*

*

Ads

Minggu, 20 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 132

Mendengar semua ini, melihat wajah kedua orang laki-laki itu pucat dan bingung, Ling Ling merasa penasaran sekali. Ia kini tahu siapa adanya gadis cantik itu. Tentulah Cia Kui Hong, puteri pamannya yang dikatakan pergi bersama ibunya berkunjung ke Pulau Teratai Merah itu. Kiranya bukan pergi berkunjung, melainkan Bibi Ceng Sui Cin pergi bersama Kui Hong ini karena pamannya Cia Hui Song menikah lagi dengan Bibi Siok Bi Nio!

Kalau begitu, melihat usia Cia Kui Bu yang kini sudah dua tahun, tentu ibu dan anak itu telah pergi sedikitnya tiga tahun dari Cin-ling-san! Kini gadis itu agaknya pulang hanya untuk marah-marah dan menegur ayahnya dan kakeknya, dengan kata-kata keras yang
dianggap oleh Ling Ling sudah melampaui batas. Mukanya menjadi merah mendengar semua ucapan Kui Hong yang mencela ayah sendiri dan kakek sendiri itu. Ling Ling lalu melangkah memasuki ruangan itu.

"Maaf, engkau tentu Enci Cia Kui Hong," katanya lembut dan mendengar ini gadis itu ternyata memang Cia Kui Hong, membalikkan tubuhnya menghadapi Ling Ling.

Sebelum ia membuka mulut, Ling Ling sudah mendahului dan melanjutkan kata-katanya yang dikeluarkan dengan nada lembut dan sikap sabar dan ramah, mulutnya dihias senyuman.

"Enci Cia Kui Hong, aku mohon padamu, ingatlah siapa yang berada di depanmu, siapa yang kau cela dengan kata-kata keras itu. Enci, mereka itu adalah Ayah kandungmu sendiri dan Kakekmu sendiri. Engkau akan menyesal sendiri kelak, Enci, ingatlah bahwa tidak semestinya kita bersikap seperti itu terhadap Ayah sendiri dan Kakek sendiri. Segala persoalan dapat dirundingkan dengan hati dan kepala dingin, dengan kata-kata yang halus dan penuh damai......"

Sejak tadi alis Kui Hong sudah berkerut dan sinar matanya menyambar-nyambar marah. Sikap dan ucapan gadis yang tidak dikenalnya itu dianggap membela dan membenarkan ayah dan kakeknya, dan menyalahkannya! Tentu saia hal ini membuat hatinya menjadi semakin panas. Bagaimanapun juga, ia masih belum berani untuk menggunakan kekerasan menyerang ayahnya sendiri atau kakeknya. Akan tetapi gadis ini tidak dikenalnya dan berani menyalahkannya, maka semua kemarahannya kini ditumpahkan kepada gadis itu.

"Berani engkau mencampuri urusan antara aku dan Ayahku sendiri? Siapakah engkau begini lancang?" bentaknya sambil melangkah maju mendekati Ling Ling bagaikan seekor singa betina yang marah.

Namun Ling Ling tetap tenang menghadapinya.
"Enci, aku adalah Cia Ling, Ayahku adalah Cia Sun dan Ibuku Tan Siang Wi. Aku baru datang siang tadi dari dusun Ciang-si-bun, tempat tinggal kami untuk berkunjung kepada keluarga Cin-ling-pai dan..."

"Cukup! Kau kira karena itu engkau berhak mencampuri urusanku? Engkau manusia lancang patut dihajar!" bentak Kui Hong.

Semua rasa penasaran dan kemarahan yang membakar dirinya, yang membuat ia ingin sekali menyerang orang dan ditahan-tahannya karena ia tadi berhadapan dengan ayahnya dan kakeknya, kini ditumpahkan kepada Ling Ling dan iapun menerjang maju menyerang gadis itu!

Tentu saja Ling Ling cepat mengelak dan menangkis ketika melihat betapa Kui Hong menyerangnya dengan gerakan dahsyat sekali. Melihat ini, Cia Kong Liang diam saja dan menyerahkan saja urusan ini kepada puteranya, akan tetapi Cia Hui Song juga tidak segera melerai. Pendekar ini adalah seorang yang suka sekali akan ilmu silat, dan biarpun hatinya seperti ditusuk-tusuk oleh sikap puterinya tadi, bagaimanapun juga dia merasa gembira melihat munculnya Kui Hong dan kini dia ingin melihat sampai dimana pula kelihaian Ling Ling puteri Cia Sun! Maka dia pun diam saja, walaupun dengan penuh perhatian dia mengikuti setiap gerak perkelahian itu sambil berjaga-jaga agar jangan sampai seorang diantara mereka terluka parah.

Mula-mula Ling Ling, yang sama sekali tidak menghendaki adanya perkelahian diantara mereka, hanya membela diri saja dengan elakan dan tangkisan. Akan tetapi, ia terkejut sekali menghadapi serangan-serangan yang makin lama semakin dahsyat dan berbahaya. Apalagi karena di pihak Kui Hong, gadis ini merasa penasaran bukan main ketika beberapa kali serangannya dapat dihindarkan lawan dengan gesitnya.

Penasaran mendatangkan kemarahan dan Kui Hong memperhebat serangannya dengan jurus-jurus pilihan. Harus diketahui bahwa Kui Hong telah digembleng oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah selama beberapa tahun ini sehingga ia menjadi lihai bukan main. Dibandingkan dengan tingkat Ling Ling, ia jauh lebih lihai, bahkan kini ia tidak kalah lihai dibandingkan ibunya sendiri. Maka, ketika ia mendesak dengan jurus-jurus pilihan, Ling Ling menjadi repot dan terpaksa gadis inipun selain mengelak, juga membalas untuk menghindarkan dirinya dari desakan.

Terjadilah perkelahian yang seru. Dua orang gadis yang sama gesitnya, kini saling serang dengan hebat di ruangan yang luas itu, hanya ditonton oleh Cia Hui Song dan Cia Kong Liang. Tidak ada murid Cin-ling-pai yang berani ikut menonton. Sejak tadi mereka tidak berani mendekat. Ketika Kui Hong muncul di depan pintu gerbang, para murid sudah terkejut dan girang bukan main. Mereka menyapa dengan hormat dan manis, bahkan segera memberitahukan ke dalam bahwa "Nona Kui Hong" telah pulang.






Mendengar ini, maka Cia Hui Song dan Cia Kong Liang keluar pula dari kamar mereka sehingga mereka bertemu dengan Kui Hong yang sudah memasuki ruangan itu. Tak seorang pun murid atau pelayan disitu berani mendekat, apalagi mendengar teriakan-teriakan Kui Hong yang marah-marah tadi. Mereka takkan muncul tanpa dipanggil.

Akhirnya ling Ling harus mengakui kelihaian Kui Hong.setelah dua puluh lima jurus, mulailah ia terdesak hebat oleh jurus-jurus aneh yang dipergunakan Kui Hong dalam penyerangannya, yaitu jurus-jurus yang dipelajarinya dari Pulau Teratai Merah. Gadis ini tentu akan roboh dan mungkin terluka hebat kalau perkelahian itu dilanjutkan.

Melihat ini, diam-diam Hui Song terkejut, juga bangga akan kelihaian puterinya. Diapun dapat menduga bahwa tentu puterinya itu menerima gemblengan dari kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah, maka diapun cepat meloncat ke depan dan menengahi perkelahian itu.

"Sudah cukup, kalian tidak boleh berkelahi lagi!"

Melihat pamannya maju melerai, tentu saja Ling Ling cepat mundur. Akan tetapi Kui Hong menjadi semakin penasaran. Ia berdiri menghadapi ayahnya dengan mata mencorong.

"Hemm, agaknya Ayah bahkan hendak membela orang luar dan memusuhi aku?"

Cia Hui Song menarik napas panjang. Dia merasa berduka sekali melihat sikap puterinya ini, puteri yang amat dicintanya dan dia dapat mengerti akan sakit hati yang diderita dalam batin puterinya. Dia tidak menyalahkan sikap itu, melainkan menyesali nasib sendiri. Sejenak dia memandang wajah puterinya dan terbayanglah semua kebahagiaan dan kemesraan bersama dengan ibu gadis ini, terbayanglah dia betapa sayangnya ketika dia membelai dan menimang gadis ini di waktu kecilnya dahulu, betapa tekunnya dia melatih silat kepada Kui Hong. Anak yang amat mungil dan amat saying kepada ayahnya pula. Dan sekarang? Anak ini berdiri bagaikan seekor singa kelaparan, dengan sinar mata mencorong penuh penasaran dan kebencian kepadanya. Tak terasa lagi, sepasang mata pendekar ini terasa panas dan menjadi basah.

"Kui Hong, engkau tentu sudah tahu mengapa ibumu meninggalkan aku. Karena aku menikah lagi. Dan engkau tentu tahu pula mengapa aku menikah. Karena Kakekmu menghendaki aku mempunyai keturunan seorang anak laki-laki. Kui Hong, di dalam kehidupan ini ada suatu kewajiban yang amat penting yang harus dilaksanakan laki-laki, yaitu memenuhi harapan utama seorang ayah. Ayahku menghendaki aku mempunyai keturunan laki-laki penyambung nama keturunan, hal itu adalah wajar. Hidup memang kadang-kadang pahit, dan seorang gagah harus berani mengorbankan diri sendiri demi kebaktiannya kepada orang tua. Kini, aku telah memenuhi kewajibanku, aku telah memperoleh seorang anak laki-laki seperti yang diharapkan Ayahku. Kewajibanku terhadap Ayahku telah kuselesaikan dengan baik. Aku menikah lagi bukan karena bosan kepada ibumu. Ah, aku mencinta Ibumu, Kui Hong, juga mencintamu, dan engkau dan Ibumu tentu saja tahu akan hal itu. Kalau engkau masih merasa penasaran, biarlah kutebus dengan nyawaku agar kalian puas. Nah, engkau bunuh saja aku kalau engkau anggap Ayahmu ini orang yang tidak pantas hidup di dunia ini!"

Hebat bukan main kata-kata yang dikeluarkan oleh mulut Cia Hui Song ini, seorang pendekar besar dan seorang ketua Cin-ling-pai, dan semua ucapannya itu sudah menunjukkan betapa tersiksa rasa hatinya menghadapi tuntutan puterinya.

Ling Ling sampai menangis mendengar ucapan itu, dan Kakek Cia Kong Liang menjadi pucat wajahnya, diam-diam menyesal mengapa permintaannya yang sudah sepatutnya itu untuk memperoleh penyambung nama keluarga, ternyata mendatangkan akibat yang demikian pahit.

Kui Hong berdiri terbelalak, wajahnya yang tadinya merah berubah pucat, jantungnya seperti ditusuk-tusuk ketika didengarnya ucapan ayahnya itu, kata demi kata seperti meremas batinnya. Apalagi melihat Ling Ling menangis, tak dapat ditahannya lagi ia lalu lari ke depan dan menubruk ayahnya sambil menjerit.

"Ayaaaahhh.....!"

Dan menangislah gadis ini sesenggukan di dada ayahnya dengan pencurahan seluruh rasa rindunya. Cia Hui Song juga merangkul dan menciumi puterinya itu dengan air mata bercucuran! Selama hidupnya, baru kali ini menangis demikian sedihnya.

Cia Kong Liang merasa terharu juga, akan tetapi girang melihat betapa kekerasan hati cucunya sudah dapat mencair. Dia membiarkan ayah dan anak itu bertangisan sejenak, kemudian dia pun berbatuk-batuk dan berkata.

"Ayahmu benar, cucuku Kui Hong.Dia hanya ingin menyenangkan hati Ayahnya. Akulah yang bersalah, kalau saja keinginan seorang kakek tua memperoleh cucu laki-laki penyambung nama keturunan dapat disalahkan. Kalau saja Ibumu tidak terlalu menurutkan kekerasan hatinya, kalau saja ia dapat menerima kenyataan hidup ini, tentu ia tidak akan pergi dan tidak terjadi keretakan dalam keluarga kita. Ah, betapa dalam usia tuaku ini aku selalu menyesali sebab daripada perbuatan-perbuatanku sendiri."

Kui Hong melepaskan rangkulannya pada ayahnya, lalu iapun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakeknya. Ia teringat betapa orang tua ini sejak ia masih kecil amat menyayangnya dan setelah kini ia sadar akan segala hal yang terjadi, iapun dapat melihat betapa ibunya juga terlalu keras hati. Iapun merasa menyesal atas sikapnya terhadap kakeknya tadi.

"Kong-kong, maafkanlah aku, Kong-kong.Aku telah bersikap kurang ajar terhadap Kong-kong."

"Sudahlah, Cucuku yang manis. Bangkitlah, bukan kesalahanmu, melainkan Kakekmu ini yang bersalah, terlalu menuruti keinginannya sendiri."

Pada saat itu terdengar suara halus,
"Bagus sekali, baru sekarang kakek tua Cia Kong Liang dapat melihat kesalahannya yang telah mendatangkan korban pada banyak orang!"

Semua orang terkejut dan memandang gadis yang tiba-tiba saja muncul dari ambang pintu itu. Hui Song segera mengenal gadis itu, gadis yang pagi tadi datang minta bertemu dengan ayahnya! Gadis itu memang Kok Hui Lian! Sudah sejak tadi ia mengintai ke dalam ruangan itu. Dengan ilmu ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang amat hebat, gadis ini berhasil meloncati pagar tembok tanpa diketahui oleh para anak murid Cin-ling-pai yang berjaga.

Para murid itu memang agak lengah karena kedatangan Kui Hong yang membuat mereka merasa gembira dan mereka beramai-ramai membicarakan kemunculan Kui Hong yang kini telah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik jelita.

Setelah berhasil memasuki gedung itu, Hui Lian menyelinap dan mencari kamar Cia Kong Liang, akan tetapi ia mendengar ribut-ribut di dalam ruangan itu maka iapun mengintai dan melihat segala yang terjadi di situ. Melihat betapa cucu sendiri mencela ayah dan kakeknya, diam-diam ia merasa gembira dan menonton saja. Andaikata tadi Kui Hong kalah oleh Ling Ling, tentu ia akan turun tangan membantu Kui Hong yang memusuhi ayah dan kakek sendiri.

Akan tetapi Kui Hong menang dan iapun hanya mengintai saja. Tak disangkanya bahwa kemudian Kui Hong luluh oleh sikap ayahnya dan melihat ini, Hui Lian merasa tiba saatnya untuk keluar.

"Nona datang lagi secara menggelap, apa kehendakmu, Nona?" tanga Cia Hui Song, siap untuk bertindak.

Hui Lian tersenyum mengejek kepada Cia Kong Liang, akan tetapi ia menjura kepada Hui Song sambil berkata,

"Harap Cia Pangcu (Ketua Cia) tidak mencampuri urusanku ini, karena aku hanya berurusan dengan Kakek Cia Kong Liang seorang."

"Tapi dia adalah ayahku!" bantah Hui Song.

"Hui Song, biarkan Nona ini bicara denganku dan jangan mencampuri," kata Cia Kong Liang dan dia sudah bangkit berdiri lalu melangkah maju menghadapi wanita muda yang baru datang ini.

Biarpun usianya sudah enampuluh delapan tahun, namun ketika dia berdiri di depan Hui Lian, tubuhnya masih tegap dan tegak, nampak gagah berwibawa. Namun, sepasang matanya tidaklah angkuh dan keras lagi seperti dahulu, kini matanya bersinar lembut dan mulutnya yang dulu membayangkan kekerasan hatinya. Kini membayangkan kesabaran.

"Nona, akulah Cia Kong Liang. Siapakah Nona dan urusan apakah Nona berkeras hendak bertemu denganku?"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar