*

*

Ads

Senin, 14 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 117

"Orang muda yang ganteng, engkau ikutlah saja dengan kami, menjadi sahabat baikku dan kita hidup bersenang-senang!” katanya sambil melepas senyum manis dan lirikan mata memikat.

Melihat sikap wanita yang cantik dan genit itu, Hul Lian mengerutkan alisnya. Ia tahu bahwa ia berhadapan dengan seorang wanita cabul dan mata keranjang, maka iapun membentak marah.

“Perempuan tak tahu malu, jangan mencoba untuk membujukku!"

Ji Sun Bi adalah orang yang selalu berpendapat bahwa jlka sesuatu yang dikehendaki itu tidak akan berhasil dimilikinya, maka sesuatu itu harus dihancurkan! Karena itu, melihat sikap pemuda berpakaian putih yang memakinya, rasa sukanya segera berubah dan membalik menjadi kebencian.

"Kalau begitu, mampuslah!" bentaknya dan sepasang pedangnya berubah menjadi gulungan sinar yang menyambar-nyambar dahsyat ke arah Hui Lian.

Melihat betapa serangan wanita itu ternyata cukup dahsyat dan berbahaya, Hui Lian maklum bahwa ia menghadapi seorang lawan tangguh, maka ia meloncat ke belakang menghindar sambil menggerakkan tangannya dan tiba-tiba nampak sinar putih kemerahan berkelebat ketika ia telah mencabut sebatang pedang yang berkilauan. Itulah Kiok-hwa-kiam, pedang yang ia temukan bersama suhengnya di dalam guha berikut kitab peninggalan In Liong Nio-nio dan Sin-eng-cu The Kok, dua orang diantara delapan tokoh yang dahulu dikenal dengan sebutan Delapan Dewa.

Ji Sun Bi yang sudah marah, melanjutkan serangannya dan kini dua gulungan sinar pedangnya bertemu dengan gulungan sinar pedang Kiok-hwa-kiam.

"Cring-tranggg …..!!”

Ji Sun Bi menahan teriakannya dan terkejut bukan main karena dalam pertemuan pedang itu ia merasa betapa sepasang tangannya tergetar hebat, tanda bahwa tenaga lawannya memang amat kuat. Iapun berhati-hati dan kembali menggerakkan sepasang pedangnya menyerang dengan dahsyat.

Hui Lian menyambutnya dengan gerakan tenang saja, akan tetapi dalam gebrakan-gebrakan berikutnya, pedangnya menekan sepasang pedang lawan dan iapun sudah mendesak hebat!

Melihat ini, Min-san Mo-ko melangkah maju.
"Sun Bi, minggirlah'" bentaknya dan ketika muridnya meloncat ke belakang, dia melangkah maju lagi menghadapi Hui Lian.

Gadis ini memandang tajam lawan barunya yang bertubuh kurus bermuka pucat itu, akan tetapi melihat betapa sepasang mata kakek ini mencorong seperti mata harimau, ia bersikap hati-hati.

Dengan suara melengking tinggi, Min-san Mo-ko menudingkan telunjuknya ke arah Hui Lian sambil memandang dengan sepasang mata yang tajam berpengaruh,

"Orang muda, lepaskan pedangmu dan berlututlah!"

Hui Lian terkejut bukan main karena suara itu seperti menembus otaknya dan menusuk ke arah jantungnya, menguasai dirinya sehingga tak dapat ditahannya lagi pedang ditangannya dilepaskan, jatuh ke atas tanah.

Akan tetapi, ia masih bertahan dan tidak menjatuhkan diri berlutut. Melihat ini, Min-san Mo-ko mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lagi suaranya makin tinggi melengking.

"Orang muda, engkau tak dapat menahan lagi, harus berlutut di depanku!"

Tangan kanannya bergerak-gerak ke arah Hui Lian. Kembali Hui Lian merasa seolah-olah dirinya dipaksa untuk berlutut dan walaupun hatinya menolak, namun kedua kakinya sudah gemetar dan hampir saja ia menjatuhkan diri berlutut. Tiba-tiba terdengar suara ketawa dan anehnya, suara ketawa ini membuyarkan kekuatan hebat yang memaksanya harus berlutut tadi.

“Ha-ha-ha, Toako yang berpakaian putih, jangan dengarkan omongan dukun cabul itu. Omongannya tidak ada arti dan gunanya sama sekali, lebih busuk dari kentut perut kotor!"

Ucapan ini membuyarkan sama sekali pengaruh yang menguasai diri Hui Lian sehingga ia terkejut sendiri melihat pedang Kiok-hwa-kiam di dekat kakinya. Cepat ia membungkuk dan mengambil kembali pedangnya. Ia menoleh dan melihat bahwa yang muncul adalah pemuda bercaping itu. Mukanya berubah merah karena tadi ia memperlihatkan kelemahannya terhadap lawan dan baru sekarang ia sadar bahwa ia tadi berada di bawah pengaruh sihir. Kalau tahu begitu, dengan pengerahan sinkang dan khikang, ia tentu akan mampu mempertahankan dirinya!






"Terima kasih." katanya kepada Hay Hay.

"Lebih baik engkau bantu orang-orang Miao itu, Toako dan biarlah aku yang menghadapi Si Dukun Cabul ini!" kata Hay Hay.

Hui Lian melihat betapa dua pasang suami isteri yang pernah dikalahkannya kemarin, bersama teman-teman mereka, kini mulai menyerbu dan terjadi pertempuran antara mereka dengan orang-orang Miao Yang tentu saja tidak mampu menghadapi orang-orang yang berilmu tinggi itu.

Beberapa orang Miao telah roboh menjadi korban keganasan gerombolan itu. Melihat ini dengan pedang di tangan Hui Lian lalu berlari dan menerjang ke arah para penyerbu, pedangnya mengeluarkan bunyi mengaung dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung.

Sementara itu, sambil tersenyum lebar Hay Hay menghadapi Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko. Ji Sun Bi segera mengenalnya dan giranglah hati wanita ini melihat pemuda yang pernah membuatnya tergila-gila itu. Teringat ia betapa bagaikan segumpal daging di mulut harimau, pemuda ini sudah berada dalam cengkeramannya dan tentu telah dimilikinya kalau tidak muncul kakek aneh yang merebut pemuda ini darinya.

"Hay Hay ! Engkau datang mencariku, sayang?" tegur Sun Bi sambil tersenyum manis dan menghampiri, akan tetapi berhati-hati karena ia sudah mengenal kelihaian Hay Hay.

Hay Hay juga tetap tersenyum memandang wanita yang merupakan orang pertama yang mengajarkan bercumbu itu, wanita cantik menarik yang kemudian menjadi musuhnya karena hendak memaksakan kehendaknya yang tidak baik, wanita cabul!

"Ji Sun Bi, kita berjumpa lagi! Akan tetapi jangan harap engkau akan dapat memaksakan keinginanmu yang kotor dengan bantuan dukun cabul ini!" Dia menuding ke arah Min-san Mo-ko.

Tentu saja Min-san Mo-ko menjadi marah mendengar dua kali dia dimaki dukun cabul oleh Hay Hay. Tadi ketika Hay Hay muncul, dia tidak mengenal pemuda ini dan baru dia teringat ketika Ji Sun Bi saling tegur dengan pemuda itu. Teringatlah dia bahwa pemuda ini yang pernah dljatuhkannya dengan sihir dan sebelum dibunuh hendak dipermainkan dulu oleh Sun Bi, akan tetapi kemudian muncul Pek Mau San-jin yang kuat sekali ilmu sihirnya sehingga pemuda itu dapat lolos.

"Bagus! Dahulu engkau kebetulan saja dapat melepaskan diri, sekarang jangan harap lagi, orang muda!"

Kakek itu lalu menggosok kedua telapak tangannya, mulutnya berkemak-kemik, matanya mencorong menatap wajah Hay Hay, kemudian dia mengembangkan kedua lengannya dengan telapak tangan menghadap ke arah Hay Hay dan terdengar suaranya melengking tinggi.

"Orang muda, tidurlah engkau! Tidurlah, karena engkau merasa lelah dan mengantuk sekali!" Suaranya bergema mengerikan dan mempunyai pengaruh amat kuat

Hay Hay tentu saja sudah bersiap siaga menghadapi ilmu sihir kakek itu. Dia mengerahkan tenaga batinnya, menangkis bahkan melontarkan kekuatan yang menyerangnya itu kembali kepada Si Penyerang, ditambah lagi oleh kekuatan sendiri yang bergelombang amat kuatnya.

"Bagus, kakek kurus, bagus sekali, tidurlah engkau!"

Min-san Mo-ko sama sekali tidak pernah mengira bahwa pemuda di depannya itu sama sekali berbeda dengan pemuda yang pernah dirobohkannya dengan sihir! Kini dia berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki kekuatan sihir yang hebat, jauh lebih kuat daripada ilmu sihirnya sendiri.

Dia tidak tahu betapa kekuatan sihirnya tadi ditangkis dan dikembalikan oleh Hay Hay kepadanya, bahkan ditambah oleh kekuatan pemuda itu sendiri. Tahu-tahu dia merasa mengantuk bukan main, menguap dan tubuhnya terkulai, terus rebah di atas tanah tidur mendengkur!

Melihat keadaan gurunya yang juga menjadi kekasihnya, terkejutlah Ji Sun Bi. Hampir ia tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Biasanya, gurunya amat lihai dalam ilmu sihir dan sekali memerintah orang, tentu akan berhasil. Kini gurunya memerintah Hay Hay untuk tidur, akan tetapi mengapa hasilnya bahkan gurunya sendiri yang tidur mendengkur? Iapun menubruk dan mengguncang pundak Min-san Mo-ko, mengerahkan sin-kang dan berseru,

"Suhu, bangunlah! Bangunlah!"

Sebagai seorang ahli sihir yang berpengalaman, tentu saja Min-san Mo-ko menyadari bahwa dia telah terpukul oleh serangannya sendiri namun tadi terlambat dia menyadari hal ini sehingga dia keburu terpengaruh dan pulas. Kini gugahan Ji Sun Bi membuat dia terbangun dan dengan muka merah dia meloncat berdiri, memandang kepada pemuda yang masih senyum-senyum itu.

Dia teringat akan ilmu sihirnya yang paling kuat. Sejenak dia diam mengerahkan seluruh kekuatannya, kemudian tiba-tiba saja kedua matanya mencucurkan air matanya dan dia menangis sesenggukan! Sungguh penglihatan yang lucu dan aneh sekali! Kakek Min-san Mo-ko menangis tersedu-sedu dengan air mata bercucuran sambil memandang kepada Hay Hay.

"Huu-uhu-hu-huuu……!” Dia menangis dan mengeluh, "Hidup begini….. sengsara... penuh duka... uhu-hu-huuuu…..!"

Tangis biasa saja sudah amat menular, memiliki kekuatan untuk menyeret orang lain ikut menangis, apalagi tangis Min-san Mo-ko ini, tangis yang mengandung kedukaan sihir amat dahsyat. Bahkan Ji Sun Bi, yang biarpun sudah tahu bahwa gurunya melakukan sihir, tak dapat menahan diri dan ikut pula menangis!

Hay Hay merasakan getaran yang amat kuat, yang seolah-olah menerkamnya dan menyeretnya, memaksanya untuk ikut pula menangis bersama Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi. Bahkan ingatannya pun membayangkan keadaan dirinya, yang sebatang kara, yang tidak memillki apa-apa di dunia ini, terbayang olehnya betapa sunyinya hidup, betapa dia menderita kesepian. Mau rasanya dia mengguguk menangis seperti anak kecil.

Akan tetapi kesadarannya membuat dia waspada dan dapat melihat bahwa semua ini hanyalah karena kekuatan sihir lawan! Dia membiarkan air matanya jatuh menitik ke atas pipinya, kemudian dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara menghibur.

"Sudahlah, Kakek yang malang, jangan terlalu berduka, hal itu dapat mengganggu kesehatanmu."

Biasanya, orang yang sedang bersedih kalau mendengar kata-kata hiburan, kedukaannya menjadi penuh keharuan yang membuatnya menangis semakin sedih. Demikian pula dengan Min-san Mo-ko, karena kekuatan sihirnya tidak cukup kuat untuk mengalahkan Hay Hay, kini sebaliknya dia malah terseret oleh kekuatan sihir yang dilepas Hay Hay.

Mendengar kata-kata hiburan itu, diapun menangis semakin hebat, tidak lagi hanya mengguguk, bahkan kini melolong-lolong dan tak lama kemudian diapun bergulingan di atas tanah sambil menangis seperti anak kecil!

Melihat keadaan gurunya ini, Ji Sun Bi terkejut sekali, akan tetapi iapun tidak berdaya karena iapun menangis semakin hebat, terseret pula oleh pengaruh sihir yang dilepas Hay Hay! Guru dan murid itu bertangis-tangisan dengan amat sedihnya, sampai keduanya megap-megap dan sukar bernapas seperti tercekik oleh tangis sendiri.

Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan muncul dua orang berpakaian pendeta. Melihat gambar teratai di dada mereka, mudah dikenal bahwa mereka adalah dua orang pendeta Agama Pek-lian-kauw.

Seorang diantara mereka membanting sesuatu, terdengar suara meledak dan tempat itu penuh tertutup asap hitam. Hay Hay mempergunakan kedua lengannya untuk mengebut dan mengusir asap, akan tetapi setelah asap hitam menghilang, tidak nampak lagi Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi disitu. Ternyata mereka berdua telah dilarikan oleh dua orang teman mereka dari Pek-lian-kauw!

Hay Hay tidak peduli dan cepat dia menyerbu ke dalam pertempuran. Hui Lian yang memegang pedang dikeroyok banyak orang, akan tetapi pemuda berpakaian putih itu sedemikian hebat permainan pedangnya sehingga biarpun ada belasan orang lihai mengeroyoknya, mereka tidak mampu menembus benteng gulungan sinar pedang itu!

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar