*

*

Ads

Kamis, 17 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 121

Dua orang itu terbelalak dan muka mereka pucat, tubuh mereka menggigil dan mereka berdua jatuh berlutut ketika melihat betapa pemuda yang berada di depan mereka itu benar-benar telah berubah menjadi seorang raksasa yang mukanya mengerikan, mulutnya lebar terbuka dan penuh dengan taring yang runcing!

“Ampun…. ampunkan kami…. Min-san Mo-ko berada di dalam kuil Pek-lian-kauw yang berada di dalam hutan…. di lereng bukit sana….”

Tanpa menanti keterangan lebih lanjut karena sudah cukup baginya, Hay hay berkelebat lenyap dari depan kedua orang itu yang terjungkal pingsan saking takutnya. Kini Hay Hay berlari cepat menuju ke bukit itu dan ketika dia memasuki hutan yang berada di lereng bukit itu, sore telah larut dan cuaca di dalam hutan mulai remang-remang.

Tiba-tiba dia mendengar suara beradunya senjata dari tengah hutan. Jantungnya berdebar tegang dan diapun cepat berlompatan ke arah datangnya suara berkelahi itu. tak lama kemudian tibalah dia didepan sebuah kuil tua dan disitu dia melihat Hui Lian yang memegang pedang sedang dikeroyok oleh banyak orang dan tentu saja Hui Lian terdesak hebat karena pengeroyoknya adalah Min-san Mo-ko, kedua pasang suami isteri iblis, dan masih ada pula beberapa orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai!

Tidak nampak iblis betina Ji Sun Bi di situ. Diam-diam Hay Hay merasa lega bahwa Hui Lian belum terluka walaupun terdesak hebat. Agaknya gadis ini telah melindungi dirinya dengan sinkang dan khikang sehingga tidak akan mudah dipengaruhi sihir Min-san Mo-ko sehingga dengan gigih ia masih mampu membuat perlawanan.

“Toako, aku datang membantumu!” teriak Hay Hay dan diapun mencabut sebuah suling dari pinggangnya, lalu terjun ke dalam perkelahian itu dengan suling di tangan.

“Hay-te, cepat kesini… kita saling melindungi!” kata Hui Lian sambil memutar pedangnya.

Hay Hay yang maklum betapa bahayanya musuh-musuh itu, segera membuka kepungan dengan putaran sulingnya. Terdengar suara senjata beradu dan dua orang anak buah gerombolan itu terjengkang. Hay Hay melompat masuk dan kini sudah berdiri beradu punggung dengan Hui Lian, memutar sulingnya dan menagkis senjata-senjata yang datang menyambar, juga dia menggunakan tangan kiri mendorong ke kanan kiri dan pihak lawan yang kurang kuat tentu terdorong mundur sehingga mereka merasa kaget dan jerih terhadap pemuda yang baru muncul ini.

Legalah hati Hui Lian kini karena tadi ia sudah kewalahan dan kalau Hay Hay terlambat datang, bukan tidak mungkin ia akan segera roboh, tertawan atau tewas. Hatinya merasa gembira dan setiap kali pinggulnya menyentuh Hay Hay dalam gerakan mereka yang saling melindungi, jangtungnya berdebar aneh.

Mereka berdua mengamuk dan setelah banyak anak buah gerombolan roboh oleh pedang Hui Lian dan suling di tangan Hay Hay, mereka menjadi jerih dan kini yang masih mengeroyok hanyalah Min-san Mo-ko, dua pasang suami isteri dari selatan, ditambah lima orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai dan bersenjata tongkat panjang.

Beberapa kali tosu dan juga Min-san Mo-ko mencoba ilmu sihir mereka, namun berkat kekuatan sihir Hay Hay, semua serangan mereka tidak mempan. Juga Hay Hay tidak mau mencoba ilmu sihirnya, maklum bahwa dia tidak akan berhasil karena selain Min-san Mo-ko, disitu terdapat lima orang tosu yang kesemuanya memiliki ilmu sihir yang cukup kuat!

Walaupun kedua orang muda itu dikeroyok sepuluh orang pandai, namun mereka sama sekali tidak gentar, dan juga tidak terdesak, walaupun bagi mereka berduapun tidak mudah untuk dapat melukai para pengeroyok yang lihai itu. Selagi Hay Hay berniat untuk mengajak kawannya melarikan diri, tiba-tiba muncul dua orang dipihak para pengeroyok. Mereka itu bukan lain adalah Ji Sun Bi, wanita cabul itu, dan seorang pemuda yang tampan dan gagah sikapnya.

Ji Sun Bi segera membantu para pengeroyok, menyerang Hui Lian, sedangkan pemuda gagah itu menggunakan sebatang pedang yang mengeluarkan sinar perak mengeroyok Hay Hay.

Ketika menangkis sinar perak itu dengan sulingnya, dia kaget bukan main. Pemuda yang baru datang ini amat kuat sinkangnya, dan pedang itupun berbahaya sekali karena ujung sulingnya terbabat putus! Kiranya pemuda itu seorang yang amat lihai dan memegang sebatang pedang pusaka yang ampuh. Diam-diam Hay Hay mengeluh. Dengan munculnya pemuda ini dan Ji Sun Bi, jelas bahwa kedudukan dia dan Hui Lian terhimpit dan berat sekali.

Di lain pihak, dengan munculnya Ji Sun Bi yang meyerang dengan siang-kiam (sepasang pedang), Hui Lian juga merasa berat dan repot. Wanita cabul itu memang lihai, lebih lihai di bandingkan suami isteri iblis atau para tosu Pek-lian-kauw. Maka kemunculannya membuat Hui Lian terdesak dan hanya mampu menangkis saja, sedikit sekali mendapatkan kesempatan untuk balas menyerang.






Kini ia dan Hay Hay dikeroyok dua belas orang dan ketika ia memperhatikan dengan sudut matanya, ia melihat betapa pemuda yang datang bersama Ji Sun Bi itupun lihai bukan main.

“Toako, mari kita pergi!”

Tiba-tiba terdengar Hay Hay berseru dan tiba-tiba saja Hay Hay tertawa bergelak. Suara tawanya sampai menimbulkan gema, demikian dalam penuh wibawa. Para pengeroyok terkejut dan tanpa mereka sadari, merekapun kini tertawa semua, terseret oleh arus yang amat kuat dari getaran suara ketawa Hay Hay. Kesempatan ini dipergunakan oleh Hay Hay untuk menyambar lengan Hui Lian dan diajaknya meloncat keluar dari kepungan!

Pada saat para lawan terpengaruh sihirnya dan tertawa, Hay Hay yang memegang lengan Hui Lian meloncat keluar, akan tetapi hanya sebentar saja Min-san Mo-ko terpengaruh, demikian pula lima orang tosu Pek-lian-kauw. Min-san Mo-ko sudah mebubruk ke depan dengan pedangnya yang menyambar ke arah leher belakang Hay Hay. Pemuda ini mengelak dan tubuhnya diputar. Dia melihat benda mencorong di dada Min-san Mo-ko. Batu giok milik Kwan-taijin!

Hay Hay menusukkan suling ke arah mata Min-san Mo-ko, akan tetapi tangan kirinya menyambar dan dia berhasil merampas batu giok yang dikalungkan di leher Min-san Mo-ko. Pada saat itu, lima orang tosu Pek-lian-kauw sudah menubruknya!

Hui Lian membantunya dengan putaran pedang sehingga tongkat para tosu dapat ditangkis. Akan tetapi pada saat itu, ada sinar hitam menyambar dan Hui Lian mengeluh dan terhuyung. Ia telah diserang dengan jarum beracun dari belakang oleh Tong Ci Ki yang berjuluk Si Jarum Sakti, iblis betina dari Guha Iblis Pantai Selatan. Tiga batang jarum kecil memasuki pinggul kanan tanpa dapat ditangkisnya sama sekali sehingga ia terhuyung dan sebelan kaki seperti lumpuh.

Pada saat itu, Hay Hay cepat menyambar tubuh Hui Lian dengan tangan kiri, sedangkan sulingnya di putar cepat. Dua orang tosu Pek-lian-kauw terjungkal roboh, akan tetapi ujung pedang di tangan Min-san Mo-ko juga menyerempet dada Hay Hay, merobek baju dan juga kulit dan daging di dada kananya.

“Kami tidak ada waktu melayani kalian. Kami pergi, kami menghilang dan kalian tak dapat melihat kami lagi!” terdengar Hay Hay berseru, kini mengerahkan seluruh tenaga sihirnya dan sekali ini dia berhasil baik karena semua musuhnya tiba-tiba menjadi bingung ketika Hay Hay dan Hui Lian lenyap.

Beberapa kali Min-san Mo-ko dan para tosu Pek-lian-kauw mengeluarkan bentakan-bentakan untuk memunahkan pengaruh sihir itu, dan akhirnya mereka berhasil juga menyingkirkan pengaruh itu. Akan tetapi semua orang sadar dan mengejar keluar ruangan depan, yang nampak hanya bayangan kedua orang musuh itu memasuki hutan yang sudah menjadi amat gelap. Mengingat akan lihainya dua orang itu, mereka tidak berani melakukan pengejaran di dalam gelap karena hal itu berbahaya sekali bagi mereka.

Min-san Mo-ko membanting-banting kakinya.
“Keparat jahanam! Mereka dapat lolos!” Dia mengutuk.

“Jangan khawatir, Mo-ko,” kata Si Jarum Sakti Tong Ci Ki. “Pemuda pakaian putih itu telah kuhadiahi tiga batang jarum beracunku, dia tentu takkan mampu berlari jauh dan akan mampus juga.”

“Dan aku melihat tadi pedangmu juga telah melukai dada Hay Hay,” kata Ji Sun Bi kepada suhunya dengan suara menghibur. “Tentu dia tidak akan terlepas dari maut karena pedangmu yang beracun.”

Akan tetapi, ucapan dua orang wanita itu agaknya bahkan menambah kejengkelan hati Min-san Mo-ko.

“Semoga segala iblis mengutuk mereka!” katanya dengan muka merah dan mata melotot. “Apa artinya luka-luka oleh jarum dan pedang beracun kalau mereka memiliki batu giok mustika itu?”

“Apa? Jadi batu giok itu terampas oleh mereka?”

“Hay Hay keparat itu yang merampasnya dari leherku. Besok setelah terang tanah kita harus melakukan pengejaran. Pemuda itu harus dibunuh, kalau tidak, kelak hanya akan mendatangkan gangguan saja bagi kita. Ahhh, bagaimana kita akan dapat menghadap Giam-lo kalau begini? Jaksa Kwan lolos, dan sekarang mustika batu giok juga terampas orang.”

Min-san Mo-ko kelihatan marah dan juga bingung, takut akan kemarahan Lam-hai Giam-lo yang menjadi pimpinan mereka.

Kini pemuda tampan yang tadi muncul bersama Ji Sun Bi, melangkah maju dan berkata kepada Min-san Mo-ko,

“Mo-ko, kenapa susah amat? Sungguh memalukan kalau kita yang begini banyak sampai tidak mampu membekuk bocah itu. Biarlah aku yang akan mencari dan membekuk mereka, atau setidaknya merampas kembali mustika batu giok itu.”

Min-san Mo-ko memandang kepada pemuda itu. Seorang pemuda yang usianya juga masih muda, sebaya dengan Hay Hay, dan pemuda inipun memiliki ilmu kepandaian yang hebat! Dia sendiri sudah mengujinya dan memang pemuda ini patut menjadi sekutunya yang boleh diandalkan, walaupun pemuda ini tidak memiliki ilmu sihir. Dalam hal ilmu silat, agaknya dia sendiripun belum tentu akan mampu mengalahkannya!

“Kita mencari mereka beramai-ramai besok pagi!”

Dia hanya dapat berkata demikian karena terhadap pemuda yang baru saja menjadi sekutu mereka ini, dia tidak berani bersikap kasar atau keras.

“Tentang mustika batu giok itu, kiranya Giam-lo juga tidak akan terlalu menyesal karena sebagai gantinya, dia mendapatkan Sim-kongcu sebagai sahabat, dan Sim-kongcu sudah berjanji akan menghadiahkan sebuah benda mustika yang tidak kalah langkanya dibandingkan mustika batu giok itu kepada Lam-hai Giam-lo,” kata Ji Sun Bi sambil menggandeng tangan pemuda itu dan mengerling dengan sikap manja.

Pemuda yang disebut Sim-kongcu (Tuan Muda Sim) itu hanya tersenyum, kemudian berkata dengan suara yang jelas membayangkan kebanggaan dirinya.

“Batu giok penawar racun seperti itu saja kiranya tidak perlu diperebutkan. Aku memiliki sebuah cawan arak yang dapat dipakai mengenal minuman atau makanan beracun. Cawan itu akan kuhadiahkan kepada Lam-hai Giam-lo sebagai tanda persahabatan, dan kini dapat dipakai sebagai pengganti mustika batu giok yang tak berhasil kita rampas itu.

Mendengar janji ini, hati Min-san Mo-ko menjadi agak lega. Setidaknya, kemarahan Lam-hai Giam-lo akan berkurang kalau sebagai pengganti mustika batu giok, dia memperoleh seorang pembantu selihai pemuda ini, apalagi ditambah sebuah cawan pusaka yang langka.

Oleh karena itu, ketika pada keesokan harinya mereka tidak berhasil menemukan jejak Hay Hay dan Hui Lian, Min-san Mo-ko mengajak kawan-kawannya meninggalkan tempat itu dan menghadap Lam-hai Giam-lo memberi laporan.

Siapakah pemuda lihai yang kini agaknya baru saja bersekutu dengan gerombolan itu? Dia bukan lain adalah Sim Ki Liong, atau tadinya memakai she Ciang ketika berguru kepada Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah.

Seperti telah kita ketahui, dengan siasat yang amat cerdik, ketika berusia empat belas tahun, Sim Ki Liong berhasil menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya karena dia pandai membawa diri, memperlihatkan diri sebagai seorang pemuda yang sopan santun, berbakti dan juga amat berbakat, suami isteri pendekar yang biasanya amat cerdik itu dapat dikelabuhi dan diapun mendapat pelajaran ilmu silat yang hebat dari suami isteri itu selama enam tahun.

Tidak pernah suami isteri itu melihat kelakuan buruk Ki Liong selama menjadi murid mereka dan tinggal di pulau itu, sampai kemudian datang puteri cucu perempuan mereka, yaitu Ceng Sui Cin dan Cia Kui Hong. Berkobarlah nafsu berahi dalam diri Ki Liong ketika dia melihat Kui Hong dan hampir tak tertahankan lagi sehingga diapun bersikap ceriwis dan kurang ajar terhadap Kui Hong sehingga terjadi keributan.

Agaknya karena memang sudah merasa pandai dan tidak betah lagi tinggal di pulau itu, setelah terjadi keributan dengan Kui Hong yang menolak keinginannya untuk bermesraan, Ki Liong lalu minggat dari Pulau Teratai Merah sambil membawa beberapa buah benda pusaka dan juga harta dari pulau itu, milik Pendekar Sadis dan isterinya!

Diantara benda-benda pusaka itu, dia membawa pergi Gin-hwa-kiam milik Pendekar Sadis, dan juga sebuah cawan pusaka yang amat langka karena minuman atau makanan apa saja yang mengandung racun, kalau ditaruh di dalam cawan, lalu nampak tanda hijau pada cawan perak itu!

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar