*

*

Ads

Rabu, 25 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 073

Dengan muka merah Bu Hok lalu menghadapi Hay Hay dan menjura. Suaranya terdengar lantang dan jujur ketika dia berkata,

"Saudara Tang Hay, harap kau suka memaafkan kebodohanku tadi."

Song Un Sui juga buru-buru berkata,
"Dan aku pun minta maaf atas kecerobohanku, Saudara Tang."

"Aku sendiri mintakan maaf atas kelancangan mereka, Saudara Tang yang gagah perkasa," kata Ketua Kang-jiu-pang.

Melihat sikap dan mendengar ucapan tiga orang ini, Hay Hay merasa kagum bukan main dan sekaligus perasaannya terhadap mereka menjadi lain. Dengan cepat diapun menjura dan memberi hormat kepada mereka.

"Harap Sam-wi tidak berkata demikian! Sayalah yang mohon maaf, dan sikap Sam-wi ini membuktikan bahwa Kang-jiu-pang dipimpin oleh keluarga yang amat gagah perkasa, patut menjadi tauladan orang-orang yang mengaku dirinya gagah! Saya merasa kagum sekali!"

Tentu saja dengan adanya kata-kata ini, lenyap semua sikap bermusuhan tadi, bahkan diam-diam Song Bu Hok kagum sekali kepada Hay Hay. Dia mendekat dan memegang lengan Hay Hay dengan sikap yang bersahabat dan akrab.

"Saudara Tang Hay, sungguh aku kagum bukan main. Ilmu kepandaianmu memang hebat, dan sekarang aku tidak merasa ragu atau heran lagi untuk mempercayai kebenaran keterangan Eng-moi tadi bahwa engkau memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada kami."

"Ah, jangan memuji terlalu tinggi, Song-kongcu ….."

"Sudahlah, siapa mau disebut kongcu? Namaku Song Bu Hok, sebut saja namaku, dan aku menyebut namamu. Bukankah kita sudah menjadi sahabat? Malah sahabat akrab, karena sudah saling beradu lengan menguji ilmu. Bagaimana, Hay Hay? Maukah engkau menjadi sahabatku?"

Bukan main girang rasa hati Hay Hay. Tak disangkanya bahwa pemuda yang tadi kelihatan demikian sombong itu ternyata adalah seorang laki-laki yang jujur dan gagah perkasa, seorang sahabat yang menyenangkan.

"Baiklah, Bu Hok."

Melihat kerukunan itu semua orang menjadi girang dan tiba-tiba Pek Ki Bu berkata kepada Hay Hay,

"Tang-taihiap…”

"Ya Tuhan …… Pek-locianpwe, harap jangan menyebut Tai-hiap (Pendekar Besar) kepada saya! Pek-locianpwe, bukankah saya pernah berada diantara keluarga Pek ketika masih bayi? Apakah Cu-wi (Anda Sekalian) tidak sudi menerima saya sebagai Hay Hay saja, tanpa sebutan sungkan-sungkan seperti itu?"

Pek Ki Bu, Pek Kong dan Souw Bwee saling pandang, kemudian Pek Ki Bu tertawa.
"Ha-ha-ha, baiklah, Hay Hay. Bagaimanapun juga,engkau sebaya dengan cucuku dan engkau pun pantas menjadi cucuku. Nah, sekarang aku ingin bertanya. Bukankah engkau tadi memainkan ilmu langkah ajaib ketika engkau menghindarkan serangan, dan kalau aku tidak salah ilmu itu adalah ilmu sakti Jiauw-pouw-poan-soan?"

Hay Hay terkejut dan cepat memberi hormat.
"Pek-locianpwe sungguh bermata tajam sekali. Memang benar, saya tadi mainkan Jiauw-pouw-poan-soan."

"Kalau begitu, apakah hubunganmu dengan See-thian Lama? Bukankah ilmu itu miliknya?"

"See-thian Lama adalah guru saya."

"Ahhhh ……!" Seruan ini keluar dari mulut Pek Ki Bu, Pek Kong, dan Souw Bwee. "Ha-ha-ha, pantas saja engkau begini lihai, kiranya murid dari seorang diantara Delapan Dewa itu! Ketahuilah bahwa kami sekeluarga Pek menjunjung tinggi dan menghormat See-thian Lama sebagai seorang suci yang selain sakti, juga bijaksana. Ketika keluarga kami diserbu para pendeta Lama di Tibet, Locianpwe See-thian Lama itulah yang melerai dan melindungi kami, bahkan beliau pula yang menganjurkan kepada kami untuk meninggalkan daerah Tibet dan pindah kesini. Ah, kiranya engkau muridnya …..”






"Sungguh merupakan kenyataan yang amat menggembirakan. Hay Hay, engkau tidak boleh pergi dulu. Engkau harus tinggal disini beberapa hari lamanya. Kami ingin mendengar segala ceritamu tentang pengalamanmu dahulu, tentang See-thian Lama dan lain-lain." kata pula Pek Kong sambil memegang pundak Hay Hay.

Melihat keramahan semua orang terhadap dirinya, Hay Hay yang baru saja mengalami guncangan batin dan tekanan yang membuatnya menderita duka di dalam hatinya, kini menjadi terharu dan dia hanya mengangguk-angguk sambil mengucapkan terima kasih.

"Mari kita semua masuk dan bicara di dalam. Kalian orang-orang muda juga masuk karena kami hendak membicarakan urusan penting." kata Pek Kong sambil menggandeng tangan Hay Hay.

Setelah mereka duduk menghadapi meja di ruangan besar itu, Pek Kong lalu berkata,
"Karena kami sekeluarga menganggap Hay Hay bukan orang luar, maka biarlah dia ikut mendengarkan urusan keluarga yang akan kita bicarakan. Setujukah engkau, Song-pangcu?"

Song Un Tek yang juga merasa kagum kepada Hay Hay, mengangguk dan tertawa.
"Apa yang kita bicarakan bukan suatu rahasia, melainkan berita yang menggembirakan, makin banyak yang ikut mendengarkan, semakin baik."

"Pertama-tama, kutujukan ini kepadamu, Eng-ji. Tahukah engkau berapa usiamu sekarang?"

Ditanya usianya, Pek Eng memandang ayahnya dengan mata terbelalak, akan tetapi mukanya berubah merah.

"Apa-apaan sih Ayah ini menanyakan usia didepan orang banyak? Pula, tanpa bertanyapun Ayah dan Ibu tentu tahu berapa usiaku." katanya manja.

Ibunya menolong puterinya yang berada dalam keadaan malu itu.
"Usianya sudah hampir tujuh belas tahun, kurang dua bulan lagi."

“Aku dan Ibumu sudah sejak dahulu sama-sama setuju dengan keluarga Song untuk menjodohkan engkau dengan Bu Hok, dan hari ini mereka datang untuk meminang secara resmi……"

"Ayah …..!" Tiba-tiba Pek Eng bangkit berdiri dan lari menuju ke kamarnya.

Ayahnya tertawa dan memandang kepada tiga orang tamunya yang nampak bingung melihat sikap Pek Eng itu.

"Anakku itu memang manja dan pemalu, ia tentu lari ke kamarnya karena malu, akan tetapi aku yakin bahwa ia setuju pula. Bukankah sikapnya selama ini terhadap Bu Hok menunjukkan bahwa ia tidak akan keberatan? Eng-ji pasti setuju, harap Sam-wi tidak merasa ragu dan khawatir."

"Biarlah aku yang akan bicara dengan Eng-ji." kata Souw Bwee yang kemudian meninggalkan ruangan itu menyusul puterinya ke kamar Pek Eng.

"Ha-ha-ha, pinangan itu sudah kami terima, sudah pula kami sampaikan kepada anak kami. Marilah kita minum arak untuk keselamatan kedua orang anak kita, Song-pangcu!" kata Pek Kong.

Mereka mengangkat cawan dan melihat betapa Hay Hay diam saja, Pek Ki Bu lalu berkata kepadanya.

"Hay Hay, engkau pun kami ajak minum arak untuk memberi selamat kepada Bu Hok dan Pek Eng dalam pertunangan mereka hari ini."

Hay Hay mengangkat cawannya dan pada saat itu, Pek Kong bertanya,
"Hay Hay, bagaimana pendapatmu dengan pasangan ini, antara Bu Hok dan adikmu Pek Eng?"

Sambil memegang cawan araknya, Hay Hay berkata dengan sejujurnya.
"Pasangan yang amat serasi, Bu Hok seorang pemuda yang gagah perkasa sedangkan Adik Eng adalah seorang gadis yang cantik dan lihai pula, Pek-pangcu."

"Hushh, jangan sebut pangcu kepadaku. Engkau seperti keponakanku sendiri, sebut saja Paman padaku."

"Baik, Paman. Nah, selamat untuk sepasang orang muda yang hari ini bertunangan!" katanya sambil meneguk arak dari cawannya, diikuti oleh semua orang.

Malam itu pihak tuan rumah mengadakan pesta. Mereka semua, kecuali Pek Eng, makan minum dengan gembira di satu meja besar. Pek Eng tidak mau keluar walaupun sudah dibujuk ibunya,

"Ia tentu malu, maklumlah ia tidak punya saudara yang pernah menikah. Pengalaman dilamar orang tentu amat menegangkan hatinya dan membuatnya merasa canggung dan malu." katanya sebagai permintaan maaf kepada para tamunya.

Dua orang pangcu itu makan minum dengan gembira sekali. Betapa mereka tidak akan gembira. Sejak belasan tahun mereka sudah menjadi sahabat baik, keduanya merasa cocok dan sepaham, sepihak pejuang dan pendekar, pihak lain juga pendekar yang terkenal, dan kedua orang anak mereka memang merupakan seorang pemuda dari seorang gadis pilihan. Kalau kini mereka berbesan, tentu saja hati mereka merasa puas sekali.

"Tentang penentuan hari pernikahan, biarlah kelak aku akan memberi kabar kepadamu, Song-pangcu." kata Pek Kong. "Bagaimanapun juga, hati kami tidak akan merasa tenteram dan puas kalau putera kami, Pek Han Siong belum pulang. Dia harus menyaksikan adiknya menikah dan harus memberi persetujuan bahwa adiknya akan menikah lebih dahulu."

Song Un Tek dapat mengerti alasan ini dan dia pun tidak merasa keberatan. Mereka makan minum dan mengobrol sampai jauh malam sebelum akhirnya para tamu itu dipersilakan mengaso di dalam kamar masing-masing yang sudah dipersiapkan.

Hay Hay juga dipersilakan masuk ke kamarnya yang berada di ujung belakang, karena kamar-kamar besar di dalam diperuntukkan tamu-tamu agung keluarga Song itu !

**** 073 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar