*

*

Ads

Selasa, 24 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 067

Karena sejak tadi dia memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan sedangkan lawannya menyerangnya dengan cepat, maka dia pun telah mengeluarkan banyak tenaga dan tubuh bagian atas yang tidak berbaju itu kini basah oleh keringat.

Tiba-tiba terdengar teriakan pendeta Lama yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, orang terlihai diantara tiga pendeta itu,

“Lihat, dia bukan Sin-tong! Tanda merah itu luntur oleh keringatnya!”

Semua orang kini dapat melihat dengan jelas, “tahi lalat” merah yang berada di punggung Hay Hay itu kini luntur karena keringatnya membasahi tanda yang dibuat dari tinta merah itu! Melihat ini, pendeta kurus pucat menjadi marah sekali. Dia kini tahu bahwa pemuda itu bukan Sin-tong, melainkan seorang pemuda yang memalsukan nama Sin-tong dan tadi telah mempermainkannya.

"Manusia jahat!" bentakan ini disusul oleh serangannya yang hebat.

Pendeta lama ini agaknya sudah marah sekali dan serangannya merupakan serangan maut. Dia menyerang dengan kedua ujung lengan bajunya yang menyambar bagaikan sepasang senjata yang ampuh melakukan totokan-totokan ke arah jalan darah di bagian depan. Bertubi-tubi kedua ujung lengan baju itu menotok ke arah tujuh titik jalan darah yang dapat mendatangkan maut apabila tepat mengenai sasaran!

"Celaka ….!"

Pek Ki Bu berseru kaget karena melihat betapa hebatnya serangan pendeta lama yang kurus pucat itu. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi dia mengenal serangan maut yang amat ampuh dan berbahaya sekali.

Namun, dengan gerakan lincah sekali Hay Hay sudah mengelak ke sana-sini dan masih mempergunakan langkah-langkah ajaibnya. Kini diapun tidak mau main-main lagi, menghadapi serangan yang sungguh-sungguh itu dia pun lalu mengeluarkan kepandaiannya.

Dengan sebuah jurus pilihan dari ilmu Silat Ciu-sian Cap-pik-ciang (Delapan Belas Pukulan Dewa Arak) dia membalas, tangan kanan mencengkeram ke depan dan ketika lawan mengelak ke kiri, tangan kirinya memapaki dengan tamparan.

“Plakkk……. !”

Tubuh kakek Lama yang kurus itu terpelanting! Masih untung bahwa pemuda itu tidak mempergunakan tenaga sepenuhnya sehingga ketika pundaknya kena ditampar, tulangnya tidak sampai patah-patah, hanya tubuhnya yang terpelanting dan terbanting ke atas tanah!

Semua orang terkejut dan Pek Eng memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga. Gerakan pemuda itu kini nampak demikian indah dan gagah, tidak ketolol-tololan seperti tadi. Dan dalam segebrakan saja pemuda itu mampu merobohkan pendeta Lama muka pucat yang demikian lihainya!

Hati Pek Eng menjadi kagum sekali dan mukanya berubah merah ketika ia teringat betapa tadi ia memandang rendah kepada pemuda itu. Akan tetapi pemuda itu bukan kakak kandungnya dan kembali ia merasa menyesal! Kalau saja pemuda itu kakak kandungnya, tentu ia sudah bersorak karena senang dan bangganya mempunyai seorang kakak yang demikian lihainya. Akan tetapi pemuda itu jelas bukan Pek Han Siong, karena bukankah tanda merah di punggungnya itu palsu belaka?

Sementara itu orang-orang Pek-sim-pang menjadi gembira bukan main dan mereka bertepuk tangan memuji, senang bahwa pendeta Lama yang mereka benci itu telah ada yang menandingi.

Pendeta Lama bermuka bopeng menjadi terkejut akan tetapi juga marah melihat temannya roboh. Dan dia pun mengeluarkan suara menggereng dahsyat dan tubuhnya sudah menerjang maju dengan cepat dan kedua tangannya mengeluarkan uap putih ketika dia melancarkan pukulan-pukulan maut yang mengandung angin pukulan dahsyat sampai debu mengepul di sekitarnya.

Hay Hay kembali mengeluarkan kelihaiannya. Dengan gerakan yang gagah dan lincah, tubuhnya mengelak dan tangannya menangkis dari atas ke bawah. Dua buah lengan yang mengandung tenaga sinkang bertemu dengan kerasnya.

"Dukk!!"

Akibatnya, tubuh pendeta Lama itu tergetar dan terhuyung, sedangkan Hay Hay masih berdiri tegak. Pendeta Lama bermuka bopeng itu maklum bahwa pemuda ini ternyata kuat bukan main. !

"Orang muda, siapakah engkau? Kenapa engkau mencampuri urusan kami dengan Pek-sim-pang?" dia bertanya karena hatinya menjadi ragu mendapat kenyataan bahwa pemuda yang sakti ini bukanlah Sin-tong dan tidak baik untuk menanam permusuhan dengan golongan lain. Juga dia perlu mengenal lawan yang tangguh ini agar urusan menjadi jelas.






Hay Hay tersenyum dan dengan tenang sekali dan kini mengenakan kembali bajunya yang tadi dilepas, sikapnya seperti tidak sedang menghadapi ancaman tiga orang pendeta Lama yang lihai.

"Sam-wi Losuhu adalah tiga orang tokoh dari Tibet, ingin mengenal namaku? Aku bernama Hay Hay dan aku akan mencampuri urusan siapa saja kalau kulihat disitu orang menggunakan kepandaian untuk memaksa para orang gagah disini, tentu saja aku tidak dapat tinggal diam saja. Keluarga Pek yang gagah perkasa ini dengan jujur mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang putera mereka, akan tetapi kenapa Sam-wi hendak memaksa dan menggunakan kepandaian untuk menekan?"

"Bocah sombong, engkau hendak menentang kami? Siapakah gurumu?" bentak pula pendeta Lama bermuka bopeng.

Melihat sikap ini, Hay Hay mengerutkan alisnya, akan tetapi dia masih tersenyum.
"Locianpwe, aku tidak perlu membawa nama suhu-suhuku yang mulia dalam urusan ini. Pergilah saja pulang ke Tibet dan jangan mengotorkan nama besar para pendeta Lama dengan perbuatan kekerasan yang tidak patut dilakukan pendeta-pendeta yang suci."

"Keparat sombong!"

Tiba-tiba pendeta Lama yang bertubuh tinggi besar sudah menerjang ke depan. Tubuhnya menyerang bagaikan seekor gajah marah. Angin besar terasa oleh orang banyak ketika tubuh yang tinggi besar itu menerjang maju dan bertubi-tubi kedua lengan panjang dan kaki panjang itu menyerang dengan pukulan dan tendangan ke arah Hay Hay.

Kembali semua orang menonton dengan hati tegang, terutama sekali Pek Ki Bu dan Pek Kong yang memiliki ilmu silat lebih tinggi daripada orang-orang Pek-sim-pang dan mereka berdua dapat mengikuti perkelahian itu lebih teliti lagi. Mereka maklum betapa lihainya tiga orang pendeta itu, maka tentu saja mereka mengkhawatirkan keselamatan pemuda yang berpihak kepada mereka itu.

Akan tetapi sekali ini, Hay Hay tidak berani main-main lagi. Dia pun tahu bahwa biarpun ilmu silatnya masih lebih tinggi daripada mereka bertiga, namun dia kalah pengalaman dan tiga orang pendeta itu merupakan lawan yang sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Dia pun cepat menggerakkan kakinya, mengelak ke sana-sini dengan cepat bukan main. Dia masih tetap menggunakan Jiauw-pouw-poan-soan untuk menghindarkan terjangan dahsyat dari pendeta Lama tinggi besar itu.

Dengan lincahnya, tubuhnya berloncatan ke sana-sini, kadang-kadang tubuhnya melejit-lejit, kedua kakinya digeser secara aneh dan kemanapun tangan dan kaki pendeta tinggi besar itu menyambar, tubuh Hay Hay selalu dapat mengelak dengan indah dan tepat sekali.

Melihat betapa pendeta tinggi besar itu tidak mampu mengenai tubuh lawan dengan semua serangannya, dua orang pendeta Lama lainnya cepat maju dan kini Hay Hay dikeroyok oleh mereka bertiga!

Tentu saja Hay Hay menjadi repot sekali! Tiga orang pendeta itu adalah tokoh-tokoh tingkat tiga dari Tibet, kini maju bersama. Tentu saja gabungan tiga tenaga itu amat kuatnya. Namun Hay Hay masih mampu mengelak, menangkis, bahkan membalas dengan serangan-serangan yang membuat tiga orang lawannya kadang-kadang terhuyung ke belakang.

Tepuk sorak semakin riuh menyambut kehebatan Hay Hay menghadapi pengeroyokan tiga orang pendeta itu. Keluarga Pek kini melongo. Biarpun mereka sudah tahu bahwa pemuda yang mengaku Sin-tong itu amat lihai, namun tak pernah mereka dapat membayangkan bahwa pemuda itu mampu menghadapi pengeroyokan tiga orang pendeta Lama yang demikian lihainya.

"Anak itu luar biasa sekali ……!"

Pek Ki Bu sampai berseru saking kagumnya. Pek Eng memandang dengan muka merah. Pemuda yang demikian lihainya, jauh lebih lihai dari ayahnya, bahkan dari kakeknya sendiri, dan ia tadi telah menantang pemuda itu! Kalau pemuda itu menghendaki, agaknya dalam segebrakan saja ia tentu sudah roboh!

Perkelahian itu berlangsung dengan amat cepatnya. Tiga orang pendeta Lama itu memang tangguh, apalagi mereka kini maju bersama. Bahkan kini pendeta kurus pucat mempergunakan kedua ujung lengan bajunya, pendeta muka bopeng mengeluarkan sebuah kipas sebagai senjata sedangkan pendeta tinggi besar mengeluarkan seuntai tasbeh yang dipergunakan sebagai senjata.

Hay Hay yang mengandalkan ilmu langkah ajaibnya menjadi kewalahan dan terpaksa dia pun menggunakan Ilmu Yan-cu Coan-in sehingga dia dapat mengerahkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) sepenuhnya. Tubuhnya kadang-kadang lenyap saking cepatnya dia bergerak, menyelinap diantara gulungan sinar senjata yang menyambar-nyambar dan mengepungnya. Para penonton menjadi kabur pandangan mereka, dan tidak mampu lagi mengikuti gerakan empat orang itu dengan jelas.

Hay Hay tidak mau melukai tiga orang pendeta Lama itu, apalagi membunuh mereka. Inilah yang membuat dia semakin kewalahan. Tiga orang lawan itu menyerangnya dengan sungguh-sungguh, dengan serangan maut, sedangkan dia hanya mempertahankan diri saja, dan serangan balasannya bukan ditujukan untuk merobohkan lawan, melainkan untuk membendung banjir serangan itu. Tentu saja keadaan seperti itu tidak menguntungkan dan diapun kini terdesak dan tertekan, berada dalam ancaman bahaya.

Maklum bahwa kalau dia terus melayani tiga orang lawan itu akhirnya dia tentu akan terpaksa melukai mereka karena kalau tidak dia sendiri yang akan celaka, Hay Hay lalu mengambil keputusan untuk mencoba ilmu barunya yang belum lama ini dipelajarinya dari Pek Mau San-jin selama setahun.

Diam-diam dia mengerahkan tenaga batinnya dan mulutnya berkemak-kemik membaca mantera, kemudian dia meloncat jauh ke belakang sampai kurang lebih enam meter. Ketika tiga orang lawannya mengejar, dia berseru dan suaranya lembut namun mengandung getaran yang amat kuat.

"Heii, tiga orang pendeta Lama dari Tibet, buka mata kalian dan lihat baik-baik siapa aku. Aku adalah Sin-tong yang siap untuk ikut dengan kalian ke Tibet, menghadap Dalai Lama!"

Semua orang terkejut karena ucapan itu seperti memaksa mereka untuk percaya bahwa pemuda itu benar-benar Sin-tong. Bahkan Souw Bwee sudah berseru dengan hati terharu.

"Anakku Pek Han Siong !"

Akan tetapi tangannya keburu dipegang oleh Pek Kong yang tidak ingin melihat isterinya lari kepada pemuda itu. Bagaimanapun juga, pengaruh suara Hay Hay itu tidak begitu hebat terhadap mereka karena ditujukan kepada tiga orang pendeta Lama.

Tiga orang pendeta itulah yang langsung menerima serangan ilmu sihir dari Hay Hay dan tiba-tiba mereka bertiga mengubah sikap mereka, menyimpan senjata masing-masing, lalu mereka menjura dengan hormat kepada Hay Hay! Bahkan pendeta muka bopeng yang agaknya menjadi juru bicara mereka, segera berkata dengan sikap hormat sekali.

"Marilah, Sin-tong, pinceng bertiga datang untuk menjemput dan mengantar Paduka ke Lasha di Tibet."

Hay Hay masih memandang dengn sinar mata mencorong, kemudian dia berkata.
"Aku lelah sekali, aku mau ke Tibet asal digendong."

"Pinceng yang siap menggendong Paduka!" kata pendeta Lama yang bertubuh tinggi besar, siap untuk menggendong Hay Hay.

Hay Hay lalu mengambil sebongkah batu besar yang berada tak jauh dari situ kemudian meletakkan batu itu di depannya. Kembali suaranya mengandung getaran kuat sekali ketika dia berkata,

"Sin-tong telah siap, angkat dan pondonglah ke Tibet!"

Suara itu mengandung kekuatan yang luar biasa, dan kini kakek pendeta Lama yang tinggi besar itu menghampiri batu dan segera mengangkat dan memondongnya, dipandang oleh dua orang rekannya. Kemudian, mereka bertiga lalu membalikkan tubuh dan berjalan hendak pergi meninggalkan tempat itu, Si Pendeta Tinggi Besar masih memondong batu besar tadi.

Tentu saja peristiwa itu membuat semua orang terheran-heran. Mereka merasa seperti sedang menonton pertunjukan sandiwara di panggung saja, atau pertunjukan pelawak. Melihat betapa pendeta tinggi besar itu menggendong batu besar seperti menggendong tubuh Sin-tong seperti yang diucapkan oleh pemuda itu, beberapa orang tak dapat menahan ketawanya, mereka tertawa karena merasa heran dan juga lucu. Suara ketawa amat mudah menular sehingga tak lama kemudian meledaklah suara ketawa.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar