*

*

Ads

Jumat, 18 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 129

Sementara itu, Kok Hui Lian meninggalkan perkampungan Cin-ling-pai dengan hati tegang. Ia harus menemui Cia Kong Liang, ketua lama Cin-ling-pai untuk menegurnya dan kalau mungkin membalaskan penderitaan suhengnya yang telah dibuntungi lengannya oleh ketua yang kejam itu!

Akan tetapi, sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa pendekar yang dulu menyelamatkannya dari maut adalah putera ketua itu, bahkan kini telah menggantikan ayahnya menjadi Ketua Cin-lingpai.

Suhengnya, Ciang Su Kiat, tidak pernah menceritakan tentang putera ketua itu. Adanya
kenyataan bahwa pendekar penolongnya itu berada disitu sebagai putera musuhnya, sebagai Ketua Cin-ling-pai, mendatangkan keraguan dan kebimbangan dalam hatinya. Bagaimana mungkin ia memusuhi pendekar itu? Ia sudah berhutang budi, bahkan berhutang nyawa! Akan tetapi, penderitaan suhengnya juga harus dibalas, walaupun hanya berupa teguran keras terhadap ayah pendekar itu yang telah bertindak kejam, membuat lengan suhengnya buntung sebagai hukuman.

Malam nanti ia akan berusaha menyelundup, mencari tempat kakek itu bertapa, akan ditemuinya dan akan ditegurnya. Setelah menegur keras, tanpa menimbulkan bentrokan dengan pendekar penolongnya itu, baru akan puas hatinya.

Baru beberapa jam Kok Hui Lian meninggalkan perkampungan Cin-ling-pai ketika para murid yang berjaga di pintu gerbang, menyambut datangnya seorang wanita lain dengan pandang mata penuh kecurigaan. Baru saja pagi tadi datang seorang wanita cantik yang masuk dengan memperlihatkan kepandaiannya, dan setelah wanita itu pergi lagi, ketua mereka berpesan agar mereka berjaga lebih ketat dari biasanya.

Dan kini muncul lagi seorang wanita lain. Wanita ini jauh lebih muda dibandingkan wanita pertama, seorang gadis yang berusia kurang lebih tujuh belas tahun, berpakaian sederhana sekali, namun wajahnya yang tidak memakai perhiasan, juga tidak memakai bedak itu nampak halus dan mengandung daya tarik yang amat kuat. Yang paling menarik adalah mata dan mulutnya yang membayangkan watak yang lembut, kesabaran dan ketenangan yang jarang terdapat pada diri seorang gadis yang demikian muda.

Ia tidak dapat dinamakan gadis yang cantik, walaupun ia tidak buruk rupa pula, melainkan manis karena kelembutannya terutama sekali. Biarpun demikian, bagaikan sekelompok kijang yang baru saja dikejutkan oleh serangan harimau, para murid Cin-lingpai yang masih merasa tegang itu segera menghadang di depan pintu gerbang dengan sikap galak.

"Berhenti! Siapakah engkau, Nona dan ada keperluan apa mengunjungi Cin-ling-pai?" tanya seorang diantara para murid itu dengan suara galak.

Akan tetapi gadis yang bermata lembut itu tersenyum, nampaknya girang biarpun ia dibentak orang. Ia memandang kepada enam orang murid Cin-ling-pai yang berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun itu dan berkata,

"Ah, benar ini perkampungan Cin-ling-pai! Syukurlah, akhirnya dapat juga aku sampai kesini. Namaku Ling Ling dan aku ingin bertemu dengan Ketua Cin-ling-pai."

Biarpun cara gadis itu memperkenalkan diri masih seperti seorang gadis remaja, akan tetapi mendengar ia ingin bertemu dengan Ketua Cin-ling-pai, para murid itu saling pandang dengan penuh arti. Sama benar keinginan gadis ini dengan wanita pagi tadi!

"Hemm, siapakah nama Ketua Cin-ling-pai yang kau ingin temui itu?" seorang murid bertanya lagi, memancing.

"Namanya... Kakek Cia Kong Liang. Bukankah beliau yang menjadi Ketua Cin-ling -pai?"

Kembali para murid itu saling pandang. Tepat, sungguh sama dengan wanita pagi tadi! Sekali ini mereka tidak ingin menerima teguran, mereka harus menghalangi gadis ini untuk mengacau ke dalam. Tidak perlu sampai ketua mereka yang turun tangan mengusir, seperti wanita pagi tadi.

"Hemm, engkau ini masih kanak-kanak berani hendak membikin ribut disini. Pergilah sebelum kupukul kau!" kata murid yang memakai kumis tebal, bermaksud untuk menakut-nakuti agar gadis itu pergi tanpa banyak ribut lagi.

Gadis yang mengaku bernama Ling Ling itu mengerutkan alisnya.
"Aih, kenapa? Harap kalian tidak membikin susah padaku. Aku datang dari tempat yang jauh sekali, melakukan perjalanan sampai berbulan! Dan setelah tiba di tempat yang kutuju, kalian hendak menyuruh aku pergi begitu saja? Aku hanya ingin menghadap Kakek Cia Kong Liang, Ketua Cin-lingpai, tidak membikin ribut."

"Sudahlah, tidak mudah untuk menghadap beliau. Setidaknya engkau harus melalui barisan tiga lapis dari Cin-ling-pai!" kata seorang murid kepala yang baru muncul dari dalam dan kini banyak murid Cinling-pai keluar dan ikut menghadang.






Cin-ling-pai terkenal sebagai perkumpulan silat yang besar dan kuat, tentu saja terdapat peraturan-peraturan yang ketat dan tidak sembarang orang boleh masuk tanpa ijin. Karena itu, di situ memang terdapat tiga lapis barisan yang berjaga dan selama ini belum pernah ada orang dari luar yang mampu menembusnya! Jadi, ucapan mereka itu bukan sekadar menakut-nakuti saja.

Kalau pagi tadi, mereka sama sekali tidak mengira bahwa seorang wanita yang cantik itu akan mempergunakan ilmu kepandaiannya, meloncati mereka dan meloncati tembok begitu saja! Kalau mereka mengetahui lebih dulu, tentu mereka akan menahannya dengan pasukan tiga lapis itu. Kini mereka sudah siap siaga, setelah mendapat peringatan dari ketua mereka untuk
melakukan penjagaan ketat.

Wajah yang lembut itu masih tersenyum, akan tetapi sepasang matanya mengeluarkan kilauan penuh semangat kegembiraan. Menghadapi tantangan itu, gadis ini merasa gembira untuk mencobanya! Ia bukan seorang gadis sembarangan walaupun usianya baru tujuh belas tahun. Gadis ini adalah puteri dan anak tunggal dari pendekar Cia Sun yang amat lihai karena Cia Sun adalah putera dari Pendekar Lembah Naga yang bernama Cia Han Tiong, seorang pendekar yang menjadi ketua perkumpulan Pek-liong-pang.

Murid-murid Pek-liong-pang banyak yang kini menjadi pendekar-pendekar yang tersebar di mana-mana dan nama Pek-liong-pang amat terkenal sebagai pusat orang-orang gagah. Selain menerima ilmu-ilmu dari Pendekar Lembah Naga, juga Cia Sun menjadi murid dari Go-bi Sianjin, seorang diantara Delapan Dewa yang juga disebut See-thian Lama.

Adapun isteri dari Cia Sun juga seorang wanita sakti yang bernama Tan Siang Wi di waktu mudanya ia terkenal dengan julukan Toat-beng Sian-li (Dewi Pencabut Nyawa)!
Tentu saja sebagai puteri dan anak tunggal dari ayah ibu pendekar, gadis yang mengaku bernama Ling Ling itu telah digembleng sejak kecil dan kini telah mewarisi ilmu-ilmu yang paling hebat dari ayah ibunya.

Dan sebagai seorang yang berangkat dewasa dalam gemblengan ilmu silat, menghadapi tantangan seperti sekarang, ia merasa gembira sekali. Ingin ia mencoba sampai dimana kehebatan Cin-ling-pai yang demikian disohorkan, dan iapun ingin menguji kemampuan diri sendiri.

"Boleh kalian pasang barisan tiga lapis, aku ingin memasukinya!" katanya gembira, sedikitpun tidak memperlihatkan kemarahan karena di dalam hatinyapun tidak terdapat permusuhan terhadap Cinling-pai, melainkan kegembiraan untuk menguji kepandaian.

Ayahnya sendiri memiliki hubungan yang amat dekat dengan Cin-ling-pai, bagaimana mungkin ia akan memusuhinya? Menurut ayahnya Cinling-pai masih merupakan perguruan yang menjadi sumber ilmu yang dimiliki kakeknya, bahkan ayah dan ibunya ketika melangsungkan pernikahan, dilakukan di Cin-ling-san ini, bersamaan waktunya
dengan pernikahan antara putera Ketua Cin-ling-pai sendiri, yaitu paman Cia Hui Song dan Bibi Ceng Sui Cin yang belum pernah dijumpainya.

Mendengar ucapan itu dan melihat sikap Ling Ling seperti mentertawakan dan memandang rendah, para murid Cin-ling-pai menjadi penasaran. Seorang murid kepala cepat mengumpulkan teman-temannya dan pasukan tiga lapis itupun disusunlah. Pasukan pertama terdiri dari lima orang dan mereka sudah membentuk barisan menghadapi gadis itu di luar pintu gerbang.

Ling Ling memandang penuh perhatian. Lima orang itu adalah murid yang lebih muda, berusia antara dua puluh lima sampai tiga puluh tahun dan mereka berdiri di depannya, membentuk setengah lingkaran sehingga ia dihadapi lawan dari depan dan kanan kiri.

Akan tetapi, walaupun lima orang itu membawa pedang di punggung masing-masing, mereka tidak mencabut pedang dan agaknya hendak menghadapinya dengan tangan kosong. Mereka bersikap gagah dan nampak kuat dan terlatih, bermata tajam dan tak seorangpun diantara mereka yang memperlihatkan sikap tidak sopan atau mata jalang seperti yang sering kali dilihatnya membayang pada mata laki-laki yang dijumpainya dalam perjalanannya.

Juga semenjak ia meninggalkan rumah kediaman orang tuanya di dusun Ciangsi-bun dekat kota raja sampai ke Pegunungan Cin-ling-san, sudah seringkali ia digoda laki-laki tidak sopan sehingga beberapa kali ia harus turun tangan menghajar mereka.

Lima orang itu berdiri setengah mengepungnya dengan pasangan kuda-kuda yang kokoh kuat, dengan kedua kaki terpentang lebar, kuda-kuda Menunggang Kuda, dengan kedua lengan bersilang di depan dada.

"Aku akan menerobos masuk!"

Tiba-tiba Ling Ling berseru dan iapun melangkah maju, seolah-olah tidak peduli akan adanya lima orang yang menghadang di depannya. Ia ingin tahu apa reaksi mereka dan bagaimana cara mereka menyerang atau menghalanginya.

Akan tetapi belun juga ia mendekati orang yang menghadang di depannya, dari kiri datang serangan. Orang yang berdiri paling ujung sebelah kirinya telah mencengkeram ke arah pundaknya.Ia mengenal gerakan itu sebagai jurus Awan Berarak Tertiup Angin dari Ilmu Silat San-in Kun-hwat, maka dengan mudahnya ia mengelak dengan menggeser kaki ke kanan, bermaksud menerobos diantara orang ke dua dan ke tiga di depan arah kanannya.

Akan tetapi, dari kanan datang pula serangan sebagai susulan serangan pertama tadi dan iapun mengenal pukulan ke arah lambungnya itu, karena itu adalah jurus Awan Gunung Turun ke Bumi. Seperti serangan pertama, serangan ke dua inipun dilakukan dengan cepat dan kuat.

Akan tetapi Ling Ling ingin menguji tenaganya, maka sekali ini ia tidak mengelak, membiarkan kepalan lawan menyambar ke arah lambungnya, kemudian secara tiba-tiba dan cepat sekali, lengan kanannya bergerak ke bawah menangkis.

"Dukkk!"

Tangkisan itu perlahan saja, akan tetapi Ling Ling telah mengerahkan sinkangnya dan
lengan lawan itupun terpental dan orangnya meringis kesakitan. Kesempatan ini dipergunakan oleh Ling Ling untuk menerobos ke depan.

Kini, lima orang itu mulai mengeroyoknya dengan cepat, menggunakan pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan untuk mencegah gadis itu menerobos barisan mereka. Dan tiba-tiba Ling Ling bergerak cepat sekali, mengelak dan menangkis dan terus menerobos.

Lima orang itu terkejut melihat gadis itu hendak lolos ke dalam. Mereka menubruk dari
kanan kiri, dan tiba-tiba Ling Ling mengeluarkan bentakan halus, kedua tangannya mendorong kekanan kiri dan lima orang itupun terpelanting seperti terdorong angin yang amat kuat. Tentu saja mereka tidak mampu lagi mencegah gadis itu meloncat memasuki pintu gerbang!

Akan tetapi kini ia berhadapan dengan tujuh orang yang sudah siap menantinya di belakang pintu gerbang! Dan tujuh orang itu kini bergerak mengepungnya, membuat lingkaran sambil terus melangkah maju, masing-masing dalam jarak dua meter darinya.

Seperti pada barisan pertama, tujuh orang ini membawa pedang di punggung, namun mereka tidak mencabut pedang hanya bergerak membuat langkah-langkah maju mengelilinginya dengan sikap penuh kewaspadaan.

Ling Ling dapat menduga bahwa tentu para anggauta barisan kedua ini memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada barisan pertama, dan jumlah mereka juga lebih banyak. Ia seorang gadis yang cerdik dan biarpun ia tidak bergerak, matanya melirik ke kanan kiri mencari bagian yang lemah.

Namun, tujuh orang itu membuat langkah-langkah yang rapi dan teratur, dan kedudukan tangan mereka siap siaga dan saling melindungi. Setelah membuat perhitungan, Ling Ling membalikkan tubuhnya menghadap ke luar pintu gerbang dan iapun mengeluarkan suara bentakan, lalu menyerang dua orang yang berada di depannya. Dua orang itu mengelak dan menangkis, dua orang lain di kanan kiri mereka siap membalas serangan.

Akan tetapi Ling Ling sudah memperhitungkan ini dan tiba-tiba sekati ia membalik lagi dan kini menyerang bagian yang tadi berada di belakangnya sambil membentak nyaring.

"Biarkan aku masuk!"

Kedua tangannya menampar dua orang untuk membuka jalan. Dua orang itu terkejut, tak menyangka bahwa gadis itu akan membalik dan mengirim serangan sedemikian cepatnya. Ketika mereka hendak menangkis, kedua tangan gadis itu berubah gerakannya, yang kiri menusukkan dua jari ke arah mata, yang kanan menyerang lawan ke dua dengan tusukan ke arah dada dengan tangan miring. Dua serangan yang amat berbahaya bagi dua orang lawannya, sehingga mereka itu dengan kaget melangkah mundur menghindarkan diri dari serangan, sambil memutar lengan ke depan bagian tubuh yang diserang untuk melindungi.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar