*

*

Ads

Jumat, 27 April 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 083

"Ah, Lo-bo yang baik... aku siap mendengarkan!" katanya dengan gembira karena akhirnya nenek itu akan membuka rahasia yang selalu menggelisahkan hatinya itu. Dia ingin sekali mendengar bagaimana ibunya tewas dan siapa pula pembunuhnya.

"Nah, dengarlah baik-baik!" kata nenek itu dengan suara datar. "Ibumu sejak muda sudah menjadi seorang wanita yang gagah perkasa dan berilmu tinggi bernama Gui Siang Hwa. Karena ia cantik jelita dan ahli soal penggunaan racun, maka ibumu itu dijuluki orang Siang-tok Sian-li (Bidadari Racun Harum). Ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Akan tetapi, ia yang demikian cantik jelita dan lihai, pernah tergila-gila kepada ayah kandungmu! Ayahmu itu sejak muda sudah menjadi seorang pemuda bangsawan kaya raya yang tidak ada gunanya, hanya tampan pesolek dan suka mengejar wanita cantik. Memuakkan sekali!"

Nenek itu terhenti, agaknya masih penasaran mengapa gadis secantik Gui Siang Hwa yang sejak kecil telah menjadi asuhannya karena sejak muda ia menjadi pelayan Raja dan Ratu Iblis, sampai mau menyerahkan diri kepada seorang pemuda lemah seperti Can Koan Ti.

"Lalu bagaimana, Nek?" Sun Hok mendesak.

"Ayahmu itu, Can Koan Ti, seperti semua laki-laki macam dia, sebentar saja sudah jemu dengan ibumu. Ketika ibumu melahirkan engkau, Can Koan Ti sudah bermain gila dengan banyak wanita semenjak ibumu mengandung. Maka, ibumu tak tahan melihat itu dan semenjak engkau lahir, akulah yang ditugaskan mengasuh dan merawatmu, sedangkan ibumu sendiri pergi meninggalkan Can Koan Ti."

"Terima kasih atas semua kebaikanmu, Lo-bo." kata Sun Hok dengan suara sungguh-sungguh sambil memandang wajah yang tua dan amat buruk itu. Dia tahu benar, dapat merasakan betapa nenek ini amat sayang kepadanya.

"Hah, aku tidak butuh terima kasih, Kongcu!"

Nenek itu mengibaskan tangannya, akan tetapi sepasang matanya yang mencorong itu menjadi basah. Ia memang sayang sekali kepada pemuda yang sejak bayi diasuhnya itu, bahkan merasa bahwa pemuda itu seperti anaknya sendiri, seperti darah dagingnya sendiri!

"Baik kulanjutkan ceritaku. Aku merawatmu di rumah ayahmu, melihat ayahmu berfoya-foya dengan wanita-wanita cantik tanpa mempedulikan dirimu. Akhirnya, dia terkena penyakit yang menyeretnya ke lubang kubur. Engkau menjadi pewaris tunggal dan aku dengan sekuat tenaga dan kemampuan berusaha mendidikmu sebagaimana mestinya, seperti yang dikehendaki ibumu."

"Dan engkau memang telah melaksanakan tugasmu dengan baik sekali, terlalu baik sekali. Terima kasih, Lo-bo."

"Hushh, sudahlah. Dengar sekarang. Ibumu adalah seorang petualang yang gagah perkasa dan ketika ia membantu petualangan suhu dan subonya, sepasang suami isteri sakti yang menjadi raja dan ratu di dunia kang-ouw, ketika engkau berusia tiga tahun, ibumu tewas …..! Aku sudah melakukan penyelidikan dan ibumu ternyata tewas karena dikeroyok oleh pasukan perajurit kerajaan, setelah dijatuhkan oleh seorang pendekar wanita."

Berkerut alis Sun Hok yang tebal dan diapun mengepal tinju.
"Kenapa engkau tidak pergi membunuh wanita itu, Lo-bo?"

"Aihh, engkau bicara enak saja! Kalau ibumu saja sampai kalah, apalagi aku! Aku menggemblengmu sampai sekarang engkau telah menguras semua ilmuku. Sekarang kepandaianmu setingkat dengan kepandaianku, tidak ada yang tidak kau kuasai apa yang menjadi milikku, bahkan engkau menang tenaga. Akan tetapi, dengan kepandaian kita berdua sekalipun, tidak akan mudah mengalahkan pendekar wanita itu. Engkau harus memperdalam illmumu dan ..."

"Aku tidak takut! Sekarangpun aku tidak takut, dan kalau engkau tidak berani, jangan turut-turut, biar aku sendiri yang menghadapinya. Siapa wanita itu dan dimana tempat tinggalnya?"

“Aku tahu, bahwa engkau tentu akan nekat membalas dendam kalau kuberitahukan ketika engkau berkali-kali menanyakan hal itu, akan tetapi karena kuanggap kepandaianmu belum cukup, aku selalu merahasiakan. Sekarangpun tentu masih kurahasiakan kalau saja Thian tidak menolong kita. Akan tetapi agaknya Thian menyetujui niat kita membalas dendam, karena sekarang terbuka kesempatan bagi kita untuk membalas dendam itu tanpa mengeluarkan banyak tenaga!”

"Apa maksudmu, Lo-bo?"

“Perempuan itu, musuh besar kita itu, pembunuh ibu kandungmu itu, ia telah mengantarkan sendiri nyawanya kepada kita. Kita tinggal mencabutnya saja, untuk membalas dendam itu!" Nenek itu nampak gembira dan sepasang matanya mencorong.






"Lo-bo, apa artinya ini?" Sun Hok memandang dengan mata terbelalak.

"Heh-heh, anak bodoh. Pembunuh ibu kandungmu itu, pendekar wanita itu bernama Ceng Sui Cin!"

"Bibi Ceng …..!!!"

Sun Hok melompat dari tempat duduknya, matanya terbelalak dan wajahnya berubah pucat.

"Benar, tamu kita! Ia kini mengajak puterinya seperti dua ekor tikus memasuki perangkap. Inilah saatnya bagi kita, setelah terbuka kesempatan baik ini. Ia adalah puteri Pendekar sadis di Pulau Teratai Merah, dan menantu dari Ketua Cin-ling-pai. Kalau ia sudah kembali ke satu diantara dua tempat itu, tidak mudah bagi kita untuk mencari dan membunuhnya. Sekaranglah saatnya, selagi mereka tidur. Aku akan membunuhnya sekarang juga!"

"Lo-bo, jangan …..!" Sun Hok berkata kaget.

"Hemm, engkau ini kenapakah, Kongcu? Ia telah menyebabkan kematian ibu kandungmu, ia musuh besarmu, juga musuh besarku karena ibumu bagiku seperti anakku sendiri yang kuasuh sejak bayi! Sejak mereka kau bawa datang tadi dan mengaku nama mereka, aku sudah mengambil keputusan untuk membunuhnya. Aku tidak berani menggunakan racun dalam makanan atau minuman, selain takut kalau engkau sendiri terkena racun karena engkau makan bersama mereka, juga aku khawatir ia yang lihai sekali itu akan tahu bahwa makanan atau minuman diracun sebelum ditelannya. Kalau begitu, akan gagal usahaku membalas dendam. Sekarang, setelah mereka tidur, aku akan masuk kamar mereka dan membunuh mereka. Mereka kuberi kamar dimana terdapat pintu rahasianya sehingga aku dapat masuk tanpa mereka dengar."

"Jangan, Lo-bo. Engkau tidak boleh membunuh mereka!" Sun Hok berkata dengan suara tegas dan gemetar karena tegangnya. "Kita tidak boleh membunuhnya!"

Masih bergema di dalam telinga Sun Hok tentang nasihat Ceng Sui Cin kepadanya tadi tentang dendam dan kebaktian. Jelas bahwa ibu kandungnya memang seorang tokoh hitam atau kaum sesat, seorang petualang yang demikian kejamnya untuk meninggalkan anak sendiri dalam asuhan seorang bujang dan tidak pernah ditengoknya lagi.

Juga ayahnya seorang mata keranjang yang tidak mempedulikan anaknya, hanya mengejar kesenangan melalui wanita-wanita cantik saja. Kalau dia hendak berbakti, demikian nasihat Ceng Sui Cin, dia harus melakukan perbuatan-perbuatan baik, menjadi pendekar budiman agar tercuci bersih noda yang menempel dinama orang tuanya.

"Kongcu, pikirlah baik-baik. Ia adalah musuh besarmu! Kenapa sih engkau ini? Aihhh, mengerti aku sekarang. Engkau telah tergila-gila kepada gadisnya itu!"

"Lo-bo, jangan bicara yang bukan-bukan!"

"Heh-heh, engkau tidak mungkin dapat membohongi seorang tua renta seperti aku, Kongcu. Engkau telah jatuh cinta kepada Nona itu, maka engkau merasa keberatan untuk membunuh mereka. Akan tetapi hal itu dapat kita atur, Kongcu. Kita bunuh ibunya dan membiarkan anaknya hidup dan engkau boleh memilikinya sampai engkau merasa bosan baru ia dibunuh….."

"Lo-bo, apakah engkau sudah gila?" teriak Sun Hok marah sekali, juga terkejut dan heran bagaimana nenek yang biasanya bersikap halus kepadanya itu, yang sama sekali tidak pernah memperlihatkan tanda-tanda jahat, kini dapat mengajukan usul yang demikian mengerikan.

Membunuh ibunya dan memperkosa puterinya sampai bosan baru dibunuh! Hampir dia tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Sejak kecil, oleh guru-guru sastra dan kitab-kitab yang dibacanya, dia telah banyak mengetahui tentang baik buruk dan tentang kejahatan-kejahatan yang tak boleh dilakukan manusia, tentang kebajikan-kebajikan dan bagaimana seharusnya sikap hidup seorang kuncu (budiman). Karena itu, mendengar usul nenek itu, dia bergidik dan merasa ngeri sekali.

"Bukan aku, melainkan engkau yang sudah gila." kata nenek itu, juga marah sekali. "Ibu kandungmu dibunuh orang, dan kini musuh besar itu berada di depan hidung, akan tetapi engkau tidak setuju ketika aku hendak membunuhnya! Apakah engkau akan menjadi murid yang murtad dan menentang guru sendiri, setelah sejak bayi aku mengasuhmu, mendidikmu, menggemblengmu? Apakah engkau akan menjadi seorang anak durhaka yang sama sekali tidak ingin berbakti kepada ibu kandungmu sendiri? Benarkah engkau telah menjadi orang yang begini tidak mengenal budi?"

Pada saat kedua orang itu bertengkar, muncullah Ceng Sui Cin dan Cia Kui Hong didalam taman itu! Kemunculan dua orang ini tentu saja amat mengejutkan Sun Hok dan Wa Wa Lo-bo. Bagaimana mereka dapat muncul di taman itu, dimana guru dan murid itu sedang bicara tentang mereka?

Sejak makan malam tadi, timbul kecurigaan di dalam hati Sui Cin tentang Nenek Wa Wa Lo-bo. Melihat sikap nenek itu, wajahnya dan matanya yang mencorong aneh, Sui Cin menduga bahwa tentu nenek itu seorang yang amat lihai dari golongan hitam, apalagi mendengar cerita Sun Hok bahwa mendiang ibu kandungnya adalah seorang tokoh sesat yang lihai.

Dan berada disatu rumah dengan seorang tokoh sesat sungguh amat berbahaya, pikirnya. Maka, setelah keadaan menjadi sunyi, ia mengajak anaknya untuk diam-diam keluar dari dalam kamar, melalui jendela yang mereka tutup lagi dari luar, dan merekapun melakukan penyelidikan, mempergunakan ilmu kepandaian mereka meringankan tubuh. Dengan gerakan mereka yang cepat, mereka tidak khawatir terlihat oleh para pelayan.

Akhirnya mereka tiba di taman belakang rumah itu dan mereka tertarik oleh suara percakapan antara Sun Hok dan Wa Wa Lo-bo. Cepat mereka menghampiri dan mengintai. Dan dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka mendengar bahwa nenek itu berniat untuk membunuh mereka.

Sui Cin juga terkejut bukan main mendengar bahwa Can Sun Hok adalah putera tunggal dari Gui siang Hwa, murid Raja dan Ratu Iblis yang amat lihai itu. Memang ialah yang dahulu merobohkan Gui siang Hwa sehingga iblis betina itu tewas dibawah hujan senjata para perajurit kerajaan

Mendengar betapa Sun Hok menentang nenek itu untuk membunuh ia dan puterinya, diam-diam Sui Cin merasa girang juga, dan dapat dibayangkan betapa marahnya mendengar usul nenek itu agar mereka membunuh ia lebih dulu dan agar Kui Hong diperkosa sampai Sun Hok menjadi bosan baru membunuhnya.

Dugaannya memang tepat. Nenek yang bernama Wa Wa Lo-bo itu adalah seorang iblis yang kejam sekali! Cocok memang untuk menjadi pelayan Raja dan Ratu Iblis. Maka iapun mengajak puterinya keluar untuk menghadapi nenek itu.

"Bibi Ceng... Adik Hong….."

Sun Hok berkata dengan muka sebentar pucat sebentar merah, hatinya tegang bukan main dan dia tidak tahu harus bicara apa.

"Can Sun Hok, kami telah mendengar semua percakapan kalian tadi. Nenek Wa Wa Lo-bo ini memang tidak salah lihat atau salah dengar. Wanita yang bernama Gui Siang Hwa atau Siang-tok Sian-li itu tewas dalam pertempuran setelah roboh di tanganku. Aku tidak menyangkal akan hal itu dan kalau engkau ingin mengetahui peristiwa yang sesungguhnya, aku dapat menceritakannya kepadamu."

"Jangan dengarkan omongannya, tentu hanya akan menyalahkan ibumu!" teriak Wa Wa Lo-bo.

Akan tetapi Sun Hok yang kini mukanya menjadi pucat, tidak mempedulikan gurunya.
"Ceritakanlah, Bibi Ceng."

"Gui Siang Hwa adalah murid Raja dan Ratu Iblis yang memimpin tiga belas datuk sesat dan banyak lagi kaum sesat untuk menjadi pemberontak. Para pendekar menentang gerakan ini dan membela pemerintah. Kebetulan akupun berada diantara pendekar dan kebetulan saja Gui Siang Hwa menjadi lawanku dalam pertempuran itu. Aku berhasil menendangnya roboh dan iapun dihujani senjata oleh para perajurit kerajaan sehingga tewas. Nah, itulah peristiwa yang sebenarnya terjadi, Sun Hok. Sekarang terserah kepadamu. Kalau engkau bermaksud melanjutkan kesesatan ibumu dan menambah lagi noda pada nama dan kehormatan ibumu dengan perbuatan jahat, silakan menyerang kami. Kami tidak akan undur selangkahpun karena kami yakin bahwa kami berada di pihak benar. Ataukah engkau akan berbakti kepada ibumu dengan cara mencuci noda pada nama dan kehormatannya, dengan perbuatan baik? Terserah pula, aku sudah bicara."

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar