*

*

Ads

Kamis, 19 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 042

Beberapa orang penduduk hanya menonton saja dari jauh, tidak mencoba untuk memanggil anjing-anjing itu karena mereka hendak melihat apa yang akan dilakukan kakek raksasa yang mereka sangka gila itu.

Mula-mula Tung-hek-kwi yang merasa terganggu oleh sikap dua ekor anjing itu, hanya mendengus untuk mengusir mereka. Akan tetapi, ketika melihat bahwa seekor di antara anjing-anjing itu berbulu hitam mulus dan gemuk sekali, matanya terbelalak dan tiba-tiba saja kedua tangannya bergerak dan tahu-tahu, dua ekor anjing itu telah ditangkap pada lehernya! Dua ekor anjing itu menguik-nguik dan Tung-hek-kwi membanting anjing belang yang ditangkap dengan tangan kirinya.

"Ngekkk….!"

Pecah kepala anjing itu dan tak mampu bergerak lagi. Kemudian, anjing hitam gemuk yang masih dicengkeram tangan kanannya dengan jari-jari panjang besar dan masih menguik-nguik dan meronta-ronta ketakutan itu, dipegang dengan kedua tangannya dan sekali dia menggerakkan tangan itu menarik, terdengar suara robek dan pekik maut anjing itu yang tubuhnya telah terobek menjadi dua potong! Darah muncrat dan kakek itu seperti orang kehausan, menjilat dan mencucup darah anjing hitam itu yang masih bercucuran!

Semua orang yang menonton dari kejauhan, terbelalak penuh kengerian dan anak-anak sudah berlari-larian menyembunyikan diri dengan muka pucat.

"Wah, kau lahap dan rakus, Tung-hek-kwi!” Tiba-tiba saja muncul seorang kakek gendut yang bukan lain adalah Pak-kwi-ong. Dia menghampiri rekannya yang masih menikmati darah anjing hitam itu. "Uwahhh….! Anjing hitam! Hebat, obat kuat, jangan habiskan, aku pun perlu darahnya!"

"Huh, siapa yang rakus?" bentak Tung-hek-kwi dan dia pun melemparkan potongan di tangan kanannya kepada Pak-kwi-ong yang menerimanya dan terus menjilat dan menghisap darah anjing itu pula.

Mengerikan melihat dua orang kakek tua renta ini duduk di bawah pohon, menjilati darah anjing hitam, kemudian mereka mulai mengganyang daging anjing dengan menggerogotinya begitu saja!

"Ha-ha-ha, engkau memang sahabat baik, Setan Hitam. Menyambut aku dengan suguhan yang segar dan menyehatkan!" kata Pak-kwi-ong sambil tertawa-tawa, sedangkan Tung-hek-kwi tetap makan tanpa senyum, hanya matanya yang lebar itu jelalatan ke sana-sini.

Pada waktu itu, berita tentang peristiwa yang mengerikan itu telah tersiar luas dan para penghuni dusun yang tidak berapa banyak jumlahnya, hanya sekitar lima puluh keluarga itu, bersama kepala dusunnya, telah berkumpul dan nonton dari jarak jauh. Hanya laki-laki dewasa saja yang berani nonton. Anak-anak dan para wanita tidak ada yang berani keluar!

Biarpun mereka berjumlah banyak dan mereka marah melihat betapa dua orang kakek itu membunuh dua ekor anjing dan kini minum darah anjing dan makan dagingnya mentah-mentah, Kepala Dusun dan anak buahnya tidak berani turun tangan. Mereka melihat sendiri betapa dengan sekali bergerak saja, kakek tinggi besar itu telah membunuh dua ekor anjing, bahkan merobek tubuh anjing gemuk itu dengan kedua tangan seolah-olah hal itu merupakan pekerjaan yang amat ringan. Ini sudah membuktikan bahwa kakek tinggi besar itu kuat sekali dan mereka merasa jerih.

"Bagaimana hasilnya, Pak-kwi-ong?" akhirnya Tung-hek-kwi bertanya.

"Engkau dulu bagaimana?" Pak-kwi-ong berbalik bertanya.

"Anak itu ikut dengan See-thian Lama Ke Himalaya, dan agaknya memang tidak akan diserahkan kepada Dalai Lama. Jelas bukan Sin-tong." jawab Tung-hek-kwi singkat mengenai tugasnya menyelidik anak yang disangka Sin-tong dan dirampas oleh See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai dari tangan mereka itu. "Dan bagaimana dengan engkau?"

"Aku sudah bertemu dengan keluarga Pek. Mereka berterus terang bahwa anak mereka memang diculik oleh Lam-hai Siang-mo yang meninggalkan bayi mati sebagai penggantinya. Jadi anak itu memang anak keluarga Pek." jawab Pak-kwi-ong.

"Hemm, anak keluarga Pek akan tetapi bukan Sin-tong..." kata Tung-hek-kwi.

"Berita tentang Sin-tong itu yang bohong, atau memang kita telah dipermainkan orang." kata Pak-kwi-ong.

Tiba-tiba dia bangkit, juga Tung-hek-kwi bangkit, dan potongan anjing itu masih digerogoti. Ternyata pendengaran mereka tajam bukan main walaupun usia mereka sudah mendekati delapan puluh tahun. Kiranya mereka bangkit karena mendengar suara kaki orang dan kini di dalam keremangan senja, muncullah sedikitnya dua puluh orang yang rata-rata kelihatan gagah perkasa, semua memegang senjata, dipimpin oleh dua pasang suami isteri yang bukan lain adalah Lam-hai Siang-mo yang terdiri dari Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, dan suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, yaitu Kwee Siong dan Tong Ci Ki.






Seperti yang sudah kita ketahui, dua pasang suami isteri yang namanya amat terkenal di dalam dunia sesat ini pernah saling bermusuhan untuk memperebutkan Hay Hay, akan tetapi mereka terpaksa melarikan diri ketika muncul dua orang dari Empat Setan dan dua orang lagi dari Delapan Dewa.

Mereka membagi tugas, yang dua orang melapor ke Tibet, kepada para pendeta Lama bahwa Sin-tong telah dirampas oleh empat orang tokoh besar itu sehingga akibatnya, para pendeta Lama mencoba untuk merampas Hay Hay dari tangan See-thian Lama. Yang dua orang lagi melapor kepada keluarga Pek yang agaknya menerima berita itu dengan dingin saja, bahkan keluarga itu mengatakan bahwa Sin-tong, keturunan mereka, telah tewas beberapa tahun yang lalu, dibunuh orang jahat!

Betapapun juga, dua pasang suami isteri ini masih merasa penasaran dan terutama sekali merasa sakit hati terhadap Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, dua orang datuk sesat yang mereka anggap telah menggagalkan rencana mereka untuk menguasai anak yang mereka yakin adalah Sin-tong itu. Dan mereka juga tidak tahu bahwa anak itu telah dibawa pergi oleh See-thia:n Lama, mengira bahwa dua orang kakek iblis dari Empat Setan itulah yang menguasai Sin-tong.

Maka, ketika mereka melihat Pak-kwi-ong, mereka berempat cepat mengumpulkan teman-teman dari dunia hitam untuk membayangi kakek gendut itu yang ternyata mengadakan pertemuan dengan Tung-hek-kwi di dusun itu.

Melihat betapa dua orang itu makan daging anjing mentah, dua pasang suami isteri segera mengepung bersama teman-teman mereka. Jumlah mereka tidak kurang dari dua puluh empat orang, terdiri dari jagoan-jagoan kalangan hitam yang menjadi teman-teman akrab dua pasang suami isteri itu.

Dapat dibayangkan betapa kuat kedudukan mereka. Dua pasang suami isteri itu saja sudah merupakan datuk-datuk sesat yang amat lihai, apalagi ditambah dua puluh orang teman yang rata-rata memiliki ilmu silat yang tinggi dan berwatak garang dan kejam.

Akan tetapi, dua pasang suami isteri itu sudah mengenal kesaktian Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, maka mereka pun tidak mau bertindak secara sembrono dan setelah mereka semua mengepung dua orang kakek itu, Siangkoan Leng berseru dengan suara lantang.

"Ji-wi Locianpwe telah terkepung dan lihat kedudukan kami kuat sekali. Akan tetapi, kami tidak akan mengeroyok Ji-wi kalau Sin-tong dikembalikan kepada kami!"

Tentu saja kedua orang kakek itu mendongkol bukan main mendengar tuntutan ini. Mereka berdua dikalahkan oleh See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai, dua orang di antara Delapan Dewa dan kini tikus-tikus itu datang untuk merampas Sin-tong dari tangan mereka.

Akan tetapi, mereka berdua adalah raja-raja datuk sesat, tentu saja merasa malu untuk mengakui kekalahan mereka terhadap dua orang dari Delapan Dewa. Mereka bahkan duduk lagi dan melanjutkan makan daging anjing mentah seolah-olah tidak memandang mata kepada dua puluh empat orang yang mengepung mereka dengan senjata-senjata di tangan.

"Wah, Tung-hek-kwi! Engkau Setan Hitam membikin gara-gara. Engkau membunuh dua ekor anjing dan lihat akibatnya! Dua puluh empat ekor anjing yang lain datang menggonggong dan hendak menggigit kita, ha-ha-ha!"

Pak-kwi-ong berkata sambil tertawa bergelak, lalu menggerogoti sedikit daging yang masih menempel di tulang paha anjing itu.

"Apa kau masih haus? Kita minum darah anjing-anjing ini!" teriak Tung-hek-kwi.

"Ha-ha, engkau benar. Dua ekor anjing betina itu biarpun sudah agak tua tentu lebih lunak dagingnya dan lebih hangat darahnya!" kata Pak-kwi-ong dan tiba-tiba saja, kedua tangannya mematahkan tulang kaki anjing dan melemparkan dua potongan tulang itu ke arah Ma Kim Li dan Tong Ci Ki, isteri-isteri dua orang pemimpin gerombolan itu.

Bukan main kuatnya lemparan ini dan dua batang tulang itu dengan kecepatan kilat menyambar ke arah dua orang wanita, tepat mengarah muka mereka. Kalau mengenai sasaran, biarpun dua orang wanita itu memiliki kekebalan, tentu akan menderita cidera.

Akan tetapi, dua orang wanita yang diserang itu bukan wanita-wanita lemah. Melihat sinar menyambar, mereka cepat mengelak dan dua batang tulang itu pun lewat dan tentu akan mengenai orang-orang di belakang mereka kalau saja anak buah mereka yang juga rata-rata lihai itu tidak cepat mengelak pula.

Sebagai dua orang wanita iblis yang mahir mempergunakan jarum-jarum beracun, terutama sekali Tong Ci Ki yang berjuluk Si Jarum sakti, kedua orang itu lalu melemparkan jarum-jarum beracun mereka ke arah Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi.

"Sing -sing –singgg……!”

Dan sinar yang kecil menyambar ke arah dua orang kakek itu, mengeluarkan suara berdesing nyaring, terutama sekali jarum-jarum yang dilepas oleh Tong Ci Ki ke arah Tung-hek-kwi, yang lebih kuat daripada jarum-jarum Ma Kim Li yang menyambar ke arah Pak-kwi-ong.

Akan tetapi, dua orang kakek itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis. Jarum-jarum yang mengenai kulit tubuh mereka rontok semua, dan sambil tersenyum mengejek mereka menyapu rontok jarum-jarum yang menancap di pakaian mereka.

Tentu saja dua orang wanita itu terkejut bukan main. Melihat ini, Siangkoan Leng dan Kwee Siong sudah memberi aba-aba dan dua puluh orang pembantu mereka itu sudah menerjang maju, menggerakkan senjata mereka mengeroyok dua orang kakek tua renta itu.

Terdengar Pak-kwi-ong tertawa-tawa dan dua orang kakek itu pun bangkit berdiri dan menyambut pengeroyokan itu. Hebat bukan main sepak terjang dua orang kakek itu. Mereka tidak memegang senjata, hanya mempergunakan kedua lengan mereka dan kedua kaki mereka, menghadapl keroyokan orang-orang yang bersenjata tajam.

Namun, karena kedua lengan dan kaki mereka itu kebal dan dapat menangkis senjata-senjata lawan, bahkan kalau tubuh mereka terkena tusukan senjata tajam yang datang bagaikan hujan senjata itu mental, bahkan ada yang patah, maka terjadilah kepanikan di antara para pengeroyok.

Dua orang kakek itu hanya mengelak kalau dua pasang suami isteri itu yang menyerang, baik dengan senjata maupun dengan tangan mereka karena dua pasang suami isteri ini merupakan orang-orang yang berbahaya serangannya.

Para penduduk dusun yang tidak tahu apa-apa, kini ada pula yang ikut mengeroyok. Mereka tidak mengenal mereka yang berkelahi, akan tetapi melihat betapa dua orang kakek tua itu tadi selain membunuh dua ekor anjing mereka, juga minum darah anjing dan makan dagingnya dengan mentah-mentah, tentu saja mereka condong untuk berpihak kepada dua puluh empat orang yang mengeroyok dua orang kakek itu.

Mereka menganggap bahwa tentu dua orang kakek itu merupakan iblis-iblis jahat, dan dua puluh empat orang itu adalah orang-orang gagah yang menentang kejahatan. Maka, tanpa diminta, ada beberapa orang penduduk yang merasa kuat, mengambil senjata dan ikut pula mengeroyok!

Melihat betapa para pengeroyoknya berkelahi dengan mati-matian, mengeroyok mereka seperti segerombolan anjing-anjing serigala kelaparan, dua orang datuk kaum sesat itu menjadi marah sekali.

Pak-kwi-ong mengeluarkan suara tertawa bergelak dan tahu-tahu dia telah menangkap dua orang pengeroyok dan membanting mereka. Terdengar bunyi keras dan kepala dua orang itu pecah berantakan, darah berhamburan bersama otak mereka. Juga Tung-hek-kwi mengeluarkan suara menggereng seperti seekor binatang buas dan seperti yang dilakukan Pak-kwi-ong, dia berhasil menangkap dua orang pengeroyok dan membanting mereka sehingga tubuh mereka remuk!

Melihat ini, dua pasang suami isteri itu menjadi marah sekali. Dengan aba-aba mereka memberi semangat, bahkan mereka mempergunakan pedang untuk melakukan serangan dengan gencar, dibantu oleh para teman mereka.

Namun, dua orang kakek itu memang memiliki kesaktian yang jauh melampaui kepandaian mereka. Mereka berdua mengamuk dan dalam waktu singkat saja, masing-masing telah menewaskan dua orang anak buah gerombolan dan dua orang penduduk yang ikut-ikut mengeroyok.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar