*

*

Ads

Selasa, 01 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 091

Pek Han Siong sudah menduga bahwa para pendeta Lama ini tentu memiliki ilmu sihir untuk menguasai kemauan orang lain, maka sebelumnya, dia sudah bersiap siaga sehingga ketika ada getaran suara yang amat kuat itu mencoba untuk menekannya, dia tersenyum saja. Baik, pikirnya, kalau kalian mengajak bermain-main dengan ilmu sihir, aku memperoleh kesempatan untuk menguji kemampuanku setelah dilatih ilmu sihir oleh Ban Hok Lojin.

"Cu-wi Lo-suhu, harap jangan main-main dan hendak memaksakan kehendak kepadaku. Aku tidak mempunyai urusan dengan para Lama di Tibet, dan aku berada di tempat sendiri, tidak pernah mengganggu kalian. Bagaimana kalian orang-orang beribadat hendak memaksa seseorang? Bukankah itu merupakan dosa besar? Aku tidak mau ikut dan hendak kulihat apa yang akan kalian lakukan."

Lima orang pendeta itu saling pandang dengan heran. Pimpinan mereka tadi sudah mengerahkan tenaga menggunakan ilmu menguasai kemauan orang, akan tetapi agaknya pemuda ini sama sekali tidak terpengaruh, bahkan tidak merasa sama sekali! Masih enak-enak saja bicara seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu!

Akan tetapi keheranan mereka segera hilang ketika mereka teringat bahwa yang mereka hadapi adalah Sin-tong. Sebagai Anak Ajaib dan calon Dalai Lama, tentu saja pemuda ini memiliki kelebihan daripada orang biasa, pikir mereka, belum sadar bahwa yang mereka hadapi bukan hanya Sin-tong, melainkan seorang pemuda yang baru saja tamat belajar ilmu sihir yang amat kuat dari seorang diantara Delapan Dewa, yaitu Ban Hok Lo-jin!

Tiba-tiba pimpinan Lama itu kembali membentak, kini dengan suara yang lebih nyaring melengking dan bergelombang kuat.

“Pek Han Siong, demi Yang Mulia Dalai Lama di Tibet, engkau harus taat dan ikut bersama kami ke Tibet!”

Han Siong merasa betapa dahsyatnya pengaruh suara itu, namun dia tetap tersenyum karena kalau diumpamakan suara itu seperti deburah ombak yang kuat, dia adalah seperti batu karang yang lebih kokoh lagi, yang tidak tergoyahkan oleh gelombang besar!

"Engkau harus ikut!" Lama ke dua menghentakkan tongkatnya ke atas tanah sambil membentak keras.

"Engkau harus taat!"

"Harus ikut!"

"Harus taat!"

Bergantian lima orang pendeta Lama itu membentak dan mengerahkan kekuatan sihirnya untuk mempengaruhi Han Siong. Akan tetap pemuda itu berdiri biasa saja, mulutnya tersenyum dan sikapnya masih hormat, sedikitpun tidak bergoyang, sama sekali tidak nampak bahwa dia terpengaruh oleh serangan kelima orang pendeta Lama itu.

Kembali para pendeta Lama itu saling pandang dan kini mereka terbelalak, baru terkejut dan dapat menduga bahwa pemuda itu tentu memiliki kekuatan gaib yang hebat sehingga serangan mereka tadi, yang di lakukan susul-menyusul sampai tenaga mereka bergabung, sedikitpun tidak berbekas!

"Sudahlah, Cu-wi Losuhu, jangan memaksaku. Segala sesuatu di dunia ini kalau dipaksakan, akan berakibat buruk. Harap Cu-wi pergi dan jangan mengganggu aku lagi."

"Baik, pinceng pergi.... " kata pendeta kurus yang menjadi pimpinan.

"Kami pergi....."

"Kami pergi....."

Lima orang itu tiba-tiba saja menundukkan kepala dan membalikkan tubuh, hendak pergi meninggalkan Han Siong. Akan tetapi baru beberapa langkah, mereka sadar bahwa mereka telah kehilangan kemauan dan tanpa mereka kehendaki mulut mereka tadi mengeluarkan kata-kata itu dan kini mereka hendak membawa mereka pergi.

"Omitahud .....!"

Mereka berseru dan kembali membalikkan tubuh, kini menghadapi Han Siong dengan mata terbelalak penasaran dan alis berkerut. Tahulah mereka bahwa ketika berkata-kata tadi, Pek Han Siong telah mempergunakan kekuatan sihir pula yang membuat mereka berlima terpengaruh!






"Pek Han Siong!" kata pendeta kurus yang menjadi pimpinan, "biarpun engkau Sin-tong dan kami berlima tidak akan berani kurang ajar kepadamu, akan tetapi saat ini engkau adalah seorang yang di haruskan oleh pimpinan kami untuk ikut ke Tibet. Oleh karena itu, terpaksa kami akan menggunakan kekerasan membawamu ke Tibet!"

Berkata demikian, tiba-tiba seorang diantara mereka yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, menubruk Han Siong dari belakang.

Han Siong tidak mengelak dan dua buah lengan yang besar dan panjang telah memeluknya dari belakang dalam tangkapan yang amat kuat seperti dua ekor ular melibat tubuhnya, membuat Han Siong tldak mampu bergerak lagi.

Pimpinan para Lama itu melangkah maju dan sekali menotok dengan jari tangannya ke arah pundak, tubuh Han Siong menjadi lumpuh dan tidak dapat berkutik lagi. Lima orang pendeta Lama itu merasa girang dan lega, tertawa senang karena mereka tidak menyangka bahwa pemuda itu dapat ditangkap semudah itu. Kiranya pemuda itu hanya pandai ilmu sihir saja agaknya sama sekali tidak pandai ilmu silat!

"Bagus, mari kita bawa dia!" kata kakek tinggi kurus yang memimpin rombongan itu.

Si Raksasa lalu memanggul tubuh yang sudah tak berdaya itu dan merekapun berlari cepat meninggalkan tempat itu, khawatir kalau sampai diketahui orang-orang Pek-sim-pang sehingga akan timbul keributan.

Akan tetapi, baru dua ratus langkah mereka lari, tiba-tiba pimpinan pendeta itu bertanya heran.

“Eh, mana Lung Ti Lama?” mendengar ini teman-temannya berhenti dan menengok ke kanan kiri.

Memang Si Pendek Lung Ti Lama, seorang diantara mereka, tidak nampak dan mereka kini hanya berempat! Berlima dengan tawanan mereka,. Pendeta kurus yang menjadi pimpinan itu memandang ke arah tawanan yang masih dipanggul oleh temannya yang tinggi besar dan seketika wajahnya menjadi pucat.

“Celaka, yang kau panggul itu adalah Lung Ti Lama!” teriaknya.

Si Tinggi Besar terkejut dan menurunkan tubuh yang dipanggulnya dan benar saja, kiranya yang ditawan dan ditotok tadi adalah seorang teman mereka sendiri, pendeta Lama bertubuh pendek itu! Tentu saja empat orang pendeta itu terkejut bukan main dan pimpnan Lama segera membebaskan totoka dari tubuh Si Pendek

Lung Ti Lama mengeluh dan mengusap-usap pundaknya yang terasa kaku sambil mengomel panjang pendek.

“Bagaimana engkau yang menjadi tawanan? Padahal tadi kami menangkap Sin-tong!” tegur pendeta tinggi itu.

“Sin-tong apa?” Si Pendek mengomel. “Kalian malah mengeroyok aku dan menangkap aku.”

Semua pendeta maklum bahwa kembali Sin-tong menggunakan sihir yang amat kuat sehingga mereka berlima dipermainkan. Ketika mereka menengok, mereka melihat pemuda itu sudah melangkah lagi hendak melanjutlan perjalanan memasuki perkampungan.

“Tangkap dia!” bentak pimpinan Pendeta Lama dan merekapun berloncatan dan mengepung Han Siong yang masih bersikap tenang.

“Kalian adalah pendeta-pendeta yang tidak tahu diri.” Han Siong menegur. “Mengganggu orang yang tidak bersalah sama sekali.”

Akan tetapi, lima orang pendeta itu tidak memberi kesempatan lagi kepada Han Siong untuk banyak cakap dan merekapun sudah menerjang dan menyerang. Tiga orang mempergunakan tongkat hitam dan dua orang lagi menggunakan tasbeh yang menyambar dengan dahsyat.

Melihat permainan senjata mereka yang demikian kuat, maklumlah Han Siong bahwa dalam hal ilmu silat, lima oang pendeta Tibet itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Maka diapun cepat mengerahkan tenaga dan menggunakan ginkangnya mengelak kesana-sini dengan loncatan-loncatan pendek dan kadang-kadang menangkis dengan lengannya yang tidak kalah kerasnya dibandingkan tongkat lawan.

Han Siong tidak ingin melukai lima orang pendeta itu karena dia tidak bermusuhan dengan mereka. Dia tahu pula bahwa mereka itu hanyalah petugas-petugas yang melaksanakan tugas dan tidak berani melanggar perintah atasan. Dan iapun tidak ingin memperlihatkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari suhu dan subonya, maka dalam menghadapi pengeroyokan itu, dia hanya memainkan ilmu-ilmu silat dari Siauw-lim-pai yang dipelajari di kuil Siauw-lim-si.

Biarpun demikian, karena dia telah memiliki sinkang yang kuat dan ginkang yang membuat gerakannya ringan dan cepat, maka dia selalu dapat menghindarkan diri dari hujan senjata itu.

Han Siong melihat banyak orang berlarian keluar dari dalam pintu gerbang perkampungan dan jantungnya berdebar tegang. Apalagi ketika dia mendengar suara orang laki-laki, cukup keras sehingga terdengar olehnya.

“Benarkah dia itu? Tidak kelirukah ini? Pek Han Siong telah kembali …..?”

Dia tidak tahu siapa yang bicara itu, akan tetapi dia tahu bahwa tentu keluarga Pek telah berada disitu dan nonton perkelahian. Tiba-tiba dia merobah gerakannya dan dia memainkan tiga belas jurus pilihan dari Pek-sim-kun seperti yang dilatihnya dari kitab peninggalan kakek buyutnya.

Kakek buyutnya itu, Pek Khun, telah menyaring ilmu silat Pek-sim-kun menjadi tiga belas jurus saja yang ampuh, yang mencakup bagian-bagian paling lihai dari ilmu silat itu, kemudian menuliskannya menjadi sebuah kitab pelajaran ilmu silat yang cukup sukar. Setelah dia digembleng oleh suhu dan subonya, barulah Pek Han Siong memperoleh dasar yang cukup kuat untuk mempelajari tiga belas jurus Pek-sim-kun ini sampai mahir benar. Kini melihat keluarga Pek keluar dan menonton, diapun mulai memainkan ilmu silat itu menghadapi lima orang pengeroyoknya.

Terdengar seruan-seruan heran, kaget dan kagum dari rombongan yang keluar dari perkampungan itu.

“Mirip Pek-sim-kun!”

“Dasar gerakan kakinya sama!”

“Tapi demikian aneh dan cepat!”

Bermacam-macam komentar para penonton dan dengan hati bangga Han Siong lalu mempercepat dan memperkuat gerakannya. Terdengar bunyi tongkat patah dan disusul teriakan kaget lima orang pendeta Lama yang mengeroyoknya. Tiga batang tongkat yang amat kuat itu telah patah dan dua untai tasbeh juga putus talinya!

Lima orang pendeta itu maklum bahwa mereka sama sekali bukan lawan pemuda yang amat lihai ilmu sihir dan ilmu silatnya itu, dan merekapun maklum bahwa Sin-tong sejak tadi mengalah dan tidak ingin melukai mereka. Sebagai orang-orang pandai, tentu saja mereka tahu bahwa kalau dikehendakinya, sejak tadi mereka berlima sudah roboh mungkin tewas di tangan pmuda tangguh itu.

“Mari kita pergi!” kata pendeta tinggi kurus dan diapun meloncat pergi diikuti empat orang kawannya.

Yang keluar dari dalam pintu gerbang perkampungan itu memang keluarga Pek bersama murid-murid mereka. Mereka itu sudah tahu bahwa telah berbulan lamanya, bahkan mungkin sejak kemunculan Hay Hay yang menimbulkan keributan dengan para pendeta Lama, diluar perkampungan mereka selalu terdapat pendeta-pendeta Lama berkeliaran.

Mereka dapat menduga pula bahwa tentu para pendeta itu menanti munculnya Pek Han Siong untuk mereka tangkap. Karena mereka itu berada di luar dusun dan tidak pernah mengganggu perkampungan Pek-sim-pang, maka orang-orang Pek-sim-pang tidak dapat melarang mereka. Maka, ketika mendengar bahwa ada seorang pemuda berkelahi melawan lima orang pendeta Lama, merekapun berbondong keluar dan mereka masih sempat menyaksikan betapa pemuda gagah itu dengan ilmu mirip Pek-sim-kun, telah mengusir lima orang pendeta Lama yang mengeroyoknya tadi.

Pek Kong dan Souw Bwee, isterinya, melangkah maju mendekati Han Siong. Sepasang suami isteri ini mengamati wajah Han Siong akan tetapi tentu saja mereka berdua ragu-ragu. Sejak bayi mereka berpisah dari anak mereka, maka kini tentu saja mereka tidak mengenal pemuda yang berdiri dengan tegap, gagah dan tampan di depan mereka. Mereka takut kalau-kalau mereka kecelik lagi, seperti ketika disitu muncul Hay Hay yang mereka sangka anak mereka.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar