*

*

Ads

Jumat, 18 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 126

"Cappp ....!"

Ujung pedang Kok-hwa-kiam berhasil melukai pangkal lengan kiri Hay Hay. Robeklah
baju di bagian itu dan segera nampak darah membasahi kain yang terobek. Hay Hay terhuyung dan jatuh terduduk, bersandar dinding guha. Dia lalu menancapkan suling di atas lantai.

"Enci Lian, kalau engkau memang menghendaki nyawaku. Bunuhlah aku! Aku tidak akan melawanmu lagi." Diapun bersedakap dan pasrah.

Hui Lian menahan pedangnya, berdiri dan menodongkan pedangnya, napasnya terengah, matanya berkilat memandang pemuda itu.

"Hay Hay, bangkitlah! Demi Tuhan, kubunuh engkau kalau tidak bangkit melawan!"

"Hemm, mengapa kita harus saling membunuh?"

"Keparat ! Engkau... engkau telah menghinaku, menolakku, setelah menggodaku... engkau... sungguh memandang rendah padaku!"

Hay Hay menarik napas panjang.
"Enci Lian, aku kagum padamu, aku... amat suka padamu, bagaimana mungkin aku menghinamu? Enci Lian, bukankah kita berdua telah membuktikan bahwa kita saling suka? Kalau bicara tentang kesalahan, maka kita berdualah yang bersalah, kita berdua
yang lemah. Bankan menurut aku, kita berdua tidak bersalah, yang bersalah adalah iblis dalam guha ini yang telah membuat kita lupa diri. Enci Lian, aku tidak menghinamu, melainkan memperingatkanmu bahwa kita telah salah tindak, kita hanya menuruti nafsu berahi belaka... kalau hal itu kau anggap bersalah, nah, kau bunuhlah aku ....!"

Kemarahan sudah menipis menyelubungi batin Hui Lian dan kini iapun mulai dapat menembus seluruh selubung kemarahan itu dan melihat keadaan yang sebenarnya. Pemuda ini bukan mempermainkannya, bahkan mengingatkan! Hay Hay tidak menghinanya, sama sekali tidak. Lemaslah seluruh tubuhnya.

"Tranggg .....!"

Pedang Kiok-hwa-kiam terlepas dari tangannya dan jatuh ke atas lantai batu. Tubuhnya terhuyung ke depan dan iapun sudah menubruk Hay Hay, merangkul dan menangis terisak-isak!

Legalah rasa hati Hay Hay. Diapun merangkul, membelai rambutnya dan dengan rasa sayang dia mencium dahi yang halus itu dan kembali dia dibikin kagum oleh keharuman ketika hidungnya menjadi agak basah oleh keringat di dahi itu. Luar biasa, pikirnya. Gadis ini benar-benar memiliki keringat yang harum!

"Enci Lian, tenangkanlah hatimu!" Hay Hay menghibur dengan ramah sekali. "Engkau tentu dapat merasakan betapa aku sayang padamu, aku suka padamu dan engkau adalah seorang wanita yang hebat, yang paling hebat diantara semua wanita yang pernah kujumpai. Akan tetapi, kita berdua harus waspada, Enci, dan sebagai orang-orang yang menjunjung tinggi kegagahan kita harus kuat menahan dorongan gairah dan nafsu yang akan menyeret kita ke dalam perbuatan yang akhirnya hanya akan menimbulkan penyesalan belaka."

Kagum bukan main hati Hui Lian mendengar ucapan pemuda ini. Seorang pemuda yang masih begini muda, namun memiliki pandangan yang demikian luasnya.

"Hubungan badan hanya patut dilakukan oleh dua orang yang saling mencinta, Enci yang baik, dan hanya baik dilakukan oleh sepasang suami isteri. Kita bukan suami isteri, dan biarpun ada rasa suka dan kagum, harus diakui bahwa tidak ada perasaan cinta seperti itu di dalam hatiku. Aku hanya mau melakukan hal itu dengan seorang wanita yang kucinta, sebagai isteriku. Nah, engkau tahu bahwa aku sama sekali tidak menghinamu, bahkan menghormati dan menghargai dirimu, Enci, agar kita tidak sampai mabok dan tenggelam ke dalam jurang kehinaan dengan melakukan perbuatan aib."

Hui Lian menghentikan tangisnya. Dengan pengerahan sinkangnya, ia tadi telah berhasil mengusir pula gairah nafsu yang menguasai batinnya. Kini ia dapat melihat dengan jelas betapa mulia hati pemuda ini yang tidak ingin menyeretnya ke dalam perbuatan tercela. Iapun tahu bahwa ia tidak mencinta pemuda ini, melainkan tadi hanya terdorong oleh nafsu berahi belaka.

"Terima kasih, Hay-te... terima kasih, dan kau maafkan aku ....."

"Aih, akulah yang harus minta maaf, Enci. Atau kita berdua tadi telah menjadi lemah dan kita berdua yang bersalah. Sudahlah, Enci, kita tetap menjadi sahabat baik dan selamanya aku akan mengenangmu sebagai seorang gadis yang luar biasa, cantik menarik dan gagah perkasa, juga berhati mulia ....."






"Jangan terlalu memuji, Hay-te, aku hanya seorang perempuan yang bernasib malang. Engkau tidak tahu bahwa semuda ini aku telah menjanda sampai dua kali....."

"Ahhh.....! Aku tidak percaya, Enci!"

Hay Hay benar-benar terkejut dan heran, tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang wanita sehebat ini sampai menjanda dua kali? Laki-laki tolol barangkali yang menjadi suami-suaminya itu.

Hui Lian tersenyum, senyum pahit akan tetapi senyum itu menunjukkan bahwa keadaan batinnya telah normal kembali, semua sisa penyesalan karena peristiwa tadi agaknya sudah dapat dilenyapkan.

"Tidak percaya namun kenyataannya demikian, Hay-te."

Ia lalu menceritakan tentang perkawinannya dengan Tee Sun, putera kepala daerah dusun Hek-bun yang amat pencemburu itu. Betapa pernikahan pertama ini, yang hanya dilakukan untuk menyenangkan hati suhengnya yang menjadi pengganti orang tuanya, telah gagal dan berakhir dengan perceraian karena suami pertama itu terlalu pencemburu sehingga hal itu menyiksa batinnya.

Kemudian ia jatuh oleh rayuan seorang laki-laki lain, yaitu Su Ta Touw yang menjadi suaminya ke dua. Betapa kemudian ternyata bahwa suaminya itu seorang mata keranjang, perayu dan perusak wanita termasuk wanita isteri orang sehingga kembali ia
terpaksa bercerai dari suaminya yang ke dua itu.

"Sejak itu, aku tidak ingin menikah lagi, Hay-te, bahkan aku mulai menaruh rasa tidak suka kepada kaum pria yang kuanggap palsu dan perayu belaka. Akan tetapi ketika bertemu denganmu, aku... aku telah lupa diri ...."

Hay Hay tersenyum.
"Laki-laki manapun akan terpesona oleh kecantikanmu, Enci Lian. Engkau cantik jelita dan yang istimewa padamu adalah bau harum keringatmu. Aku sendiripun terpesona dan tergila-gila."

"Ihh, engkau mencoba untuk merayu lagi? Dasar engkau perayu!" kata Hui Lian, akan tetapi sekali ini sambil tersenyum.

"Tidak merayu, Enci. Terus terang saja, aku amat suka akan keindahan, dan wajah seorang wanita, juga bentuk tubuhnya merupakan suatu keindahan luar biasa bagiku. Kalau aku memujimu, itu bukan merayu, melainkan dengan sejujurnya!"

Hui Lian bangkit berdiri.
"Sudah, Hay-te, kalau engkau memuji terus, aku akan keluar dari guha ini dan pergi sekarang juga. Pujian-pujianmu ini merupakan godaan yang akan dapat membuat aku mabok lagi."

Hay Hay cepat berdiri dan memberi hormat.
"Maafkan, maafkan aku, Enci Lian. Aku berjanji, aku bersumpah, tidak akan memujimu lagi dengan mulut, melainkan didalam hati saja."

Hui Lian tersenyum lagi.
"Tidak perlu engkau bersumpah, anak nakal! Cukup berjanji saja, dan mulai saat ini aku menganggap engkau sebagai adikku sendiri!"

"Terima kasih, Enciku yang baik. Nah, engkau tidurlah. Luka-luka itu baru saja sembuh, engkau perlu beristirahat."

"Engkau juga baru saja sembuh dari lukamu. Biarlah engkau yang tidur dulu dan aku yang berjaga, nanti bergantian."

"Engkau dulu, Enci."

"Tidak! Engkau adikku bukan? Nah, seorang Enci harus mengalah dan biarlah Si Adik tidur dulu dan Si Enci menjaganya."

"Tapi aku bukan adik yang masih kecil. Dan biarpun engkau lebih tua, engkau adalah wanita. Tidurlah, Enci dan jangan sungkan. Nanti boleh kita berganti tugas."

Akhirnya Hui Lian yang memang merasa lelah sekali itu mengalah, dan iapun tidur di dekat api unggun, sedangkan Hay Hay duduk bersila dan berjaga. Sebentar kemudian Hui Lian telah tidur pulas. Napasnya halus dan panjang tanda bahwa tidurnya nyenyak sekali. Hay Hay mengambil sehelai selimut dari buntalan pakaiannya dan menyelimuti tubuh wanita itu, kemudian dia duduk termenung sambil memandang wajah yang manis itu.

Dia menarik napas panjang. Sudah dua kali dia mengalami hal yang sama. Pertama kali dengan Ji Sun Bi. Akan tetapi ketika dia bermesraan dengan Ji Sun Bi, dia tergoda oleh rayuan wanita iblis itu dan mudah dia menyingkir ketika Ji Sun Bi memperlihatkan sikap hendak bertindak lebih daripada sekedar cumbuan belaka.

Akan tetapi ketika tadi dia bercumbuan dengan Hui Lian, keadaan mereka berdua sama saja, sama-sama tenggelam dan terseret oleh gairah nafsu berahi mereka. Sungguh berbahaya, pikirnya, membayangkan betapa mereka tadi sudah berada di tepi jurang dan nyaris keduanya terjerumus ke dalam jurang. Bagaimana seandainya tadi terjadi? Dia tentu harus menjadi suami Hui Lian! Kalau tidak, mereka berdua tentu akan selalu dibayangi perasaan kotor dan hina! Celaka kalau sudah begitu, pikirnya bergidik.

Sudah menjadi pendapat umum bahwa cinta antara pria dan wanita harus dibuktikan dengan sex. Akan tetapi, tepatkah pendapat ini? Memang harus diakui bahwa hubungan sex HARUS didasari cinta kasih, karena kalau tidak demikian, maka hubungan sex menjadi semacam pengejaran kenikmatan belaka, menjadi pemuasan dan pemanjaan nafsu berahi belaka.

Hubungan sex tanpa cinta kasih seperti itu terjadi di dalam pelacuran, dalam perkosaan, dan jelaslah bahwa hubungan semacam itu hanya akan menimbulkan duka sebagai imbalan daripada kesenangan yang diperoleh darinya.

Hubungan sex tanpa cinta kasih menjadi suatu hubungan yang kotor. Sebaliknya, hubungan sex yang dilandasi cinta kasih merupakan sesuatu yang indah dan bersih, merupakan pencurahan kasih sayang antara dua orang manusia yang saling mencinta, dan hubungan seperti ini menjadi sarana penciptaan manusla baru yang sempurna.

Jelaslah bahwa sex bukanlah cinta! Ada cinta kasih yang sama sekali tidak mengandung gairah sex, misalnya cinta kasih antara saudara, antara anak dan orang tua, antara sahabat.

Lewat tengah malam, Hui Lian terbangun dari tidurnya dan ia berganti jaga, menyuruh Hay Hay beristirahat. Karena diapun merasa amat lelah, sebentar saja Hay Hay tertidur pulas dan kini giliran Hui Lian duduk termenung dekat api unggun sambil mengamati wajah Hay Hay. Teringat akan peristiwa yang baru saja terjadi, wajah Hui Lian menjadi merah dengan sendirinya. Ia memang haus akan belaian seorang pria, rindu kepada seorang pria yang mencintanya.

Biarpun Hay Hay seorang pemuda yang tampan gagah dan menarik hati, namun kini ia merasa yakin bahwa bukan Hay Hay orang yang dirindukannya itu! Pemuda ini jauh lebih muda darinya, dan ia tidak dapat membayangkan kebahagiaan hidup dengan seorang suami yang masih demikian muda, sepuluh tahun lebih muda darinya! Tak dapat disangkal bahwa ia suka kepada Hay Hay, karena dia tampan, gagah dan lucu, suka mempunyai Hay Hay sebagai sahabat, sebagai adik, bukan sebagai suami!

Diam-diam ia bersyukur bahwa Hay Hay yang tadi juga sudah terseret arus memabokkan dapat sadar dan mencegah terjadinya hubungan badan yang tentu akibatnya hanya akan membuat mereka berdua merasa malu dan menyesal.

Ia mengenang kembali pernikahannya dengan dua orang pria itu. Pernikahan yang pertama terjadi karena ia ingin berbakti kepada suhengnya. Dan pernikahan tanpa cinta itu gagal. Kemudian muncul Su Ta Touw, dan iapun jatuh oleh rayuan pemburu yang tinggi kurus dan pincang itu. Su Ta Touw tidak tampan, namun pandai merayu dan iapun jatuh dan menjadi isterinya. Tanpa cinta pula, hanya sekedar nafsu yang dibangkitkan oleh rayuan pria itu. Gagal lagi!

Ah, betapa ia merindukan seorang laki-laki yang benar-benar dicintanya! Dan yang benar-benar mencintanya! Akhirnya perasaan kesepian dan duka membawa Hui Lian tidur pulas dan di dalam tidurnya, beberapa kali ia mengerang dan mengeluh sehingga Hay Hay dari tempat duduknya dekat api unggun memandang dengan perasaan iba. Dia kagum sekali kepada wanita ini, dan betapa mudahnya jatuh cinta kepada seorang wanita seperti Hui Lian.

Heran sekali dia memikirkan bagaimana seorang wanita seperti Hui Lian sampai dua kali gagal dalam membina rumah tangga. Tentu dua orang laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu merupakan orang-orang yang tidak benar dan agaknya memang tidak secara murni mencinta wanita ini. Betapapun cantiknya seorang wanita, kalau tanpa cinta di dalam hati, maka setelah menjadi milik seorang pria, maka wanita itu lambat laun akan kehilangan daya tarik kecantikannya. Nafsu mendatangkan kebosanan, dan nafsu selalu haus akan yang baru.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar