*

*

Ads

Jumat, 20 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 047

Pagi-pagi sekali Hay Hay sudah keluar dari daerah dusun dan pegunungan itu. Dia menuju ke barat karena dia sedang melakukan perjalanan untuk mencari keluarga Pek yang dulu tinggal di Tibet.

Semenjak dia menjadi murid See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai, keadaan dirinya membuat dia seringkali termenung dan termangu-mangu. Dua orang gurunya yang sakti itu pun tidak dapat menentukan dia anak siapa! Sejak bayi dia merasa menjadi putera suami isteri Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, yang tidak tahunya adalah sepasang suami isteri iblis yang berjuluk Lam-hai Siang-mo. Dan ternyata suami isteri itu bukan orang tuanya, melainkan telah menculiknya dari rumah keluarga Pek.

Kalau saja keluarga Pek mempunyai anak yang lumrah, tentu mudah sekali memastikan bahwa dia adalah anak keluarga Pek yang diculik oleh Lam-hai Siang-mo. Akan tetapi, dua orang gurunya yang sakti dan bijaksana memastikan bahwa dia bukan putera keluarga Pek, karena sudah dipastikan oleh para Dalai Lama bahwa putera keluarga Pek adalah seorang Sin-tong (anak ajaib) yang mempunyai tanda merah di punggungnya! Sedangkan dia tidak mempunyai tanda merah itu! Jelas, menurut kedua orang gurunya, dia bukan putera keluarga Pek!

Satu-satunya petunjuk tentang keadaan dirinya hanya bisa diharapkan datang dari keluarga Pek. Mereka tentu tahu siapa dia, siapa orang tuanya dan mengapa dia ketika bayi dapat berada di tangan keluarga Pek sehingga diculik oleh Lam-hai Siang-mo.

Inilah sebabnya maka Hay Hay kini menuju ke barat untuk mencari keluarga Pek dan menyelidiki tentang asal-usul dirinya yang sebenarnya. Akan tetapi dia tidak tergesa-gesa dan melaksanakan keinginannya menemui keluarga Pek sambil lalu saja, yang terpenting baginya adalah menikmati perjalanan yang amat jauh itu.

Dia pernah melakukan perjalanan jauh seperti ini, akan tetapi dari barat ke timur, yaitu beberapa tahun yang lalu, ketika dia berusia kurang lebih tiga pelas tahun dan meninggalkan See-thian Lama untuk mengikuti gurunya yang baru, Ciu-sian Sin-kai menuju ke Pulau Hiu di lautan Pohai. Kalau dulu dia datang dari barat menuju ke timur, sekarang sebaliknya, dia datang dari pantai Pohai menuju ke barat, ke Tibet!

Dengan santai Hay Hay melakukan perjalanan dan sebelum dia menuruni bukit terakhir, dia berhenti lebih dulu dan membalikkan tubuhnya menghadap ke timur, untuk menikmati keindahan matahari terbit.

Bola merah yang besar itu perlahan-lahan tersembul dan naik ke atas. Hay Hay tidak berani terlalu lama memandang bola api itu, walaupun sinarnya belum terlalu menyilaukan, namun dia tahu bahwa hal itu tidak baik bagi matanya. Yang dinikmati adalah keindahan cahaya merah itu bemandikan segalanya yang berada di permukaan bumi, dan cahaya merah kuning biru yang mewarnai awan-awan yang membentuk berbagai macam corak, demikian kaya dengan bentuk sehingga kita dapat membentuk awan-awan itu menjadi bentuk apa saja menurut khayal kita yang paling ajaib.

Setelah puas menikmati keindahan alam di waktu pagi, Hay Hay membalikkan tubuhnya lagi dan hendak menuruni lereng bukit terakhir. Akan tetapi tiba-tiba dia tertegun karena tak jauh di depannya, hanya belasan meter jauhnya, telah berdiri tegak seorang wanita yang bukan lain adalah gadis galak semalam! Namun hanya sebentar dia tertegun. Dia tidak kehilangan keluwesannya dan segera tersenyum ramah dan melangkah maju menghampiri lalu menjura.

"'Selamat pagi, Nona yang gagah perkasa! Sungguh pagi yang amat cerah dan indah, bukan?"

Akan tetapi gadis jelita dan manis itu cemberut. Aneh, pikir Hay Hay, kenapa gadis ini cemberut dapat nampak demikian manisnya? Apanya yang membuatnya demikian manis? Segalanya memang indah bentuknya, dan wajah itu ayu akan tetapi apanya yang paling menonjol? Dia menyelidiki keadaan gadis itu dengan penuh perhatian!

"Aku tidak tanya dan tidak peduli pagi ini cerah indah atau muram buruk! Aku berada di sini sengaja menantimu dan bicara denganmu!”

"Ahai, lebih baik lagi kalau begitu! Ah, kalau saja aku tahu Nona menantiku di sini, tentu tadi aku akan bersicepat dan tidak membiarkan diri terpesona oleh kecantikan alam di waktu pagi." Dengan ucapan itu dia seolah-olah hendak memuji bahwa keindahan gadis itu tidak kalah oleh keindahan alam pagi. "Suatu kehormatan yang teramat besar bagiku. Tidak tahu Nona hendak menyampaikan berita bahagia apakah kepada diriku yang miskin ini?”.

Sejenak Bi Lian, gadis itu, tertegun juga. Betapa indahnya kata-kata yang dikeluarkan oleh pemuda ini, sambil tersenyum, wajahnya berseri, sepasang matanya yang tajam itu memandang lembut. Akan tetapi ia teringat bahwa pemuda ini adalah seorang perayu wanita, seorang laki-laki mata keranjang, maka ia memasang muka cemberut lagi. Lebih cemberut daripada tadi. Akan tetapi lebih manis, pikir Hay Hay.

"Tak usah merayu dengan kata-kata indah! Aku menantimu untuk mengajakmu membuat perhitungan dan melunasi hutang-pihutang antara kita!"






Diam-diam Hay Hay terkejut dan juga heran. Dia maklum yang dimaksudkan dengan hutang-pihutang tentulah urusan perselisihan di antara mereka. Akan tetapi seingatnya, tidak ada lagi urusan di antara mereka. Bukankah dalam urusan ruangan di kuil tua dia sudah mengalah dan pergi, kemudian perkelahian semalam itu terjadi hanya karena salah paham dan salah duga terhadap dirinya? Dia anggap sudah habis dan selesai, kenapa nona ini bicara tentang penyelesaian hutang-pihutang? Akan tetapi wajahnya tetap berseri dan dia memasang muka gembira.

"Wah, menarik sekali!" Hay Hay menurunkan buntalan pakaiannya dan duduk di atas batu dl tepi jalan kecil itu, seperti orang yang ingin sekali mendengarkan sebuah cerita yang menarik. "Berapakah hutangku kepadamu dan bagaimana aku harus membayarnya, Nona? Aku seorang perantau miskin……"

"Bukan engkau yang masih ada hutang, akan tetapi aku yang hutang kepadamu."

"Aih, semakin menarik dan menyenangkan saja. Akan tetapi sungguh mati aku sudah lupa lagi kapan Nona berhutang kepadaku dan berapa jumlahnya?"

“Pertama-tama aku mengusirmu dari kuil dan ke dua, aku telah menuduhmu melakukan perbuatan terkutuk yang tidak kaulakukan. Nah, aku telah hutang dua kali kepadamu dan aku ingin melunasinya sekarang!"

"Ehhh…..?" Sekali ini senyumnya menghilang dari wajah Hay Hay karena memang dia heran sekali. "Lalu bagaimana engkau akan melunasi hutang-hutang itu, Nona?"

Gadis itu memperlihatkan kedua lengannya yang diulur dengan jari-jari tangan terkepal.
"Dengan ini! Bagaimana lagi orang-orang seperti kita menyelesaikan perhitungan kecuali dengan mengadu ilmu silat? Majulah dan bersiaplah, kita harus bertanding untuk membereskan perhitungan!"

"Wah-wah-wah !" Hay Hay mengangkat kedua tangannya ke atas kepala dan menggeleng-geleng kepala. "Kalau seperti itu pembayarannya, sudahlah, jangan kaubayar saja hutang-hutangmu, Nona! Aku sudah rela dan biarlah hutang-hutangmu itu kuanggap lunas saja!"

"Apa!" Gadis itu memandang dengan mata mendelik. "Engkau mau menghina aku rupanya! Kauanggap aku tidak mampu melunasi hutang-hutangku?"

"Eh, bukan begitu! Tapi…..., wah kenapa pembayarannya harus seperti itu? Aku tidak merasa menghutangkan, aku tidak menaruh dendam sakit hati, dan aku tidak mengharapkan pembayaran. Sudahlah, hutang-hutangmu sudah lunas dan kita jangan membuat hutang-hutang lagi, Nona."

Hay Hay lalu mengambil buntalan pakaiannya, akan tetapi tiba-tiba dia meloncat dengan elakan yang amat cepat karena pada saat itu ada angin pukulan yang panas dan kuat sekali menyambar ke arahnya, dibarengi bentakan nona itu.

"Heiiiitttt……! !"

"Brakkk…..!"

Batu yang tadi diduduki Hay Hay pecah berantakan ujungnya terkena pukulan tangan gadis yang lihai itu. Debu mengepul dan Hay Hay terbelalak. Gadis itu memukul sungguh-sungguh! Kalau dia tidak cepat mengelak dan kena pukulan seampuh itu tentu dia akan celaka, mungkin tewas atau paling tidak terluka parah. Sungguh seorang gadis yang cantik jelita, manis, lihai akan tetapi ganas bukan main!

"Eh-eh, tahan dulu, Nona! Bagaimana sih engkau ini? Engkau merasa bersalah dan berhutang kepadaku, kenapa membayarnya bahkan dengan penambahan hutang yang lebih besar lagi? Bagaimana kalau sampai aku kena pukulanmu dan mati?"

"Berarti aku tidak hutang lagi kepadamu. Tidak ada orang berhutang kepada orang yang sudah mati."

Kalau saja nona itu tidak bicara sambil merengut, tentu Hay Hay akan menganggapnya main-main atau kelakar.

“Lalu bagaimana kalau sampai aku tidak dapat kaukalahkan?" Hay Hay menyelidik.

"Kalau aku yang mati, berarti hutangku juga lunas. Tidak ada orang mati mempunyai hutang kepada siapapun juga!"

Wah, pikir Hay Hay. Gadis ini bicara serius, akan tetapi ucapannya sungguh bocengli (tidak pantas)! Mana ada orang merasa bersalah dianggap hutang dan pembayarannya harus saling membunuh? Diam-diam dia memandang penuh perhatian. Seorang gadis yang benar-benar amat cantik, dan usianya tentu tidak berselisih banyak dengan usianya sendiri.

"Kau aneh, Nona."

"Sudahlah, aku tidak ingin mendengar pendapatmu tentang diriku. Hayo bersiap, kita lanjutkan penyelesaian hutang-pihutang ini!"

Bi Lian sudah siap lagi untuk melakukan penyerangan. Kuda-kudanya amat indah akan tetapi aneh, kaki kanan berdiri tegak lurus di atas jari-jari kaki-kaki kiri ditekuk seperti kaki burung, tangan kanan diacungkan tinggi ke atas kepala, tangan kiri menyembah di dada, leher dimiringkan dan napas ditahan! Agaknya gadis itu sudah siap untuk melancarkan pukulan maut yang aneh lagi!

"Nanti dulu...! Nanti dulu, Nona." Hay Hay berkata cepat-cepat mendahului agar nona itu tidak keburu menyerang.

"Ada apa lagi? Cerewet benar engkau!" nona itu mengomel.

"Sebelum aku kaupukul mati, aku berhak untuk tahu siapa yang hutang kepadaku dan membayarnya dengan pukulan maut. Atau, menurut engkau, aturannya tidak boleh memperkenalkan nama dan sembunyi-sembunyi saja?"

"Huh!" Bi Lian mendengus melalui hidungnya. "Siapa sembunyi? Kaukira aku takut mempertanggung jawabkan? Namaku adalah Cu Bi Lian…."

"Nama yang amat indah dan cantik, seperti pemiliknya…."

"Aku tidak butuh pujianmu!"

"Aku tidak memuji, melainkan terus terang saja. Engkau sungguh cantik jelita, memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, dan memiliki nama yang indah. Bi Lian (Teratai Cantik), sungguh nama yang hebat. Sayang sekali….."

"Apa sayang?"

Bi Lian cepat memotong dan diam-diam Hay Hay tersenyum di dalam hatinya. Bagaimanapun juga, gadis ini tetap seorang wanita yang wajar dan ingin sekali mendengar pujian, pantang mendengarkan celaan, maka cepat-cepat gadis itu bertanya ketika dia berkata sayang.

Hay Hay cukup cerdik untuk tidak mengucapkan celaannya. Di dalam hatinya dia berkata sayang bahwa gadis yang cantik dan lihai itu berperangai ganas dan kejam, akan tetapi mulutnya tidak mengatakan demikian. Belum pernah dia mencela seorang wanita, baginya wanita hanya pantas dipuji, tidak layak dicela!

"Sayang kalau aku mati olehmu, aku tidak lagi dapat menikmati kecantikanmu, dan engkau tidak lagi ada yang memuji."

"Sudahlah, jangan cerewet. Siap menghadapi seranganku!" kata Bi Lian dan Hay Hay melihat betapa wajah ltu tidak beringas lagi seperti tadi, melainkan menjadi manis karena ada senyum puas membayang di bibir yang merah membasah itu.

"Nanti dulu, nanti dulu! Aku sudah mengenal namamu, akan tetapi engkau belum mengenal namaku, Nona Cu Bi Lian yang cantik."

"Namamu... Kakak Hay, aku sudah tahu! Engkau perayu dan mata keranjang, gila perempuan. Itu saja! Nah, sambutlah ini!"

Dan ia pun sudah menerjang lagi dengan hebatnya tanpa memberi kesempatan kepada Hay Hay untuk banyak cakap lagi!

“Haiiiittt…..!"

Serangan itu demikian ganas sehingga untuk menghindarkan diri, Hay Hay menjatuhkan diri di atas tanah dan bergulingan menjauh, melompat berdiri lagi.

"Nanti dulu, kurasa engkau telah berbohong kepadaku, Nona!"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar