*

*

Ads

Sabtu, 21 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 052

Hebat sekali jurus tangan terbuka dari Pek-sim-kun ini. Kakek gendut menyambutnya dengan tangkisan sambil mengeluarkan seruan kagum.

"Dukk! Desss …….!"

Benturan dua tenaga dahsyat membuat bumi di bawah mereka seolah-olah tergetar dan kakek gendut ini melangkah rnundur tiga tindak, sedangkan Han Siong agak terhuyung saking hebatnya tenaga lawan yang menangkisnya.

"Ha-ha-ha, ilmu silatmu hebat, berdasarkan ilmu Siauw-lim-pai. Sungguh engkau seorang pemuda yang mengagumkan, akan tetapi juga menjengkelkan karena engkau telah mengganggu aku!"

Kini Han Siong sudah merasa yakin bahwa dia berhadapan dengan seorang kakek sakti, maka kesempatan ini dia pergunakan untuk berkata.

"Harap Locianpwe memaafkan kelancangan saya tadi..."

"Enak saja. tidak ada maaf-maafan, hayo sambut seranganku ini!" kata kakek itu yang agaknya timbul kegembiraannya karena mendapatkan seorang lawan tangguh dan kini tubuhnya sudah "menggelinding" lagi ke depan, mengirim serangan yang lebih dahsyat daripada tadi.

Melihat ini, Han Siong mengerutkan alisnya. Agaknya kakek itu bersungguh-sungguh hendak membunuh atau melukainya, maka dia pun terpaksa harus membela diri. Dan karena lawannya bukan orang sembarangan, serangannya amat berbahaya, dia pun cepat mengerahkan semua tenaga dan kini dia mainkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari suhu dan subonya selama delapan tahun ini di kuil Siauw-lim-pai, di dalam kamar Penebus Dosa.

Harus diketahui bahwa selain ilmu-ilmu yang cukup bersih yang dulu diperolehnya dari gurunya, yaitu Ciu-sian Lo-kai, Siangkoan Ci Kang juga memiliki ilmu-ilmu dari ayahnya, seorang datuk sesat yang berjuluk Iblis Buta. Ilmu-ilmu dari ayahnya ini banyak yang bersifat kotor dan kejam. Semua ilmu ini oleh Siangkoan Ci Kang diajarkan kepada Han Siong sehingga pemuda ini selain menerima ilmu yang bersih, juga menerima ilmu silat yang sifatnya kotor dan curang, seperti biasa sifat ilmu-ilmu berkelahi dari golongan sesat.

Apalagi dari subonya, dia memperoleh ilmu-ilmu kesaktian yang ganas sekali mengingat bahwa subonya adalah anak tunggal dari mendiang Raja dan Ratu Iblis. Maka ketika kini dia mengeluarkan ilmu-ilmunya, kakek gendut itu beberapa kali mengeluarkan seruan kaget dan heran.

"Ihh, ganas, keji …..! Ilmu setan! Ilmu iblis!"

Berkali-kali kakek itu berseru penasaran sambil mengelak atau menangkis. Mendengar seruan-seruan ini, Han Siong merasa malu juga. Dia pun sudah mendapat penjelasan dari suhu dan subonya akan sifat ilmu-ilmu yang dipelajarinya. Bahkan suhunya berkata antara lain demikian.

"Baik buruk atau baik jahatnya suatu ilmu tergantung dari penggunaannya, muridku, tergantung daripada manusianya yang mempergunakan ilmu itu. Akan tetapi harus diketahui bahwa dalam ilmu silat, memang terdapat ilmu-ilmu yang sifatnya memang jahat, kejam, curang dan licik. Ilmu-ilmu silat semacam itu dipergunakan oleh kaum atau golongan sesat. Karena kami berdua memiliki lebih banyak ilmu silat kaum sesat itu, maka kami ajarkan keduanya kepadamu dengan harapan agar engkau mengerti benar bahwa yang penting adalah penggunaannya. Pergunakanlah ilmu-ilmu itu untuk membela kebenaran dan keadilan, sedangkan ilmu silat yang sesat itu dapat kaupergunakan untuk menghadapi lawan golongan sesat dan untuk memperoleh kemenangan dalam suatu perkelahian. Akan tetapi jangan sekali-kali dipergunakan untuk kejahatan, karena betapapun bersihnya suatu ilmu, kalau dipergunakan untuk kejahatan, ilmu itu pun menjadi ilmu kotor ."

Kini, teringat akan pesan gurunya, Han Siong merasa malu. Kakek yang menjadi lawannya ini adalah orang aneh yang memaksanya bertanding. Akan tetapi dia belum mengenalnya, belum tahu dari golongan mana kakek ini. Maka, memalukan kalau dia harus mengeluarkan ilmu-ilmu yang bersifat curang dan kejam itu.

Cepat dia pun merobah gerakannya dan kini Han Siong bersilat dengan gerakan yang lemah lembut, halus seperti orang menari, namun di balik kehalusan itu tersembunyi kekuatan yang dahsyat. Itulah Ilmu Silat Kwan-im-kun!

Kakek gendut itu mengeluarkan seruan kaget dan heran ketika Han Siong pertama kali mengeluarkan jurus Ilmu Silat Kwan-im-kun, dan dia selalu mengelak dengan loncatan-loncatan ke kanan kiri dan setelah dia yakin benar akan ilmu silat pemuda itu, tiba-tiba tubuhnya meloncat jauh ke belakang.

"Haiii, engkau mainkan ilmu silat dari Kwan Im Nio-nio! Ia itu apamukah?" tanyanya dengan mata terbelalak.

Mendengar nama ini, Han Siong terus terang menjawb,
"Saya tidak mengenal Kwan Im Nio-nio, Locianpwe."






"Mustahil! Jangan bohong kau! Engkau memainkan ilmu silatnya dan engkau mengatakan tidak mengenal pemiliknya? Kalau begitu, tentu engkau mencuri ilmunya itu!"

"Saya mempelajarinya dari Suhu dan Subo."

"Siapa nama Suhu dan Subomu? Apakah mereka itu murid Kwan Im Nio-nio? Rasanya tidak mungkin. Perempuan angkuh itu tidak pernah mau mempunyai murid, katanya ingin membawa mati semua ilmunya."

"Bukan, Locianpwe. Suhu bernama Siangkoan Ci Kang dan Subo bernama Toan Hui Cu, dan mereka secara kebetulan saja menemukan kitab-kitab ilmu yang saya mainkan tadi."

"Di mana ditemukannya? Dan apakah Kwan Im Nio-nio masih hidup? Hayo ceritakan semua, orang muda."

Kakek itu kini bersikap ramah dan dia duduk begitu saja di atas tanah yang tertutup salju, wajahnya seperti seorang anak kecil yang siap mendengarkan dongeng yang menarik.

Melihat ini legalah hati Han Siong. Agaknya kakek aneh ini, sudah tidak memusuhinya lagi, maka dia pun lalu duduk di atas sebuah batu karena dia tidak ingin membiarkan celananya basah seperti kakek itu. Dia lalu menceritakan tentang pengalaman suhu dan subonya menemukan kitab-kitab dan pedang seperti yang diceritakan oleh mereka kepadanya.

Secara kebetulan dan tidak disengaja, ketika Siangkoan Ci Kang memeriksa kamar di mana dia harus menjalani hukuman, dia menemukan kitab-kitab yang ada gambarnya Kwan Im Pouwsat. Bersama Toan Hui Cu dia lalu mempelajari dua buah kitab itu yang mereka nama kan Kwan-im-kun dan Kwan-im Kiam-sut sesuai dengan gambar-gambar Kwan Im Pouwsat yang menghias sampul-sampul dua buah kitab itu.

Kemudian, beberapa tahun kermudian, giliran Toan Hui Cu yang menemukan lubang rahasia di kamar ia menjalani hukumannya. Ketika ia membongkarnya, lubang di lantai itu menembus ke sebuah kamar di bawah tanah dan di situ ia menemukan rangka manusia yang masih mengenakan pakaian seperti pakaian Dewi Kwan Im Pouwsat, dan di atas pangkuan kerangka manusia itu ia menemukan sebatang pedang tipis pendek.

Itulah pedang yang mereka namakan pedang Kwan-im-kiam yang kemudian mereka berikan kepada Han Siong sebagai tanda ikatan jodoh antara murid mereka itu dengan puteri mereka yang hilang diculik orang.

"Demikianlah, Locianpwe. Saya mewarisi kedua ilmu itu bersama pedangnya dari Suhu dan Subo yang menemukan semua itu di dalam kamar-kamar mereka di kuil Siauw-lim-si." Han Siong mengakhiri ceritanya tanpa menyebut tentang ikatan jodoh itu tentu saja.

Kakek gendut itu tiba-tiba menangis! Tentu saja Han Siong menjadi bengong. Dia mengamati dengan penuh perhatian, mengira bahwa kakek sakti ini tentu seorang yang sudah miring otaknya, atau memiliki watak yang demikian anehnya sehingga mendekati gila.

Kakek yang duduk di atas tanah bersalju itu menangis dengan kedua punggung tangan menghapus air mata, pundaknya bergoyang-goyang, perutnya yang gendut itu bergerak-gerak, persis seperti seorang anak kecil, dari mulutnya keluar suara tangisan yang parau. Diam-diam keadaan ini menimbulkan keharuan dalam hati Han Siong. Patut dikasihani kakek itu,pikirnya.

"Aihhh, perempuan, memang aneh sekali …..!" Kakek itu kini berhenti menangis dan bicara seperti kepada diri sendiri. "Kwan Im Nio-nio, nenek tua bangka, kenapa engkau menyiksa dirimu sampai demikian rupa? Hemm, aku mengerti, engkau agaknya hendak menghabiskan sisa umurmu untuk menebus dosa di dalam kuil, membawa ilmumu dan pedangmu mengubur diri di dalam kuil. Akan tetapi, ternyata ada orang-orang yang berjodoh denganmu sehingga mewarisi pedang dan ilmu-ilmumu."

Kembali dia terisak. Han Siong membiarkan saja kakek itu menangis sampai akhirnya dia berhenti menangis, memandang kepadanya dengan mata merah.

"Orang muda, siapakah namamu?"

"Nama saya Pek Han Siong, Locianpwe."

Kakek itu terbelalak dan memandang tajam.
"Engkau she Pek? Kalau begitu limu silatmu yang pertama tadi adalah ilmu silat dari Pek-sim-pang? Engkau masih ada hubungan dengan para ketua-ketua Pek-sim-pang?"

"Saya adalah keturunan Ketua Pek-sim-pang."

'Ehhh... ?"

Tiba-tiba kakek itu menggerakkan kedua tangannya ke depan dada, membuat gerakan-gerakan aneh dengan kedua tangannya sehingga Han Siong mengikuti gerakan-gerakan itu dengan heran.

"Jangan bergerak!" kakek itu membentak dan tubuhnya sudah menerjang ke depan.

Han Siong terkejut sekali ketika hendak mengelak, tiba-tiba tubuhnya tak dapat digerakkan! Dia segera sadar bahwa kakek itu telah menggunakan kekuatan sihir ketika berteriak melarang dia bergerak tadi. Dia pun segera mengerahkan kekuatan batinnya untuk melawan, akan tetapi ketika akhirnya dia mampu bergerak, baju di punggungnya sudah dirobek oleh kakek itu.

"Aih, benar …!" Kakek itu berteriak kaget. "Ada tanda merah di punggungmu dan engkau keturunan ketua Pek-sim-pang." Dan tiba-tiba saja kakek gendut itu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Han Siong!

Tentu saja Han Siong terkeut bukan main.
"Locianpwe... harap... harap jangan melakukan ini …..!” serunya.

"Paduka adalah Sin-tong yang telah lama menggegerkan seluruh daerah barat, sudah sepatutnya kalau saya menghormati paduka dan sudah sepatutnya kalau saya menyerahkan seluruh kepandaian yang ada kepada paduka ….."

Celaka, pikir Han Siong. Kakek ini benar-benar sinting!
"Locianpwe, bangkitlah dan mari kita bicara dengan baik-baik ….”

"Tidak, saya tidak akan bangkit lagi sampai mati sebelum paduka menyatakan mau menerima ilmu-ilmu yang akan saya ajarkan kepada paduka."

Gila, pikir Han Siong. Ini namanya dunia dan aturannya sudah terbalik semua. Biasanya, seorang calon murid yang memohon sambil berlutut agar diterima menjadi murid. Akan tetapi kini kakek yang sinting ini bahkan berlutut dan mohon kepadanya agar suka menerima ilmu-ilmu yang akan diajarkan oleh kakek itu kepadanya! Akan tetapi apa salahnya? Kakek ini sakti, dan agaknya mengenal baik pemilik kitab-kitab Kwan-im-kun yang namanya Kwan Im Nio-nio itu.

"Baik, Locianpwe, saya suka mempelajari ilmu-ilmu dari Locianpwe, akan tetapi ada syaratnya."

"Silakan sebutkan apa syarat itu. Berbahagialah saya kalau dapat memberi bimbingan kepada Sin-tong!” kakek itu bicara dengan suara yang gembira bukan main!

"Syaratnya ada dua: Pertama, saya hanya akan belajar satu tahun saja kepada Locianpwe karena banyak urusan harus saya selesaikan. Ke dua: Locianpwe agar bersikap biasa seperti seorang guru terhadap murid, jangan menyebut Sin-tong kepada saya, melainkan menyebut nama saya saja, dan saya akan menyebut Suhu kepada Locianpwe. Bagaimana?"

Kakek itu menarik napas panjang.
"Syarat ke dua itu berat, akan tetapi baiklah, Han Siong."

Kakek itu bangkit berdiri dan kini Han Siong yang cepat berlutut dan memberi hormat sambil menyebut

"Suhu".

"Mari kita duduk dan bicara. Aku ingin sekali mendengar tentang dirimu, Han Siong. Ah, betapa banyak sudah aku mendengar tentang dirimu yang dijadikan rebutan oleh semua orang gagah di dunia barat. Selama ini, di mana saja engkau bersembunyi?"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar