*

*

Ads

Kamis, 12 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 027

"Suhu Ciu-sian Sin-kai, teecu mulai menyerang. Awas!" bentaknya dan dia pun segera menerjang dengan pukulan keras sambil memainkan langkah-langkah ajaibnya, yaitu Jiauw-pouw-poan-soan dan menggunakan ginkang Yan-cu Coan-in yang membuat tubuhnya ringan dan gerakannya cepat bukan main.

Kakek jembel itu terkekeh ketika melihat betapa anak itu bergerak luar biasa cepatnya. Pukulan ke arah perutnya itu dielakkan dan dari samping dia mengulur tangan hendak menangkap pundak Hay Hay. Akan tetapi tiba-tiba saja tangkapannya mengenai angin kosong karena pada saat yang tepat, pundak itu lenyap ketika Hay Hay kembali menyerang, sekali ini menotok ke arah punggung.

"Ehhh... ?"

Ciu-sian Sin-kai berseru kagum, cepat meloncat ke depan dan membalikkan tubuhnya dan tanpa ragu-ragu lagi dia pun melayangkan kakinya menendang ke arah kedua lutut Hay Hay. Gerakan kaki kiri kakek ini hebat sekali karena sekali bergerak, ujung kaki kirinya sudah membuat gerakan menendang dua kali mengarah kedua lutut. Cepat sekali. Akan tetapi, dengan langkah ajaibnya kembali Hay Hay dapat menghindarkan kedua lututnya dari serangan kakek itu.

"Bagus! Engkau sudah menguasai Jiauw-pouw-poan-soan dengan baik!"

Sin-kai memuji dan terus menghujani anak itu dengan tamparan-tamparan dan tendangan-tendangan dari segala pihak. Namun, memang dalam hal mempergunakan langkah-langkah ajaib, anak ini telah digembleng oleh See-thian Lama sehingga telah menguasainya. Dengan langkah-langkahnya itu, dia malah dapat menghindarkan diri dari sergapan tiga orang pendeta Lama.

"Suhu, coba hendak teecu lihat bagaimana Suhu akan mampu merobohkan teecu kalau teecu menggunakan Jiauw-pouw-poan-soan dan Yan-cu Coan-in!” tiba-tiba Hay Hay berseru gembira.

Hampir saja See-thian Lama menegur muridnya karena ucapan itu dianggapnya takabur sekali. Juga Cui-sian Sin-kai mengerutkan alisnya.

"Kau kira aku tidak mampu?" berkata demikian tiba-tiba saja kakek itu merendahkan tubuhnya dan kedua kakinya membuat gerakan menyapu dari kanan kiri secara bergantian.

Dibabat dari kanan kiri seperti itu, langkah-langkah kaki Hay Hay menjadi agak kacau dan ketika anak itu mengerahkan ilmu ginkang Yan-cu-coan-in untuk berlompatan menghindar, tiba-tiba saja ujung kaki Sin-kai telah mencium belakang lutut kirinya sehingga tanpa dapat dicegah lagi tubuh Hay Hay terjatuh berlutut!

Hay Hay memang sengaja memancing agar dirobohkan kakek jembel itu. Begitu roboh, dia segera menghadap See-thian Lama..

"Harap suhu ampunkan teecu kalau teecu kurang pandai memainkan ilmu Suhu, ataukah memang ilmu Suhu Ciu-sian Sin-kai yang lebih lihai maka teecu mudah saja dijatuhkan?"

"Hushhh...! Hay Hay, jangan bicara bergitu!"

Ciu-sian Sin-kai berseru kaget. Akan tetapi terlambat. Api yang disulutkan oleh Hay Hay itu telah membakar dan menyentuh harga diri See-thian Lama.

"Hay Hay, engkau tadi roboh karena salahmu sendiri. Kalau engkau sudah mahir benar, menghadapi segala macam serampangan seperti tadi, tentu engkau berbalik akan berada di pihak pemenang, dan tidak mungkin dapat dirobohkan."

Hay Hay merasa mendapatkan jalan dengan kata-kata itu. Dia lalu berkata kepada Ciu-sian Sin-kai,

"Suhu, teecu ingin sekali mempelajari ilmu membabat dengan kedua kaki tadi, yang telah dapat merobohkan teecu dan membuat langkah ajaib teecu tidak berdaya."






Ciu-sian Sin-kai tertawa.
"Ha-ha, boleh saja, muridku. Ilmu itu hanya sebagian kecil saja dari apa yang akan kuajarkan kepadamu. Nah, perhatikan baik-baik. Jurus ini adalah jurus Kaki Gunting dari Ilmu Tendang Soan-hong-twi (Tendangan Berantai). Lihat bagaimana engkau menggerakkan tubuh dan kedua kakimu."

Kakek itu memberi petunjuk dan karena Hay Hay memang berbakat dan pula sudah menguasai dasar-dasar ilmu silat tinggi, maka dilatih sebentar saja dia sudah mampu memainkan tendangan jurus Kaki Gunting itu.

“Nah, Suhu, marilah kita berlatih. Suhu mempergunakan Jiauw-pouw-poan-soan dan teecu akan mencoba jurus Kaki Gunting ini!” kata Hay Hay dengan gembira sekali sambil menghampiri See-thian Lama.

Kakek ini tersenyum dengan pandang mata mengejek.
“Hemm, jurus kaki gunting tumpul seperti itu saja, apa artinya? Nah, kau boleh menyerangku!"

Karena memang ini yang dikehendaki Hay Hay, dia lalu memainkan jurus tendangannya itu dengan sungguh-sungguh sambil mengerahkan tenaga. Dia menerjang ke depan, merendahkan tubuhnya dan kedua kakinya membuat gerakan menyapu seperti menggunting dari kanan kiri dengan cepat, kadang-kadang bergantian, kadang-kadang berbareng dengan menahan tubuh menggunakan kedua tangan.

Akan tetapi, See-thian Lama sambil tersenyum-senyum, melakukan langkah-langkah mundur dan kedua tangannya bergerak-gerak melakukan totokan-totokan atau tamparan-tamparan ke arah kepala Hay Hay.

Karena kedua kaki pendeta itu selalu melangkah mundur, tentu saja sabetan kedua kaki dari kanan kiri itu tak pernah mengenai sasaran, sebaliknya, serangan ke arah bagian atas tubuh itu mernbuat Hay Hay kerepotan. Dia mencoba menangkis, akan tetapi sukar untuk mengelak karena kedua kakinya dipergunakan untuk melakukan tendangan bertubi-tubi sehingga akhirnya, pundaknya terkena totokan. Biarpun See-thian Lama tidak menggunakan tenaga besar, namun tetap saja Hay Hay terduduk lemas untuk beberapa detik lamanya.

"Suhu belum pernah mengajarkan jurus itu kepada teecu!" kata Hay Hay kepada See-thian Lama setelah dia dapat bangkit berdiri.

"Itulah Jurus Burung Mematuk Ular untuk menghadapi Kaki Gunting tadi."

"Harap Suhu suka rnengajarkan kepada teecu."

Tentu saja See-thian Lama yang sedikit banyak merasa bangga karena sudah dapat membalas Ciu-sian Sin-kai secara tidak langsung itu, mengalahkan jurus Kaki Gunting, dengan senang hati mengajarkan jurus Burung Mematuk Ular kepada muridnya.

Sebentar saja Hay Hay sudah dapat memainkan jurus itu dengan baik, menggunakan langkah Jiauw-pouw-poan-soan dengan mundur sambil kedua tangannya mematuk-matuk ke depan dari atas. Setelah dia menguasai jurus itu, dia pun menghadap Ciu-sian Sin-kai.

"Suhu, sekarang teecu sudah dapat mengalahkan jurus Kaki Gunting."

“Ha-ha-ha, akan tetapi jurus Burung Mematuk Ular itu pun mudah pula dipunahkan.” kata Ciursian Sin-kai.

Kakek ini lalu mengajarkan jurus baru untuk mengatasi dan mengalahkan jurus Burung Mematuk Ular itu. Setelah menguasai jurus itu, Hay Hay lalu diberi pelajaran jurus baru dari See-thian Lama untuk mengalahkan jurus dari Cui-sian Sin-kai.

Demikianlah, dengan cerdiknya, Hay Hay berhasil "mengadu" kedua orang gurunya itu. Dua orang kakek sakti itu "saling menyerang dan saling mengalahkan jurus lawan" secara tidak langsung, melainkan melalui murid mereka.

Dan karena ingin saling mengalahkan, tentu saja makin lama mereka mengeluarkan jurus-jurus yang semakin tinggi dan pilihan! Dan semakin sukarlah bagi Hay Hay untuk mempelajari setiap jurus baru yang semakin rumit. Karena itu adu ilmu secara tidak langsung ini terjadi lebih dari tiga bulan!

Nampaknya saja keduanya melatih Hay Hay dengan jurus-jurus ampuh dan pilihan, akan tetapi sesungguhnya, keduanya saling tidak mau mengalah untuk menonjolkan kehebatan ilmu masing-masing. Tentu saja yang untung adalah Hay Hay. Biarpun tentu saja dia tidak atau belum dapat menguasai semua jurus itu dengan sempurna karena kurang latihan, namun setidaknya dia telah mengenal dan menguasai teorinya sehingga kelak tinggal mematangkan saja dengan latihan.

Lambat laun, kedua kakek itu pun maklum bahwa mereka berdua telah diadu oleh murid mereka. Diam-diam mereka merasa geli akan kebodohan diri sendiri dan kagum akan kecerdikan murid mereka, akan tetapi mereka maklum betapa pentingnya cara mengajarkan ilmu seperti itu kepada Hay Hay, mereka melanjutkan "adu ilmu" ini sampai seratus hari lamanya.

"Omitohud, sudah cukuplah, Hay Hay. Pinceng hari ini merasa kalah dan mengaku kelebihan Ciu-sian Sin-kai. Engkau ikutlah dia dan belajarlah dengan rajin selama lima tahun." kata See-thian Lama setelah Hay Hay memperlihatkan jurus baru dari kakek pengemis itu.

"Ha-ha-ha, See-thian Lama terlalu merendah. Ketahuilah, Hay Hay. Bagi orang-orang yang sudah benar-benar menguasai ilmu silat, tidak ada jurus yang tidak akan dapat dihadapi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, seperti juga tidak ada benda yang paling besar dan tempat yang paling tinggi di alam ini, tidak ada pula orang yang tidak terkalahkan. Sepandai-pandainya orang, tidak akan mampu menandingi serangan usia sendiri yang menggerogoti dari dalam. Karena itu, belajarlah yang giat dan lenyapkan sikap takabur. Selama hidup, engkau masih sempat mempelajari hal-hal yang baru."

Hay Hay berlutut di depan kedua orang gurunya itu sambil menghaturkan terima kasihnya. Dan pada hari itu juga, Hay Hay pergi meninggalkan See-thian Lama, mengikuti gurunya yang baru, Ciu-sian Sin-kai yang membawanya pulang ke Pulau Hiu.

**** 027 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar