*

*

Ads

Minggu, 13 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 115

Tiba giliran Hay Hay sebagai peserta terakhir. Ketika dia memilih seekor kerbau yang paling besar dan paling galak diantara belasan ekor kerbau di kandang, semua orang tertegun, bahkan Hui Lian memandang dengan alis berkerut.

Akan tetapi, kini meledaklah suara ketawa para penonton karena Hay Hay tidak lagi menuntun kerbaunya seperti yang lain, melainkan meloncat ke atas punggung kerbau dan menungganginya. Kerbau yang sengaja dlpilihkan dari kerbau yang liar itu terkejut dan dia hendak meronta, mendengus marah.

Akan tetapi aneh, begitu Hay Hay menggerakkan kaki menendang perut dan menggunakan kedua tangan memegang leher, kerbau itu menjadi jinak dan dengan tenang melangkah perlahan menuju ke tengah lapangan, di tempat yang ditentukan bagi para peserta memperlihatkan kekuatannya. Dan tiba-tiba Hay Hay berseru,

"Kerbau yang baik, engkau rebahlah!"

Kerbau itu tentu saja tidak mengerti dan semua orang sudah mulai tertawa melihat cara pemuda itu hendak menundukkan kerbaunya. Akan tetapi, mereka terbelalak memandang ketika kerbau itu tiba-tiba mendengus, berusaha meronta, akan tetapi kedua tangan Hay Hay menekan leher, beberapa kali menepuk punggung dan keempat kaki kerbau itu menjadi lemas dan kehilangan tenaga, mengakibatkan kerbau itu mendekam, diluar kemauannya!

Para petugas mulai menghitung dan dihitung sampai lima puluh kali, kerbau itu tetap saja mendekam. Baru setelah hitungan habis dan Hay Hay meloncat turun, kerbau itu mendengus dan melompat, marah dan hendak lari mengamuk. Akan tetapi, dengan cekatan Hay Hay menangkap ekornya dan kerbau itupun tidak mampu lari lagi. Ketika Hay Hay menangkap kedua tanduknya dan menyeret kembali ke kandang, semua orang mengikutinya dengan tepuk tangan dan sorak sorai. Hay Hay pun lulus dalam ujian ini.

Kini sisa peserta tinggal empat orang lagi setelah dua orang gagal dalam ujian merobohkan kerbau. Ujian ke empat amat berbahaya, yaitu menghadapi serangan anak panah dalam jarak seratus meter! Padahal anak panah yang dilepas oleh pemburu suku Miao terkenal dengan kecepatannya dan ketepatannya! Berbahaya sekali dan orang harus memiliki kecepatan gerakan untuk menghindar dari tiga batang anak panah yang dilepas secara beruntun itu!

Memang untuk keperluan itu, ujung anak panah yang runcing telah dihilangkan, namun, biarpun tidak runcing, tetap saja dapat menembus kulit dan melukai daging, apalagi kalau sampai mengenai mata!

Dua orang peserta pertama, pemuda-pemuda Miao itu sudah nampak gentar menghadapi ujian anak panah ini. Mereka maklum betapa sukarnya menghindarkan diri dari sambaran tiga batang anak panah itu, apalagi karena mereka tahu bahwa ujian ini dilakukan oleh Paman Wa Him, seorang ahli panah yang terkenal diantara para pemburu sebagai orang yang tidak pernah luput mempergunakan anak panahnya!

Akan tetapi karena mereka berdua itu tergila-gila kepada Nian Ci, dan telah berhasil melampaui tiga macam ujian, mereka memberanikan hati dan peserta pertama lalu maju. Dia diharuskan berdiri di atas tanah yang sudah diberi lingkaran dengan garis tengah dua meter. Dia boleh meloncat untuk mengelak asal tidak keluar dari lingkaran itu.

Dan di depannya, dalam jarak seratus meter, telah berdiri seorang laki-laki setengah tua bertubuh tinggi besar yang sudah siap dengan busurnya yang besar. Di punggungnya terdapat tempat anak panah dengan belasan batang anak panah yang sudah dihilangkan ujungnya yang runcing.

Para penonton yang berada di belakang peserta, diharuskan pindah, takut kalau-kalau anak panah akan mengenai penonton. Semua penonton kini sudah memilih tempat yang enak dan aman, dan hati mereka penuh dengan ketegangan ketika peserta pertama sudah berdiri tegak dengan sikap gagah namun wajahnya agak pucat.

Pengatur ujian memberi isyarat agar peserta dan pemanah siap. Kakek tinggi besar itu sudah memasang anak panahnya pada busur, membidik sambil menarik tali busurnya. Terdengar suara menjepret dan nampaklah luncuran anak panah, cepat sekali. Dan pemanah itu tidak berhenti bergerak, melainkan cepat sekali tangan kanannya sudah mencabut sebatang anak panah lagi dan meluncurkan anak panah ke dua dengan luar biasa cepatnya, disusul oleh anak panah ke tiga. Hanya seorang ahli panah yang sudah berpengalaman dan terlatih saja yang mampu memanah beruntun tiga kali secepat itu.

Tiga batang anak panah itu meluncur susul-menyusul ke arah tubuh peserta. Peserta itu hanya melihat sinar berkelebat dan dia cepat meloncat ke kiri untuk mengelak, akan tetapi anak panah ke dua sudah menyambar ke arah tubuhnya mengelak. Kembali dia membuang diri ke kanan dan seperti anak panah pertama, anak panah ke dua ini pun luput walaupun sudah menyerempet ujung bajunya.






Akan tetapi kembali anak panah ke tiga menyambar, tepat ke arah dia mengelak. Biarpun dia masih berusaha membuang diri ke belakang, tetap saja pundaknya terkena sambaran anak panah ke tiga. Dia mengeluh dan roboh, nampak pundaknya berdarah. Diapun dipapah keluar dan tentu saja dia dinyatakan gagal!

Peserta ke dua kini maju. Juga dia merasa gentar karena wajahnya sudah agak pucat. Diapun maklum betapa sukarnya lolos dari ujian ini. Setelah isyarat diberikan, kembali pemanah itu meluncurkan tiga batang anak panahnya secara beruntun, cepat sekali. Peserta ke dua itu juga berhasil mengelak ke kanan dari sambaran anak panah pertama, dan ketika anak panah ke dua meluncur ke arah tubuhnya, dia meloncat tinggi sehingga anak panah itu meluncur ke bawah kakinya.

Akan tetapi kembali anak panah ke tiga yang membuatnya gagal. Anak panah ini menyambar dan mengenai betisnya, membuat dia roboh pula dan harus dipapah terpincang-pincang keluar dari tempat itu, gagal!

Hui Lian maju dan kembali disambutlah peserta ini oleh sorak-sorai dan tepuk tangan. Kiao Yi juga memandang dengan wajah berseri. Wakilnya itu tentu akan mampu lolos dari serangan anak panah.Yang dikhawatirkan hanyalah pemuda bercaping itu, yang ternyata juga lihai bukan main!

Setelah Hui Lian berdiri tegak dan diberi isyarat, pemanah kembali meluncurkan anak panahnya. Akan tetapi tidak seperti dua orang peserta terdahulu, Hui Lian sama sekali tidak mengelak. Anak panah pertama yang menyambar ke arahnya hanya disambut dengan tubuh dimiringkan dan ketika anak panah meluncur, tangan kirinya menangkap anak panah itu, kemudian ia melontarkan anak panah itu ke depan menyambar anak panah ke dua.

"Trakkk!"

Dua batang anak panah bertemu dan keduanya runtuh ke atas tanah. Ketika anak panah ke tiga datang, Hui Lian menggunakan tangan kanannya yang dimiringkan membacok dan anak panah itupun runtuh ke atas tanah, patah menjadi dua potong!

Tentu saja keberhasilannya ini disambut sorak-sorai dan tepuk tangan riuh, terutama sekali Kiao Yi yang merasa girang bukan main. Hui Lian dengan sikap dingin menoleh ke arah Hay Hay dan melihat betapa pemuda bercaping ini juga ikut bertepuk tangan memujinya sambil memandang kepadanya dan tersenyum. Akan tetapi baginya, senyum itu seperti mengandung ejekan!

Ketika Hay Hay maju, diapun disambut oleh para penonton yang menjagoinya dengan tepuk tangan. Kini, penonton hanya terpecah menjadi dua bagian, mereka menjagoi Hui Lian dan mereka yang menjagoi Hay Hay karena kini yang lulus hanyalah tinggal dua orang peserta ini.

Hay Hay melangkah maju dan dengan sikap seenaknya, berdiri di tengah lingkaran yang sudah disediakan, berdiri tenang menghadap ke arah pemanah tinggi besar yang juga sudah mempersiapkan anak panahnya. Pemanah ini tadi terbelalak menyaksikan Hui Lian menyambut tiga batang anak panahnya dan kalau tidak melihat dengan mata sendiri, tentu dia tidak akan percaya ada orang mampu menghadapi tiga batang anak panahnya seperti yang dilakukan oleh "pemuda" itu.

Tadi dia sudah melihat kehebatan pemuda bercaping itu, maka dengan hati-hati diapun membidik sambil menanti isyarat. Ketika isyarat itu diberikan oleh pengatur pertandingan, terdengar tali busur menjepret dan sinar anak panah meluncur ke arah pusar Hay Hay.

Pemuda ini, seperti Hui Lian tadi, seperti mendiamkannya saja anak panah itu meluncur ke arah dirinya. Setelah dekat, baru dia miringkan tubuh kekiri dan tangan kanannya menyambar ke bawah. Tahu-tahu anak panah itu telah dicepitnya antara ibu jari dan telunjuk tangan kanannya, demikian mudahnya seperti orang mencabut rumput saja!

Anak panah ke dua menyambar ke arah dadanya. Diapun hanya miringkan tubuh dan tangan yang masih memegang anak panah pertama kembali menyambar dan anak panah ke dua itu dijepit antara telunjuk dan jari tengah kanan. Kini dua batang anak panah itu dipegang tangan kanan seperti orang memegang sepasang sumpit! Pada saat itu, anak panah ke tiga menyambar ke arah lehernya! Dia hanya miringkan kepalanya dan ketika anak panah ke tiga ini lewat dekat lehernya, di bawah dagu, dia cepat membuka mulut dan menangkap anak panah itu dengan gigitan!

Tentu saja demonstrasi ini disambut sorak-sorai para penonton, dan untuk kedua kalinya pemanah itu melongo saking heran dan kagumnya. Hay Hay kini menggunakan dua batang anak panah sebagai sumpit, mengambil anak ke tiga dari mulutnya dan sekali dia melontarkan tangan kanan, tiga batang anak panah itu meluncur dan jatuh menancap di atas tanah di depan kaki pemanah itu, berjajar rapi dan masuk ke dalam tanah sampai ke bulu di gagangnya.

Hui Lian dan Hay Hay dinyatakan lulus dan kini hanya tinggal mereka berdua yang harus melakukan ujian terakhir, yaitu mengadu ilmu kepandaian bela diri! Mereka berdua dipanggil naik panggung. Hay Hay yang tidak mengerti bahasa Miao, hanya ikut-ikutan saja meloncat naik ke panggung ketika dia melihat Hui Lian juga meloncat naik.

Mereka berdiri berdampingan menghadap kepala suku yang berkata dalam bahasa Miao bahwa mereka berdua adalah dua orang muda perkasa dan kini mereka harus memperlihatkan siapa diantara mereka yang lebih unggul dan berhak menjadi mantu kepala suku.

Kemudian kepala suku memberi isyarat kepada puterinya dan bangkitlah gadis Miao itu, membawa dua buah mouw-pit (pena bulu) dan tempat tinta. Dengan langkah yang lemah gemulai, puteri kepala suku itu tersenyum manis ketika menghampiri dua orang peserta itu, diiringi tepuk tangan para penonton.

Hay Hay memandang kapada gadis itu. Seorang gadis yang manis sekali, pikirnya, hitam manis dan baju yang dikenakan itu terbuka di bagian depan agak rendah sehingga memperlihatkan lereng sepasang bukit dada yang indah membusung, dihiasi oleh kalung-kalung emas ukir-ukiran indah. Sayang anting-anting yang dipakainya teramat besar, membuat bagian daun telinga itu tergantung mulur dan lubangnya menjadi lebar.

Diapun tersenyum ramah sambil memandang dengan sinar mata berseri ketika gadis Miao itu mendekat. Sikap Hay Hay ini menarik hati gadis suku bernama Nian Ci itu dan iapun memandang kepada Hay Hay dengan senyum pula. Ia lebih suka kepada Hay Hay yang kelihatan ramah daripada Hui Lian yang bersikap dingin saja, walaupun Hui Lian tidak kalah tampan dibandingkan pemuda bercaping. Bahkan ketika menyerahkan mouw-pit dan bak kepada masing-masing peserta, Nian Ci berbisik kepada Hay Hay.

"Mudah-mudahan engkau menang."

Hay Hay hanya mengangguk dan menjawab dalam bahasa Han karena dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh gadis itu.

"Engkau sungguh manis sekali!"

Melihat sikap mereka dan mendengar ucapan pemuda bercaping, Hui Lian menjadi mendongkol sekali. Hemm, tak disangkanya bahwa pemuda bercaping ini ternyata seorang laki-laki mata keranjang yang pandai merayu wanita! Tadi kepala suku sendiri menjelaskan bahwa pertandingan adu ilmu bela diri itu bukan dimaksudkan untuk saling membunuh atau melukai, melainkan menguji kepandaian masing-masing. Oleh karena itu, mereka masing-masing diberi mouw-pit dan bak (tinta) agar dengan alat itu mereka dapat mendatangkan coretan atau totolan kepada tubuh lawan, selama bernyalanya sebatang hio. Kemudian akan dihitung, siapa lebih banyak terdapat noda hitam totolan mouw-pit, dia kalah.

Kini keduanya sudah saling berhadapan di atas panggung, ditonton semua orang yang hadir. Hay Hay masih belum mengerti mengapa dia diberi mouw-pit dan bak. Dengan mouw-pit di tangan kanan dan bak di tangan kiri, dia berdiri dengan muka bodoh, lalu dia memandang Hui Lian.

"Eh, Twako yang baik, apakah kita disuruh berlomba menulis sajak atau membuat tulisan indah? Wah, kalau begitu aku menyerah kalah saja! Tentu engkau lebih mahir."

Hui Lian maklum bahwa orang ini tidak mengerti bahasa Miao, akan tetapi ia tidak tersenyum, bahkan semakin mendongkol. Kalau sudah memasuki sayembara ini, tentu pemuda ini sudah tahu akan semua syaratnya dan sikapnya yang ketololan ini tentu sengaja dilakukan untuk mempermainkannya.

"Huh, kiranya engkau hanya seorang laki-laki mata keranjang!" bentaknya dan iapun sudah mulai menyerang dengan mouw-pitnya.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar