar ini, Hay Hay kembali mendesak wanita yang pernah menjadi ibunya.
"Benarkah begitu?"

Sambil melirik ke arah kakek tinggi besar yang galak dan sakti itu, Ma Kim Li menjawab.

"Benar, Hay Hay. Pada mulanya memang kami ingin menukarkan engkau dengan para pimpinan pendeta Lama di Tibet yang memiliki banyak benda-benda indah tak ternilai harganya, akan tetapi kami lalu merasa suka kepadamu dan menganggap engkau sebagai anak kandung kami sendiri."

Kini Hay Hay memandang kepada empat orang itu bergantian dan di dalam hatinya dia merasa heran dan juga ngeri membayangkan betapa empat orang ini merupakan orang-orang yang amat jahat. Tak disangkanya ada orang-orang demikian jahatnya, terutama sekali dua diantara mereka adalah orang-orang yang selama ini dianggap sebagai ayah ibunya! Diam-djam ia merasa lega dan bersyukur bahwa dua orang yang demikian jahatnya itu bukan ayah dan ibu kandungnya.

"Kalian adalah orang-orang yang amat jahat!" Akhirnya dia berkata. "Kalian yang menjadi penghuni Guha Iblis Pantai Selatan telah membunuh empat orang pelayan keluarga Siangkoan, juga semua binatang peliharaan, kemudian kalian membunuh pula dua orang di dalam peti mati yang menggantikan mereka ini!"

Berkata demikian, dia menuding ke arah Kwee Siong dan Tong Ci Ki penuh teguran. Suami isteri itu hanya menundukkan muka saja tidak berani menjawab, takut kalau harus berurusan dengan kakek hitam tinggi besar atau kakek gendut yang luar biasa lihainya itu.

Kini Hay Hay memandang kepada suami isteri yang pernah menjadi orang tuanya.
"Dan kalian tidak kalah jahatnya, pantas berjuluk Lam-hai Siang-mo. Kalian telah membunuh dua orang wanita yang tak berdosa, bahkan membunuh anak kandung sendiri! Betapa kejinya itu. Dan tentu kalian yang memasukkan tubuh dua orang tidak berdosa ke dalam peti mati itu menggantikan tubuh kalian, sehingga mereka yang tewas menggantikan kalian."

Siangkoan Leng sudah sejak tadi kehilangan rasa sayangnya kepada Hay Hay yang bersikap memusuhinya itu. Dia tersenyum sinis dan menjawab,

"Memang benar, bahkan kami juga membunuh empat orang murid kami yang bertugas menjaga peti. Semua itu kami lakukan agar tidak membuka rahasia kami. Hay Hay, itu bukan kejam atau jahat, melainkan cerdik sekali!"

"Kalian berempat ini orang-orang jahat dan kalau sekiranya aku memiliki ilmu kepandaian tinggi, tentu kalian sudah kubasmi habis!" kembali Hay Hay berkata dengan nada suara gemas.

"Heh-heh-heh-heh, Sin-tong. Apakah engkau ingin agar empat orang ini dibunuh? Aku akan melakukannya untukmu dengan mudah saja! Empat ekor tikus ini memang sudah sepatutnya kalau dibunuh!" Kakek gendut yang berjuluk Pak-kwi-ong itu berkata sambil tertawa-tawa.

Empat orang itu bukanlah orang-orang lemah. Mereka adalah datuk-datuk kaum sesat di daerah pantai selatan. Mereka belum pernah bertemu dengan orang-orang seperti dua orang kakek ajaib itu, dan mereka sudah maklum akan kehebatan dua orang kakek itu yang tidak akan dapat mereka tandingi.

Akan tetapi dibunuh begitu saja? Mereka tentu akan melawan sekuat tenaga dan akan melindungi nyawa sendiri selama mereka masih hidup! Dan agaknya mereka berempat memang memiliki kecerdikan atau kelicikan yang sama, karena kini begitu mereka mendengar ucapan kakek gendut, mereka bangkit berdiri dan seperti dikomando saja, empat orang itu sudah menyerbu ke arah Hay Hay untuk menangkap anak itu!

Ditubruk oleh empat orang yang lihai itu dari semua jurusan, tentu saja Hay Hay tidak mampu menghindarkan diri. Bahkan dua orang kakek sakti itupun sama sekali tidak menyangka bahwa empat orang itu melakukan hal itu, maka anak itu sudah dapat ditangkap oleh Kwee Siong dan Siangkoan Leng.

Dan anehnya, dalam sekejap mata saja, empat orang yang tadi yang bermusuhan karena memperebutkan Hay Hay itu, kini dalam keadaan terancam oleh pihak yang lebih kuat, mereka mendadak dapat bersatu!

"Heh-heh-heh, tikus-tikus pecomberan! Berani kalian melakukan itu? Hayo lepaskan atau harus kuhancurkan dulu kepala kalian yang tidak berharga itu?" bentak si gendut Pak-kwi-ong, masih dengan senyum, akan tetapi sinar matanya mencorong penuh ancaman maut.

"Ji-wi Locianpwe, jangan bergerak! Sekali bergerak atau melakukan hal-hal yang mencurigakan, kami akan lebih dulu membunuh anak ini sebelum membela diri dan melawan mati-matian sebelum kami semua mati!" bentak Siangkoan Leng yang sudah menaruh telapak tangannya menempel di ubun-ubun kepala Hay Hay.

Hay Hay sama sekali tidak merasa takut, hanya marah dan juga semakin heran melihat betapa orang yang selama ini dianggap ayahnya itu kini mengancam untuk membunuhnya! Timbul rasa penasaran didalam hatinya dan dia pun berteriak, tidak peduli bahwa dia telah dicengkeram dan diancam oleh empat orang lihai itu.

"Ji-wi Locianpwe, jangan dengarkan gertak sambal mereka! Biar mereka membunuhku, aku tidak takut. Akan tetapi Ji-wi hajarlah mereka sampai mereka itu lenyap dari permukaan bumi. Mereka ini orang-orang jahat yang perlu dibasmi!"

Akan tetapi dua orang kakek itu kini nampak ragu-ragu dan saling pandang. Tung-hek-kwi yang memandang kakek gendut itu bertanya.

"Kau.… tidak turun tangan?"

Si Kakek Gendut masih menyeringai, akan tetapi dia menggeleng kepala.
"Mana bisa? Dia.… dia itu Sin-tong, sayang kalau terbunuh." Lalu dia memandang kepada empat orang yang masih siap siaga sambil mengancam Hay Hay itu. "Eh, sebenarnya apa kehendak kalian?"

"Kami ingin pergi membawa anak ini dan sedikit saja Ji-wi membuat gerakan mencurigakan, kami akan bunuh anak ini lebih dulu." kata Kwee Siong dan mereka berempat itu tanpa menanti jawaban sudah mulai menggiring dan menyeret Hay Hay meninggalkan puncak bukit itu.

Dua orang kakek itu, yang rnemiliki kesaktian jauh lebih tinggi dibandingkan empat orang itu, hanya saling pandang dan tidak mampu berbuat sesuatu. Tentu saja mereka itu akan dapat dengan sekali gerakan tangan membunuh empat orang itu, akan tetapi mereka maklum bahwa tak mungkin mereka dapat mencegah empat orang itu lebih dahulu membunuh Hay Hay, dan karena inilah keduanya menjadi ragu-ragu, bahkan tak berdaya melakukan sesuatu ketika empat orang itu hendak meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi, baru saja empat orang itu pergi beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba terdengar suara melengking yang mengandung getaran amat kuat sehingga seolah-olah menusuk telinga dan menggetarkan jantung.

Hay Hay yang mula-mula roboh tak sadarkan diri, sedangkan empat orang yang mengepungnya itu pun tiba-tiba menjadi pucat dan mereka berempat itu maklum bahwa suara itu merupakan serangan melalui tenaga khikang yang amat dahsyat. Mereka cepat menahan napas dan mengerahkan sinkang mereka untuk melindungi diri mereka.

Karena serangan tiba-tiba melalui suara itu, sejenak keempat orang ini lupa akan pengamatan mereka terhadap Hay Hay. Dan pada beberapa detik itu, mendadak nampak sesosok bayangan seperti seekor burung raksasa menyambar ke arah mereka.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar