*

*

Ads

Senin, 14 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 116

Karena mouw-pit yang sudah direndam bulunya dengan tinta tadi hanya menyambar ke arah ujung lengan bajunya, Hay Hay tidak menghindar dan nampaklah coretan pada ujung lengan bajunya, dan dia terbelalak kaget dan kagum karena coretan itu bukan sembarangan saja, melainkan membentuk huruf Mata Keranjang!

"Ehh...!"

Dia berseru dan cepat diapun membalas, akan tetapi mouw-pitnya tertangkis oleh mouw-pit lawan. Karena penasaran belum membalas makian lewat coretan, Hay Hay lalu menggunakan kepandaiannya, mouw-pitnya menyambar ke arah mata lawan.

Hui Lian terkejut karena serangan ini sungguh berbahaya. Ketika ia mengelak ke samping, tiba-tiba saja mouw-pit lawan itu meluncur turun dan mengenai ujung bajunya yang putih. Ketika ia memandang, ia melihat coretan itupun berbentuk huruf makian yang berbunyi Lancang Mulut!

Hui Lian marah. Mouw-pitnya menyambar-nyambar lagi dan berhasil mencoret-coret huruf makian Goblok dan Gila pada kanan kiri bagian baju Hay Hay. Kalau saja Hay Hay mau menghindarkan, tentu tidak mudah bajunya di coret-coret, akan tetapi sungguh aneh, dia ingin sekali melihat tulisan apa lagi yang dilakukan lawan maka dia sengaja membiarkan lawan mencoret-coret bajunya.

Ketika membaca Goblok dan Gila, diapun membalas dan sekali ini Hui Lian juga ingin tahu jawaban lawan. Marahlah ia membaca huruf Tolol dan Sinting yang dicoretkan mouw-pit di tangan Hay Hay pada bajunya. Iapun membalas menyerang kalang kabut, dan keduanya kini bertanding mempergunakan mouw-pit. Setelah keduanya mengeluarkan kepandaian masing-masing, sukarlah bagi keduanya untuk membuat satu totolan atau coretan saja pada baju lawan!

Kini keduanya terkejut bukan main karena tidak menyangka bahwa lawan sedemikian lihainya! Hay Hay memang tahu akan kelihaian Hui Lian, akan tetapi tak disangkanya sehebat ini dan sebaliknya Hui Lian terkejut mendapat kenyataan bahwa pemuda bercaping itu mampu mengimbangi kecepatan gerakannya, bahkan membalas serangannya dengan totokan-totokan yang amat cepat, aneh, dan bertenaga!

"Engkau manusia tak tahu malu!" Hui Lian mendesis dalam bahasa Han, tidak keras hanya cukup terdengar oleh Hay Hay saja ketika mereka saling serang dan belum juga berhasil menodai baju masing-masing kecuali huruf-huruf tadi. "Aku tidak percaya engkau benar-benar mau menjadi mantu kepala suku dan kawin dengan gadis Miao itu!"

Tentu saja Hay Hay merasa heran mendengar ucapan itu.
"Gila." diapun berbisik. "Siapa mau menjadi mantu kepala suku?"

"Engkau tergila-gila kepada gadis suku Miao itu, tadi engkau mengajaknya senyum dan memuji ia manis!"

"Memang ia manis, apa salahnya aku memuji? Akan tetapi aku tidak tergila-gila!"

"Engkau tolol, kamu tidak tergila-gila, mengapa ikut sayembara ini?"

Kini Hui Lian menduga bahwa pemuda ini mengikuti sayembara hanya karena iseng saja, mungkin tidak tahu apa artinya sayembara ini karena dia tidak paham bahasa Miao.

"Aku ikut karena tertarik, apa salahnya?" Hay Hay tersenyum. "Aku hanya hendak mengurangi kesombonganmu melagak dan memamerkan kepandaian!"

"Aih, engkau lancang mulut! Apa engkau tidak tahu, sayembara ini diadakan untuk memperebutkan gadis anak kepala suku! Pemenangnya yang akan menjadi suaminya."

Hay Hay terkejut sekali dan dia menengok ke arah kiri dimana duduk gadis Miao itu di
samping ayah dan ibunya. Gadis beranting-anting besar itu memandang kepadanya dan tersenyum. Karena menoleh, Hay Hay menjadi lengah dan Hui Lian berhasil membuat coretan pada bajunya. Hay Hay meloncat ke belakang.

"Apa? Gadis beranting-anting besar itu? Jadi…. jadi isteri pemenang…?”

"Benar, tolol! Dan kau tidak tahu tentang itu, ya? Ikut sayembara hanya untuk iseng saja?"

Hui Lian menyerang lagi dan ia terkejut karena kini mudah saja baginya untuk mencoretkan mouw-pitnya kepada pakaian lawan.

"Wah, kalau begitu biar aku kalah saja. Ambillah perempuan itu untukmu, sobat!"






Dan kini sambil bersilat, Hay Hay melakukan gerakan yang amat cepat dengan mouw-pitnya, akan tetapi bukan pakaian lawan yang menjadi sasarannya, melainkan pakaiannya sendiri!

Bahkan saking gemasnya kepada diri sendiri yang hampir saja celaka karena kalau menang dia harus menjadi suami gadis Miao itu, dia mencoret-coretkan mouw-pitnya pada mukanya pula! Saking cepat gerakannya, para penonton tidak ada yang tahu bahwa pemuda berpakaian biru itu mencoret pakaian dan mukanya sendiri. Hanya Hui Lian yang tahu dan diam-diam ia tertawa.

Pemuda ini betapapun juga bukan orang jahat dan bukan mata keranjang, bahkan lucu sekali! Setelah hio yang membara itu padam, pengatur pertandingan memberi tanda agar mereka berhenti bertanding dan tanpa dihitung lagi, mudah saja diketahui bahwa Hay Hay telah kalah! Bajunya penuh coretan, bahkan leher dan mukanya juga berlepotan bak hitam!

Sorak-sorai menyambut kemenangan Hui Lian dan mereka yang tadi bertaruh menjagoi Hay Hay, terpaksa membayar kekalahan sambil mengomel panjang pendek.

Sebagai pemenang, Hui Lian dihadapkan kepala suku. Kepala suku mencabut golok dari pinggangnya, memberikannya kepada puterinya. Nian Ci, gadis kepala suku itu, membawa golok dan melepaskan pula kalungnya, hendak dikalungkan ke leher Hui Lian dan menyerahkan golok sebagai tanda bahwa "pemuda" itu diterima menjadi mantu ayahnya.

Akan tetapi, Hui Lian melangkah mundur dan dengan tangan memberi isyarat penolakan. Melihat ini, kepala suku terbelalak dan para penonton menjadi gaduh. Pemenang menolak menjadi suami Nian Ci! Apa pula ini?

"Orang muda!" Kepala suku membentak dengan suara marah karena hatinya penasaran. "Kenapa engkau menolak? Engkau adalah pemenang sayembara dan berhak menjadi mantuku!"

"Aku mengikuti sayembara bukan untuk diri sendiri, akan tetapi mewakili dia!"

Dan ia menuding ke arah Kiao Yi yang berada di bawah panggung. Digapainya Kiao Yi dan disuruhnya naik ke panggung. Kiao Yi yang masih lemah tubuhnya itu naik dan menjatuhkan diri berlutut di depan kepala suku.

"Kiao Yi….!"

Nian Ci berseru, pemuda itu membalas pandangan kekasihnya dan mengangguk tersenyum. Semua orang mendengar ini merasa penasaran dan mulailah mereka berteriak-teriak. Mereka adalah suku bangsa yang menjunjung kegagahan dan kejujuran. Mereka tidak setuju kalau kini hadiah puteri kepala suku itu diberikah kepada Kiao Yi yang dianggap tidak berhak karena yang memenangkan sayembara adalah pemuda berpakaian putih itu.

Hay Hay juga merasa penasaran.
"Heii, sobat!" teriaknya dari bawah panggung. "Apa-apaan itu? Engkau menang dan engkau berhak mengawini gadis itu, kenapa menolak? Ia cantik jelita dan manis, pantas menjadi teman hidupmu selamanya. Ha-ha-ha! Bukankah engkau sudah menang?" Hay Hay mentertawakan Hui Lian.

Kepala suku Miao itu kini memandang kepada Kiao Yi dengan mata terbelalak. Dia suka kepada Kiao Yi dan tahu bahwa antara puterinya dan pemuda ini sudah lama terjalin cinta saling suka. Akan tetapi dia harus mempertahankan kewibawaan dan kegagahannya sebagai kepala suku.

“Kiao Yi, apa artinya ini? Kenapa engkau lancang berani maju hendak menerima hadiah dari pemenang, padahal pemenangnya orang lain?"

Kiao Yi menjawab dengan lantang, terdengar oleh semua orang.
"Harap maafkan saya. Sesungguhnya, saya sendiri yang akan maju memasuki sayembara. Akan tetapi saya keracunan dan jatuh sakit, hampir mati kalau tidak ditolong oleh... pendekar itu. Melihat saya diracun orang yang agaknya hendak menghalangi saya ikut sayembara, dan mendengar bahwa antara saya dan Nian Ci sudah saling cocok untuk menjadi suami isteri, Tuan pendekar ini lalu mewakili saya dalam pertandingan sayembara ini."

Kini para penonton kembali terpecah dua, ada yang pro dan ada pula yang kontra sehingga keadaan disitu menjadi gaduh dan bising sekali karena mereka saling berbantahan sendiri, ada yang setuju kalau puteri kepala suku menikah dengan Kiao Yi yang sudah dikenal sebagai pemuda suku sendiri yang cukup gagah perkasa. Ada yang mempertahankan agar puteri kepala suku dikawinkan dengan pemuda pakaian putih sebagai pemenang sayembara.

Selagi keadaan menjadi tegang, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan ketakutan dan orang-orang Miao berlarian, dikejar oleh orang-orang yang keadaannya amat mengejutkan karena mereka itu adalah orang-orang yang berwajah dan bersikap menyeramkan. Apalagi ketika nampak beberapa orang Miao telah roboh mandi darah, diserang oleh beberapa orang itu. Sedikitnya ada dua puluh orang yang menyerbu perkampungan itu.

Hui Lian sudah meloncat turun dari atas panggung. Ia tadi menengok dan melihat bahwa diantara para penyerbu terdapat dua pasang suami isteri yang pernah dilawannya ketika mereka hendak merampas domba-domba yang digembala seorang anak Miao dihari kemarin. Ia tahu betapa lihainya mereka dan kini mereka berempat datang bersama belasan orang lain, yang keadaannya juga aneh aneh dan menunjukkan bahwa mereka adalah kaum sesat yang berilmu tinggi.

Hay Hay juga terkejut, bukan saja melihat dua pasang suami isteri itu, melainkan karena diantara para penyerbu itu dia mengenal pula Ji Sun Bi yang berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun) yang cantik dan cabul itu bersama gurunya. Min-san Mo-ko yang lebih lihai lagi.

Melihat kedua orang ini, Hay Hay mengerutkan alisnya dan teringatlah dia kembali akan pengalamannya ketika dia terjatuh ke tangan dua iblis itu. Untunglah bahwa dia dapat lolos dari tangan dua orang manusia keji ini, ditolong oleh mendiang Pek Mau Sanjin yang telah mengajarkan ilmu sihir kepadanya.

Bagaimanakah dua pasang suami isteri iblis itu kini dapat bekerja sama dengan Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko, murid dari mendiang See Kwi Ong, seorang diantara Empat Setan?

Seperti kita ketahui, suami isteri Lam-hai Siang-mo dan suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, setelah tadinya bermusuhan karena memperebutkan Sin-tong (Anak Ajaib) keluarga Pek dan sama-sama gagal, mereka bahkan dapat bersekutu. Ketika secara berkelompok mereka bertemu pula dengan Lam-hai Giam-lo, murid mendiang Lam-kwi-ong yang sudah bergabung pula dengan Min-san Mo-ko yang setingkat dua pasang suami isteri ini lalu menggabungkan diri pula.

Ketika itu, golongan hitam yang mulai menghimpun kekuatan ini mendengar bahwa Jaksa Tinggi Kwan Sin bersama keluarganya sedang mengadakan liburan ke Telaga Tung-ting. Jaksa Tinggi ini terkenal sekali di dunia kang-ouw sebagai seorang pembesar yang menghadapi dunia kejahatan dengan tangan besi. Banyak sudah tokoh-tokoh kaum sesat yang menjalani hukuman berat melalui Kwan-taijin ini. Maka diapun dianggap sebagai tokoh umum oleh kaum sesat.

Banyak orang dari dunia hitam menginginkan nyawanya, bukan saja karena membencinya sebagai seorang pejabat yang bertangan besi terhadap penjahat, juga terutama sekali karena pembesar itu terkenal memiliki mustika yang amat langka.

Benda mustika itu merupakan sebuah giok (batu kemala) yang sudah ribuan tahun umurnya, berwarna belang merah hijau dan mempunyai khasiat menyembuhkan segala macam luka beracun, dapat menyedot racun dari dalam tubuh dan juga kalau air rendaman batu kemala ini diminum selama beberapa hari berturut-turut, maka akan menjadi obat kuat pembersih darah. Batu giok ini selalu tergantung di dada pembesar itu sebagai mainan seuntai kalung, tersembunyi di balik jubahnya.

Berita tentang Kwan-taijin inilah yang membuat kawanan sesat itu kini menuju ke Telaga Tung-ting. Dua pasang suami isteri iblis itu sering kali memisahkan diri dari gerombolan mereka dan kemarin mereka gagal merampas domba. Hari ini, dengan teman-teman mereka segerombolan, mereka menyerbu perkampungan suku Miao yang sedang mengadakan pesta itu.

Ketika Hui Lian berloncatan menyambut serbuan gerombolan penjahat, suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan yang berdekatan dengan Min-san Mo-ko cepat berkata,

"Itulah pemuda yang amat lihai itu."

Mereka sudah menceritakan kepada rekan yang lebih tinggi kedudukannya dari mereka itu tentang kegagalan mereka merampas domba ketika bertemu dengan pemuda berpakaian putih itu.

Ji Sun Bi yang mata keranjang, begitu melihat Hui Lian, segera jatuh hati. Tak disangkanya bahwa pemuda yang kabarnya telah mengalahkan pengeroyokan dua pasang suami isteri itu adalah seorang yang demikian tampan. Maka iapun cepat meloncat ke depan menyambut Hui Lian dengan senyum memikat. Karena sudah mendengar betapa lihainya pemuda pakaian putih itu, Ji Sun Bi yang sudah mencabut sepasang pedangnya dan memegang di kedua tangan.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar