*

*

Ads

Selasa, 01 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 094

"Kenapa sih engkau hendak membunuhnya?" tanya Hay Hay dengan sikap tenang, padahal tentu saja ingin dia mendengar tentang orang yang kebetulan menjadi ayah kandungnya itu.

"Dia telah memperkosa seorang murid Bu-tong-pai sehingga sumoi kami itu membunuh diri di depan Suhu! Jangan pura-pura tidak tahut karena engkaulah orangnya yang melakukan perbuatan keji itu! Engkaulah Ang-hong-cu mengaku saja!"

"Aku bukan Ang-hong-cu bagaimana harus mengaku sebagai dia?"

"Kalau bukan, bagaimana engkau dapat memiliki lambang hiasan tawon merah itu? Darimana kau dapatkan itu? Dan apa hubunganmu dengan Ang-hong-cu?"

Hay Hay tidak dapat menjawab. Tentu saja dla tidak mau menceritakan bahwa dia putera Ang-hong-cu!

"Itu... itu urusanku sendiri, tidak perlu kuberitahukan kepada kalian. Yang jelas, aku bukan Ang-hong-cu. Tidak percayakah engkau?"

"Tidak, aku tidak percaya!" Kini yang bermuka kuning dan bertubuh kurus membentak. "Engkau bohong, engkau pengecut! Tadipun engkau bersajak memuji-muji kecantikan wanita sambil bermain-main dengan tanda tawon merah. Engkau Ang-hong-cu!"

"Apakah engkau juga butuh kepalaku? Nah, ambillah!"

Murid Bu-tong-pai yang tinggi besar itu seperti orang bingung. Dia hanya bengong memandang ke arah kepala pemuda itu yang masih menempel di tubuhnya, lalu menoleh dan memandang ke arah kepala yang tergantung di tangan kiri suhengnya. Dia bergidik, akan tetapi dia lalu mengeluarkan lengking panjang dan dia melompat ke depan, menggerakkan pedang di tangan kanan sekuat tenaga membacok ke arah leher yang disodorkan itu.

"Crattt!"

Kembali pedang itu menabas buntung leher Itu dan kepalanya sudah disambar oleh Si Muka Merah. Akan tetapi, biarpun jelas bahwa kepala yang berada di tangan kirinya dengan dijambak rambutnya itu adalah kepala Ang-hong-cu, akan tetapi kini pemuda yang duduk di dekat api unggun itu masih mempunyai kepala yang utuh menempel di lehernya. Bahkan kini pemuda itu menyodorkan lagi kepalanya dan melirik ke arah Si Muka Kuning.

"Engkau juga mau kepalaku? Nah, amblllah agar kalian bertiga dapat pulang membawa masing-masing sebuah kepala!"

Seperti juga kedua orang temannya, Si Muka Kuning itu bengong, dengan mata terbelalak dan mulut celangap, menoleh ke arah pemuda itu, kemudian memandang kepada dua buah kepala yang dijambak rambutnya oleh dua orang temannya. Dia pun jelas nampak jerih dan ketakutan, bahkan bergidik dan kedua pundaknya menggigil seperti orang kedinginan. Akan tetapi, melihat betapa kedua orang suhengnya telah memegang sebuah kepala, dia pun mengatupkan giginya, lalu berteriak.

"Biarpun engkau siluman atau iblis, Ang-hong-cu, aku akan memenggal kepalamu!”

Dan diapun meloncat sambil mengayun pedangnya, mengerahkan tenaganya ketika pedang itu mengeluarkan sinar kilat menyambar ke arah leher itu.

"Crattt"

Untuk ketiga kalinya, leher itu terbabat dan sebuah kepala disambar tangan kiri Si Muka Kuning. Ketiganya kini memandang dan ternyata pemuda itu masih duduk tenang didekat api dengan kepala masih utuh. Tiga kali kepalanya dipenggal, dan tiga buah kepala kini berada di tangan kiri tiga orang murid Bu-tong-pai itu dan mereka berloncatan menjauh.






Ketika mereka melihat lebih seksama, kearah muka dari kepala yang dijambak rambutnya, ketiganya menjerit penuh kengerian karena muka dari kepala yang dipenggal dan berada di tangan mereka itu kini berubah menjadi muka mereka sendiri! Bagaikan memegang ular berbisa mereka cepat melepaskan kepala itu yang terjatuh keatas tanah dan lenyap begitu saja!

Tiga orang jagoan Bu-tong-pai itu kini terbelalak pucat dan jelas nampak betapa tubuh mereka menggigil, tangan yang memegang pedang juga gemetar. Mereka memandang kearah pemuda yang masih duduk bersila di dekat api unggun. Biarpun dia takut setengah mati, namun Si Brewok mengumpulkan nyalinya dan berteriak lantang.

"Ang-hong-cu, biarpun engkau memiliki ilmu siluman, kami bertekad untuk membasmimu dan kami tidak takut kehilangan nyawa untuk membasmi kejahatan!"

Setelah berkata demikian, sambil mengeluarkan lengking nyaring, Si Brewok sudah berlari menerjang ke arah Hay Hay, diikuti oleh kedua orang sutenya yang juga sudah menjadi nekat. Melihat kenekatan mereka, Hay Hay bangkit menyambar buntalan pakaiannya.

“Sialan, mengganggu orang saja!” katanya dan sekali berkelebat diapun lenyap dari depan tiga orang itu yang menjadi bengong terlongong.

Mereka tidak tahu harus mengejar kemana. Pula, mereka kini yakin bahwa Ang-hong-cu atau bukan, orang muda itu sungguh memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat, bukan hanya pandai ilmu sihir yang berkali-kali membuat mereka kecelik, akan tetapi juga memiliki ilmu silat tinggi. Buktinya, gerakan pemuda itu sedemikian cepatnya seperti pandai menghilang saja.

Mereka terpaksa pergi meninggalkan bukit itu dan di sepanjang perjalanan, mereka tak pernah berhenti membicarakan orang muda luar biasa itu dan ada kesangsian didalan hati mereka apakah benar pemuda itu Ang-hong-cu, karena kalau benar si penjahat cabul, tentu mereka tidak akan dibiarkan hidup. Melihat pembawaan dan sikap pemuda itu, agaknya tidak patut disebut orang jahat, walaupun pemuda itu tampan dan membawa hiasan tawon merah.

Sementara itu, dengan bersungut-sungut dengan hati yang mengkal sekali, Hay Hay terpaksa meninggalkan bukit indah itu dan karena dari tempat tinggi itu dia tidak melihat adanya dusun dekat situ, terpaksa dia memasuki sebuah hutan lebat yang nampak gelap sekali.

Lebih baik ditempat tersembunyi itu agar tidak terganggu lagi, pikirnya. Malam ini dia ingin tidur nyenyak. Dia memanjat sebatang pohon besar dan tak lama kemudian Hay Hay telah tidur nyenyak, terjepit diantara tiga cabang pohon yang saling melintang.

**** 094 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar