*

*

Ads

Kamis, 19 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 044

"Wah, anak ini berbahaya, sebaiknya dibunuh saja!"

Tung-hek-kwi berseru sambil mengangkat tangan. Akan tetapi Pak-kwi-ong mencegahnya dan dia pun mengedipkan mata kepadanya.

"Bunuhlah! Aku tidak takut mati! Kelak kalian akan kubunuh!"

Anak itu tetap membentak dan matanya mencorong menatap wajah Tung-hek-kwi yang menyeramkan itu, sedikit pun tidak mengenal takut. Sikapnya ini tidak memarahkan hati Tung-hek-kwi, sebaliknya malah membuat dia kagum dan merasa semakin suka.

"Anak baik, engkau salah paham. Kami bukan pembunuh Ayah Ibumu. Bukan kami yang membunuh mereka……."

“Bohong! Aku melihat dengan mataku sendiri betapa engkau membunuh Ayahku, kakek gendut dan engkau yang membunuh ibu, kakek hitam!" Bi Lian menudingkan telunjuknya bergantian kepada mereka. "Kelak aku akan menuntut balas!"

"Ah-ah, engkau tidak mengerti. Memang tangan kami….. "

“Kaki kalian yang membunuh!!" teriak Bi Lian, teringat betapa dua orang kakek itu menendang mati ayah dan ibunya.

"Benar, memang kaki kami yang melakukan pembunuhan, akan tetapi itu hanya akibatnya saja. Kami sama sekali tidak bermusuhan dengan Ayah ibumu, mengenal mereka pun tidak! Mereka tewas sebagai akibat perkelahian dan yang menjadi biang keladi adalah dua pasang suami isteri. Merekalah yang sesungguhnya membunuh orang tuamu, menjadi sebab kematian Ayah Ibumu!"

"Benar, Pak-kwi-ong berkata benar dan dia bukan pembohong!" kata pula Tung-hek-kwi, mengangguk-angguk.

Bi Lian menjadi bingung dan mengerutkan alisnya.
"Apa maksudmu? Jangan memutar-balik, kalian menendang mati Ayah Ibuku, bagaimana menyalahkan orang lain?"

"Tahu akibat harus tahu sebabnya!" kata pula Pak-kwi-ong. "Aku dan Tung-hek-kwi sedang berada di dusun itu, lalu datanglah dua pasang suami isteri Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) dan suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan. Mereka membawa dua puluh orang bahkan mengerahkan penduduk dusun itu untuk mengeroyok kami berdua. Terjadilah perkelahian sehingga banyak yang jatuh dan tewas, di antaranya Ayah dan Ibumu yang menjadi korban karena dihasut dan dipaksa oleh dua pasang suami isteri itu untuk memusuhi kami. Kami tidak mengenal Ayah Ibumu. Nah, kalau begitu bukankah yang bersalah itu dua pasang suami isteri tadi? Andaikata mereka tidak mengajak orang-orang dusun mengeroyok kami, perlu apa kami membunuh orang-orang dusun termasuk Ayah dan Ibumu?"

Bi Lian adalah seorang gadis cilik yang amat cerdik. Sejak tadi ia sudah maklum bahwa dua orang kakek ini memiliki kesaktian yang hebat sekali mungkin tidak kalah oleh suhu dan subonya. Dan mendengar keterangan dari Pak-kwi-ong itu, ia pun dapat melihat kebenarannya. Jelas, yang menyebabkan kematian ayah ibunya adalah dua pasang suami isteri itu!

"Jadi, kalau engkau hendak membalas dendam, balaslah kepada dua pasang suami isteri itu, dan hal itu pasti akan terlaksana kalau engkau menjadi murid seorang di antara kami." kata pula Tung-hek-kwi yang biasanya tidak banyak cakap.

Hati Bi Lian menjadi bimbang. Ia tidak tahu siapa di antara dua orang kakek ini yang lebih lihai dan tiba-tiba ia mempunyai akal yang amat baik.

"Aku hanya mau menjadi murid kalian berdua, bukan seorang di antara kalian. Kalau kalian berdua mau mengajarku sehingga kelak aku dapat membalas dendam kepada dua pasang suami isteri itu, biarlah aku suka menjadi murid kalian." katanya.

Dua orang kakek itu saling pandang. Anak ini benar-benar mengagumkan hati mereka dan syarat itupun dapat mereka terima.

"Kita kerja sama... ? Ha-ha-ha!" Pak-kwi-ong tertawa dan Tung-hek-kwi mengangguk.

"Kita sudah tua, usia kita takkan lama lagi. Apa salahnya kita bekerja sama membentuk anak ini agar kelak dapat mengangkat nama kita?" kata Tung-hek-kwi.

Demikianlah, mulai saat itu, Cu Bi Lian menjadi murid Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi. Dua orang dari Empat Setan ini amat sayang kepada Bi Lian karena anak itu memperlihatkan watak yang cocok dengan mereka. Keras, ganas dan berani, juga cerdik bukan main.






Mereka sama sekali tidak tahu bahwa murid mereka itu adalah keturunan dari datuk-datuk sesat yang tidak kalah besar namanya dari mereka sendiri, yaitu cucu dari mendiang Siangkoan Lojin Si Iblis Buta, dan cucu luar dari Raja dan Ratu Iblis yang pernah mengguncangkan seluruh dunia kang-ouw!

Dan agaknya Bi Lian menuruni watak para kakek dan nenek moyangnya sehingga ia menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan manis namun ganas keras dan penuh keberanian. Dan karena dua orang kakek datuk sesat itu amat sayang kepadanya, mereka pun tanpa ragu-ragu dan sama sekali tidak pelit untuk menurunkan seluruh kepandaian yang mereka miliki kepada murid tunggal mereka.

Mereka mengharapkan agar murid mereka itu, biarpun seorang wanita, kelak akan menjadi jagoan nomor satu atau setidaknya akan mengangkat nama besar mereka yang menjadi gurunya.

Demikianlah riwayat Cu Bi Lian atau yang sesungguhnya she Siangkoan itu karena ia di luar tahunya adalah anak kandung suhu dan subonya yang pertama, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu.

Selama kurang lebih sepuluh tahun ia digembleng oleh kedua orang gurunya sehingga Bi Lian menjadi seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa. Tentu saja watak yang seperti iblis dari dua orang gurunya itu, sedikit banyak berpengaruh dalam membentuk watak Bi Lian sehingga ketika ia meninggalkan dua orang gurunya yang kini sudah amat tua itu, ia telah menjadi seorang gadis yang selain amat tinggi ilmu silatnya, juga memiliki watak yang aneh dan kadang-kadang ganas sekali.

Pertemuannya tanpa disengaja dengan Hay Hay membuat hatinya terganggu. Mula-mula ia merasa muak dan membenci pemuda itu yang dianggapnya mata keranjang, akan tetapi ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu tidak melakukan hal-hal yang melanggar kesusilaan dan tidak mengganggu gadis-gadis itu, ia pun tidak peduli. Juga, karena pemuda itu tidak melawannya ketika ia usir dari dalam ruangan kuil tua, ia pun lalu mencoba untuk melupakan pemuda yang tampan dan suka bergurau dan pandai merayu itu.

Peduli setan, pikirnya dan Bi Lian tidak peduli lagi di mana pemuda itu akan melewatkan malam, asal tidak di dalam kuil tua. Malam ini ia harus beristirahat yang enak dan tidak terganggu agar besok tenaganya pulih kembali karena ia akan melanjutkan perjalanannya yang sukar, yaitu mencari musuh-musuh besarnya. Mereka adalah dua pasang suami isteri yang namanya terkenal di dunia kang-ouw, yaitu Lam-hai Siang-mo dan suami isteri dari Guha Iblis Pantai Selatan.

Sementara itu, Hay Hay sendiri juga merasa penasaran bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita dan agaknya memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, akan tetapi wataknya demikian galak dan ganas. Terpaksa dia menjauhi kuil tua itu dan akhirnya dia pun memilih tempat dekat sungai kecil airnya jernih yang mengalir di luar dusun. Dia kembali ke tempat itu dan duduk di atas batu besar di mana dia bertemu dengan para gadis dusun pagi tadi.

Selagi ia mengumpulkan kayu bakar untuk membuat api unggun sebentar malam, tiba-tiba. dia mendengar suara ketawa tertahan. Cepat dia menoleh dan ternyata yang datang adalah gadis bertahi lalat di dagunya dan gadis hitam manis yang matanya indah.

"Aih, kalian lagi gadis-gadis manis. Hendak ke manakah sore-sore begini, Nona-nona manis?" tegur Hay Hay dan dua orang gadis itu tersenyum gembira, akan tetapi mereka menoleh ke kanan kiri seperti orang merasa ketakutan kalau-kalau ada orang lain melihat pertemuan mereka dengan pemuda itu.

“Sstttt….!" kata gadis bertahi lalat yang menaruh telunjuk di depan mulut, lalu bersama temannya ia menghampiri Hay Hay. "Hay-ko (Kakak Hay), jangan keras-keras, takut ada yang mendengar. Engkau... tadi tidak apa-apakah?"

Hay Hay tersenyum dan menggeleng kepala.

"Kami khawatir sekali, Hay-ko.” Kata gadis manis bermata indah. "Kemudian kami mendengar bahwa engkau sore ini kembali lagi ke sini, agaknya hendak bermalam di tempat terbuka ini."

Hay Hay menggerakkan pundaknya.
"Yah, begitulah. Habis bagaimana lagi kalau semua penduduk dusun tidak ada yang sudi menerima diriku untuk bermalam?"

"Kami mendengar dan merasa kasihan, Hay-ko. Nih, aku membawa selimut untukmu. Kaupakailah agar malam ini engkau tidak kedinginan dan tidak diganggu nyamuk." kata gadis bertahi lalat, mengeluarkan sehelai selimut tebal yang dilipat rapi dan tadi disembunyikan di dalam keranjang sayurnya.

"Dan ini aku membawa daging panggang untukmu, Hay-ko. Hanya ini untuk sekedar penambah makan malammu, Hay-ko." kata gadis hitam manis.

Hay Hay yang tadinya tersenyum gembira itu, kini memandang dengan mata mengandung keharuan. Ingin dia merangkul dan mencium dua orang gadis ini untuk rnenyatakan rasa sukur dan terima kasihnya. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani melakukan hal itu karena takut akan akibatnya yang tentu tidak baik bagi mereka berdua.

"Ah, kalian sungguh baik sekali!" serunya terharu. "Kenapa kalian bersusah payah untukku? Kalian tahu, kalau sampai terlihat kepala dusun atau penduduk dusun, tentu kalian akan mendapat marah."

"Biar saja mereka marah!" Gadis bertahi lalat berkata penasaran. "Si A-Iiong itu hanya iri hati dan cemburu. Huh, tak tahu malu!"

Hay Hay tersenyum.
"A-liong siapakah yang kaumaksudkan? Pemuda tinggi besar yang hendak menghajarku itu?"

Gadis hitam manis mengangguk.
"Benar, dia mencinta Siauw Lan….."

"Akan tetapi aku tidak sudi padanya!" Siauw Lan gadis bertahi lalat di dagunya itu memotong. "Pula, apa salahnya kalau kami berkenalan denganmu, Hay-ko? Engkau seorang pemuda yang baik dan menyenangkan, tidak seperti mereka. Aku... kami... suka padamu……"

Hay Hay semakin terharu dan dipegangnya tangan dua orang gadis itu dengan kedua tangannya. Tangan-tangan hangat dan tulus.

"Kalian memang Adik-adikku yang cantik manis dan berhati baik. Aku berterima kasih padamu. Percayalah, aku pun suka sekali kepada kalian dan selamanya aku takkan melupakan gadis-gadis di dusun ini yang manis-manis. Akan tetapi, sekarang sebaiknya kalian pulang saja sebelum hari menjadi malam. Sungguh tidak enak bagi kalian kalau sampai kelihatan orang lain kalian datang menjengukku, apalagi membawakan setimut dan makanan."

Dua orang gadis itu pun merasa terharu walaupun mereka girang sekali dapat saling berpegang tangan dengan pemuda yang mereka kagumi itu.

"Hay-ko, engkau tentu akan lama tinggal di sini, bukan?" tanya Si Gadis Bertahi Lalat.

"Benar, jangan tergesa-gesa pergi, Hay-ko, kami ingin menjadi sahabat-sahabatmu. Besok pagi-pagi kami akan datang lagi, mungkin dengan teman-teman. Setiap pagi kami mencuci pakaian dan mandi di sini, dan kami dapat menjengukmu….." kata gadis kedua.

Hay Hay menggeleng kepala dan sebagai gantinya mencium pipi atau bibir mereka, dia membungkuk dua kali dan mencium punggung tangan mereka, lalu melepaskan tangan mereka.

"Aku besok pagi sekali harus melanjutkan perjalanan. Nah, pulanglah dan selamat berpisah, Nona-nona manis."

Dua orang gadis itu pun tersipu dengan jantung berdebar ketika punggung tangan mereka tersentuh hidung dan bibir pemuda itu, dan biarpun mereka merasa ogah dan tidak tega meninggalkan pemuda itu, karena cuaca mulai gelap, terpaksa mereka lalu berpamit dan meninggalkan tempat itu dengan dua pasang mata yang basah.

Mereka merasa sedih sekali mengingat betapa pemuda ini besok sudah tidak akan berada lagi di tempat itu dan mereka tahu bahwa ada sesuatu yang lenyap dari dalam hati mereka, meninggalkan kenangan indah yang hanya akan mendatangkan duka.

"Selamat tinggal, Hay-ko.”

"Semoga kita bertemu kembali kelak, suatu waktu……!”

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar