*

*

Ads

Rabu, 18 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 039

"Ihhh, jangan-jangan itu hanya rayuan gombal!" terdengar seorang di antara para gadis itu berkata lirih. Akan tetapi cukup bagi pendengaran Hay Hay yang tajam terlatih untuk menangkapnya.

"Astaga, Nona manis, aku mohon janganlah engkau demikian kejam menuduh aku mengeluarkan rayuan gombal. Rayuan gombal adalah rayuan yang mengandung pamrih untuk bermuka-muka dan menjilat-jilat, sedangkan aku tidak mempunyai pamrih apa-apa terhadap kalian, kecuali memang aku merasa terpesona dan kagum akan keadaan kalian yang bagaikan bunga-bunga yang bermandikan embun di waktu pagi, demikian segar dan cerah dan cantik dan harum !"

Tentu saja para gadis itu semakin tertarik dan gadis tertua tadi bertanya.
"Siapakah engkau dan mau apa engkau berada di sini mengintai kami yang sedang mandi dan mencuci pakaian?"

Hay Hay tersenyum. Selama perantauannya yang tiga tahun ini, banyak sudah dia bergaul dengan gadis-gadis cantik dan dia pun tahu bahwa kalau seorang gadis sudah mau melayani bicara, itu tanda Si Gadis tertarik dan dapat diajak berkenalan!

"Namaku Hay Hay." Dia menjura dengan sikap hormat. "Dan aku kebetulan lewat di sini. Perutku lapar dan aku lalu beristirahat di sini sambil sarapan dan mengagumi kalian."

"Apakah... apakah kau tidak akan berbuat kurang senonoh dan kurang ajar terhadap kami?"

Hay Hay mengerutkan alisnya dan menunjuk ke atas dan ke bawah.
"Langit dan Bumi menjadi saksi dan akan menghukum aku kalau aku mempunyai niat buruk dan kurang ajar terhadap kalian, Nona-nona manis. Sebagai bukti bahwa aku ingin sekedar berkenalan dan bersahabat, marilah kalian kuundang untuk sarapan pagi, aku masih membawa cukup banyak roti dan daging kering."

Dia mengeluarkan sebungkus roti dan sebungkus daging, lalu dibukanya dan dipamerkan kepada gadis-gadis itu.

"Roti ini bukan roti biasa melainkan roti istimewa yang dicampuri kenari, dan daging ini pun lezat bukan main karena ini adalah daging dendeng manis dari daerah Kwei-lin, sedap dan gurih! Dan aku pun masih mempunyai seguci anggur yang tidak keras, wangi dan manis. Silakan, Nona-nona."

Kembali gadis-gadis itu tertawa kecil cekikikan, ditahan dan mereka saling berbisik dan merupakan kelompok yang lucu. Lalu yang tertua berkata,

"Kami mau naik akan tetapi engkau berbaliklah agar kami dapat mengenakan pakaian kering yang patut."

Hay Hay maklum akan batas godaannya. Kalau terlalu didesak sehingga merasa amat malu, gadis-gadis ini dapat mundur teratur. Dia tersenyum ramah.

"Baiklah, Nona-nona, aku takkan melihat kalian berganti pakaian!" Dan dia pun membalikkan tubuhnya, duduk di atas batu itu membelakangi sungai.

Gadis-gadis itu tergesa-gesa berganti pakaian di balik batu-batu sambil kadang-kadang mengerling ke arah Hay Hay. Kalau Hay Hay menengok dan memandang, tentu mereka akan marah dan tidak percaya lagi kepadanya. Akan tetapi, pemuda itu sama sekali tidak pernah menengok. Dia pun tidak mempunyai keinginan untuk mencuri pandang. Dia suka bergaul dengan gadis-gadis manis yang lincah itu, bukan menyembunyikan maksud untuk mencuri sesuatu, melainkan rasa suka yang wajar.

Karena melihat pemuda itu benar-benar tidak pernah menengok, tujuh orang gadis itu menjadi percaya dan setelah berganti pakaian kering dan mengumpulkan cucian, mereka lalu membawa keranjang pakaian keluar dari sungai, mendaki tebing sungai dan menghampiri batu besar di mana Hay Hay duduk, sambil tertawa-tawa kecil.

“Apakah aku sudah boleh memandang?"

Hay Hay bertanya walaupun telinganya sudah mendengar akan gerakan mereka yang mendaki tebing.

"Boleh, kami telah berganti pakaian," kata seorang di antara mereka dan kini mereka telah tiba di dekat batu besar.

Hay Hay membalikkan tubuhnya dan dia terbelalak memandangi mereka dengan sinar mata penuh kagum yang tidak dibuat-buat dan tidak disembunyikan. Dia lalu meloncat turun di depan gadis-gadis itu dan mengembangkan kedua lengannya.






"Amboiii... , setelah kalian berpakaian dan kulihat dekat benar-benar kalian merupakan sekelompok bunga yang indah dan harum semerbak! Lihat, sinar matahari pagi menjadi semakin cerah dengan adanya kalian di sini!"

Wajah tujuh orang gadis itu menjadi kemerahan walaupun jantung mereka berdebar penuh dengan rasa bangga dan gembira. Mereka pun kini memandang kagum karena pemuda yang amat menyenangkan hati mereka karena kata-kata dan sikapnya itu ternyata seorang yang berwajah tampan, bertubuh tegap dan berpakaian pantas. Bukan seorang pemuda dusun, pikir mereka.

"Apakah... apakah engkau seorang kongcu dari kota ?" yang tertua bertanya.

Hay Hay tersenyum lebar, nampak deretan giginya yang sehat dan putih terpelihara rapi. Dia menggeleng kepala.

"Nona, apakah bedanya antara orang kota dan orang dusun? Menurut penglihatanku, bedanya hanya bahwa kalau orang kota banyak yang sombong dan licik, orang dusun sebaliknya rendah hati, ramah dan jujur. Aku adalah seorang perantau yang tidak tentu tempat tinggalku, bagiku dusun dan kota sama saja."

"Akan tetapi, engkau tentu bukan pemuda dusun, engkau tentu pandai baca tulis," kata gadis lain yang ada tahi lalatnya di dagu.

"Aih, Nona, tahi lalat di dagumu itu benar-benar membuat engkau nampak manis sekali!" Hay Hay memuji sehingga gadis yang usianya sekitar enam belas tahun tersipu. "Memang aku bisa baca tulis. Ah, aku sampai lupa. Silakan mencoba roti dan daging dendengku, Nona-nona, mari, jangan malu-malu. Bukankah kita sudah berkenalan dan menjadi sahabat?" Hay Hay menawarkan dan membuka bungkusan roti dan daging itu di atas batu.

Para gadis itu nampak ragu-ragu, akan tetapi seorang gadis yang rambutnya terurai panjang sampai ke pinggul berkata,

"Dia sudah menawarkan, tidak baik kalau kita menolak. Mari kita cicipi." Dan ia pun memelopori teman-temannya mengambil sepotong roti dan daging.

Setelah gadis berambut panjang itu mengambil sepotong roti dan dendeng, yang lain pun sambil tersenyum-senyum dan tertawa-tawa kecil mengulur lengan-lengan yang kecil mungil dan mulus untuk mengambil roti dan daging, masing-masing sepotong.

Mereka mulai makan, menggigit sedikit-sedikit akan tetapi begitu mereka merasakan roti dan dendeng yang memang enak, gigitan mereka menjadi semakin besar karena mereka tidak pernah berpura-pura dan bersopan-sopan seperti gadis-gadis kota. Melihat ini Hay Hay menjadi semakin gembira. Dengan sinar mata berseri dia memandangi gadis-gadis itu penuh kagum.

"Aduh, indahnya rambutmu, Nona, begitu panjang, hitam dan gemuk. Bukan main!" katanya memuji Si Gadis berambut panjang. "Cantik sekali!"

Para gadis itu tertawa dan gadis tertua menuding ke arah gadis bertahi lalat dan gadis berambut panjang.

"Hi-hik, dia memuji-muji Siauw Lan dan Siauw Cin..." dan semua gadis mentertawakan dua orang gadis itu yang tersipu malu.

Melihat ini, Hay Hay cepat berkata.
"Bukan hanya mereka berdua, akan tetapi aku mengagumi kalian semua karena kalian semua masing-masing memiliki keindahan yang khas. Aku dapat memuji kalian semua, bukan rayuan gombal, melainkan pujian yang setulusnya atas dasar kenyataan."

"Aih, tidak mungkin engkau memuji kami semua!" kata gadis tertua, menyembunyikan keinginan hatinya untuk mendengar pujian apa yang akan diberikan pemuda luar biasa itu untuknya.

Hay Hay memandang kepada lima orang gadis yang belum dipujinya itu dengan senyum manis. Dia memang suka sekali kepada wanita, dan belum pernah dia melihat wanita yang tidak memiliki sesuatu yang menonjol pada dirinya, sesuatu yang menarik dan istimewa.

"Engkau sendiri, Nona, engkau memiliki kulit yang demikian putih mulus, bersih dan lembut tanpa cacat! Kulitmu nampak putih kemerahan, seperti sutera halus, setelah mandi dan basah tertimpa sinar matahari pagi nampak cemerlang. Alangkah indahnya dan aku yakin, semua pria tentu akan terpesona melihatnya. Hanya pria yang buta kedua matanya sajalah yang tidak akan dapat melihat keindahan kulitmu."

Bukan main girang rasa hati gadis itu. Memang ia memiliki kulit yang paling putih bersih dibanding teman-temannya, akan tetapi selama hidupnya, baru satu kali inilah ada orang memuji-muji kebersihan kulitnya seperti itu! Jantungnya berdebar-debar dan ia menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan.

"Aihhh, bisa saja engkau memuji Kongcu……!" katanya sambil tersenyum malu-malu.

"Kalau aku yang hitam seperti arang ini, apanya yang pantas dipuji?" tiba-tiba gadis berusia tujuh belas tahun yang memang berkulit agak kehitaman berkata, menantang dan teman-temannya memperhatikan pemuda itu.

A-kiu ini memang dianggap paling buruk di antara mereka karena kulitnya memang lebih hitam dari pada yang lain. Hay Hay memandang gadis itu, sinar matanya mencari-cari dan akhirnya dia berseru.

Ah, siapa bilang engkau buruk, Nona? Memang kulitmu agak hitam, akan tetapi hitam manis itu namanya! Dan lihat matamu! Duhai siapa takkan terpesona melihat mata seperti matamu itu? Demikian jeli, demikian jernih, demikian indah bentuknya. Sepasang matamu itu saja sudah cukup untuk menundukkan hati setiap pria, Nona!"

Dan kini kawan-kawan nona berkulit kehitaman itu baru melihat bahwa Si A-kiu memang memiliki mata yang indah!

"Dan engkau, Nona, keistimewaan yang ada padamu adalah bentuk wajahmu inilah yang dinamakan bentuk wajah bulat telur. Manis bukan main, dengan dagu meruncing dan tulang pipi agak menonjol. Bentuk wajah seperti yang kau miliki itu membuat semua bagian mukamu menjadi nampak manis sekali!" kata Hay Hay memuji gadis berikutnya yang tersipu-sipu malu-malu senang.

"Dan jarang ada gadis memiliki hidung dan mulut sepertimu, Nona." katanya lagi memandang gadis berbaju hijau, gadis ke enam. "Hidungmu kecil mancung cocok sekali dengan mulutmu yang kecil dengan bibir yang penuh dan merah membasah. Amboiii.…. mata pria takkan mau berkedip memandangi mulutmu itu. Engkau seorang gadis yang hebat!"

Dan tentu saja gadis itu hanya dapat mengeluarkan suara "aahhh….." yang manja dan tersipu-sipu seperti yang lain.

"Dan engkau?"

Hay Hay memandang gadis ke tujuh atau yang terakhir.
"Bentuk tubuhnya, Nona! Sungguh bagaikan setangkai bunga sedang mekar! Pinggangmu ramping, tubuhmu... sungguh menggairahkan setiap orang pria yang memandangnya. Semua pria dapat tergila-gila memandang bentuk tubuh seorang wanita seperti bentuk tubuhmu ini!"

Tujuh orang gadis itu semua telah mendapat giliran dipuji-puji oleh Hay Hay dan mereka yang menerima pujian menjadi girang bukan main, akan tetapi setiap kali Hay Hay memuji seorang gadis, yang lain merasa tak senang dan iri!

"Hemm, Kongcu..." kata gadis tertua yang kulitnya putih.

"Aihh, jangan menyebut Kongcu (Tuan Muda), membikin aku malu saja. Namaku Hay Hay dan kalian boleh saja menyebut aku Kakak Hay."

"Kak Hay Hay yang baik," kata gadis tertua. "Engkau memuji kami semua, katakanlah siapa di antara kami yang kau anggap paling menarik?"

Gadis-gadis yang lain tersenyum dan tertawa, ikut pula mendesak dan suasana menjadi gembira sekali. Mereka tertawa-tawa, merubung Hay Hay yang menjadi girang sekali. Dirubung tujuh orang gadis cantik dan segar itu merasa seperti berada di taman kahyangan dikelilingi tujuh orang bidadari jelita! Dia pun tertawa-tawa gembira. Alangkah bahagianya hidup ini! Di setiap keadaan terdapat hal-hal yang dapat dinikmati, yang mendatangkan rasa gembira di hati.

"Aku menjadi bingung kalau disuruh mengatakan siapa yang paling menarik. Habis semuanya menarik sih!" jawabnya sambil tertawa-tawa dan tujuh orang gadis itu pun tertawa semua.

Senang rasa hati mereka dan selama hidup belum pernah mereka berjumpa dengan seorang pemuda yang begini menyenangkan hati.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar