*

*

Ads

Senin, 21 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 136

Dan kembali terjadi hal yang luar biasa anehnya, dan sekali ini, para pelayan rumah makan yang bersembunyi di balik pintu dan tiang, menjadi penonton yang keheranan melihat betapa para tukang pukul itu kini saling berkelahi dengan mati-matian! Sedangkan pemuda itu masih tetap berdiri di sudut, sama sekali tidak di ganggu dan nampaknya tenang saja.

Bahkan kini Han Siong menghampiri meja kasir dan melihat semua pelayan bersembunyi, dia tersenyum.

“Mengapa kalian sembunyi? Hayo hitung berapa yang harus kubayar.”

Karena kini Han Siong tidak lagi memperhatikan kepada para tukang pukul, dan tidak lagi mengerahkan kekuatan sihirnya, maka Ciok lebih dulu sadar dan dia terkejut melihat semua tamunya saling hantam.

“Tahan…! Kita berkelahi antara teman sendiri!”

Bentakan ini menyadarkan mereka dan semua orang kini menghentikan perkelahian, mengusap-usap bagian tubuh yang terpukul dalam perkelahian kacau-balau tadi dan kini mereka semua memandang ke arah Han Siong yang sudah membayar harga makanan yang dipesannya tadi.

Han Siong menghadapi mereka dan melihat sikap Ciok, diapun dapat menduga bahwa orang yang perutnya gendut dan kepalanya botak inilah agaknya yang menjadi pimpinan gerombolan orang kasar itu.

“Sobat, engkau dan teman-temanmu telah merusak meja kursi dan mangkok piring, maka sudah sepatutnya kalau kalian mengganti kerugian yang diderita oleh pemilik rumah makan ini.”

Ciok Cun, kepala jagoan itu, yang sudah menyadari bahwa pemuda ini yang telah mempermainkan mereka semua, kini melangkah maju. Mukanya merah sekali karena dia marah.

“Bocah setan! Engkau tidak tahu dengan siapa engkau berhadapan. Engkau telah mempermainkan kami, akan tetapi aku tidak takut dan aku harus menghajarmu sendiri!”

Orang yang perutnya gendut dan kepalanya botak ini sudah melangkah maju dan mengayun tangannya untuk menampar ke arah muka Han Siong yang sama sekali tidak mengelak atau menangkis, melainkan hanya memandang dengan matanya yang mencorong.

“Plakkk!”

Pipi itu kena ditampar dan menjadi matang biru. Pipi Ciok Cun! Dia mengaduh-aduh dan mengusap pipinya yang ditamparnya tadi. Semua orang melihat betapa Ciok Cun menampar dengan kuatnya, akan tetapi anehnya, yang ditampar bukan muka pemuda itu, melainkan mukanya sendiri! Agaknya hal ini masih belum membuat kepala jagoan itu menjadi jera, dia menyerang lagi dengan hantaman ke arah dada lawan.

“Bukkk!”

Ciok Cun terbatuk-batuk saking kerasnya pukulan tangan kananya menghantam dada sendiri. Dia masih nekat, beberapa kali masih menyerang akan tetapi selalu yang dipukul adalah tubuhnya sendiri dan ketika dia menyerang ke arah kepala, kepalan kirinya menghantam kepala sendiri dan diapun roboh! Dia mencoba bangun, menggoyang-goyangkan kepalanya yang menjadi pening dan sepasang matanya menjadi juling karena segala sesuatu di sekelilingnya nampak berputaran!

Han Siong masih menghadapi mereka dan kini terdengar dia berkata,
“Harap kalian sadar bahwa kalianlah yang mencari penyakit, suka mengganggu orang lain. Aku sekali ini mengampuni kalian asal saja kalian mau memberitahukan kepadaku tentang diri seorang gadis yang mungkin baru-baru ini lewat di kota ini. Dia seorang gadis berusia tujuh belas tahun, hitam manis, tinggi ramping, lesung pipit di sebelah kiri mulutnya, pakaiannya seperti pakaian wanita suku bangsa Yi, memakai topi sorbannn terhiasa bulu burung, namanya Pek Eng. Apakah diantara kalian ada yang mengetahuinya?”

Kini Ciok Cun sudah bangkit kembali dan mendengar pertanyaan Han Siong itu, dia tertawa mengejek.






“Ha-ha-ha-ha, kiranya engkau mencari gadis itu? Bocah setan, biar aku tahu sekalipun, takkan kuberitahukan kepadamu! Engkau telah menghina kami dengan ilmu iblismu, dan mengapa tak kau pergunakan ilmu iblismu untuk menemukan gadis itu?ha-ha-ha!”

Karena tidak berdaya membalas kepada pemuda yang memiliki ilmu sihir itu, Ciok Cun mentertawakannya, dan teman-temannya yang juga tadi sudah kebagian, ada yang bengkak-bengkak ada yang babak belur karena saling hantam sendiri, kini membantu kepala jagoan itu mentertawakan Han Siong!

Pemuda ini sudah merasa girang sekali mendengar bahwa orang gendut botak didepannya ini tahu tentang adiknya. Maka diapun cepat mengerahlan kekuatan sihirnya.

“Baiklah, kalian tertawalah sepuasnya, kalau sudah puas dan ingin bercerita tentang gadis itu, bilang saja padaku. Aku masih sabar Menunggu.”

Diapun duduk kembali dan terjadilah keanehan lagi. Ciok Cun dan teman-temannya masih tertawa-tawa, akan tetapi kini suara ketawa mereka itu makin menjadi-jadi, bergelak bahkan berkakakan. Dan biarpun mulut mereka terbuka mengeluarkan suara ketawa, namun ada sesuatu pada pandang mata mereka. Mata itu terbelalak dan membayangkan rasa kaget dan ketakutan, namun suara ketawa mereka semakin hebat saja. Mereka bahkan kini terpingkal-pingkal, memegangi perut mereka dan ada pula yang sudah jatuh bergulingan ke atas lantai sambil masih terus tertawa.

Melihat keadaan ini, seorang pelayan merasa geli dan diapun tak dapat menahan ketawanya. Akan tetapi sekali dia tertawa, diapun hanyut dan terus tertawa terpingkal-pingkla pula, sampi terguling dari atas bangkunya! Melihat ini, kawan-kawan mereka terkejut dan mereka tidak berani tertawa. Agaknya telah terjangkit penyakit aneh di tempat itu, penyakit tertawa!

Ciok Cun maklum bahwa ini bukan sewajarnya. Dia berusaha menahan diri, akan tetapi semakin ditahan, semakin kuatlah dorongan untuk tertawa sehingga akhirnya diapun terjungkal dan bergulingan. Keringat dingin membasahi seluruh tubuh dan Ciok Cun merasa betapa napasnya sesak, perutnya sakit dan kepalanya pening, namun dia terus tertawa. Barulah dia ketakutan, apalagi melihat betapa diantara teman-temannya ada yang sudah jatuh pingsan! Dia lalu merangkak ke arah Han Siong, dan sambil bertiarap dan terus tertawa, dia berkata,

“Orang…. ha-ha, orang muda…. heh-heh-heh… aku… aku menyerah… ha-ha-ha… aku mau memberi tahu…. Hoah-ha-ha… mengenai gadis itu…. ha-ha-ha!”

Han Siong sudah merasa cukup memberi hajaran kepada gerombolan orang kasar itu dan dia memang membutuhkan keterangan tentang adiknya, maka diapun segera menyimpan kekuatan sihirnya yang mnggelitik batin mereka sehingga mereka tertawa-tawa tanpa dapat dihentikan itu.

Begitu dia menarik kembali kekuatannya semua orang yang tadinya tertawa-tawa sampai ada yang bergulingan di lantai dengan napas hampir putus, tiba-tiba saja berhenti tertawa. Suasana menjadi aneh dan sunyi setelah tadi terdengar suara ketawa riuh rendah dan mereka hanya saling pandang dengan mata terbelalak, muka pucat dan napas terengah-engah, keringat bercucuran.

Kini Ciok Cun menjadi jerih dan maklumlah dia dan kawan-kawannya takkan mampu menandingi pemuda yang luar biasa ini. Diapun bangkit dan memberi hormat kepada Han Siong, diturut oleh kawan-kawannya.

“Harap Kongcu (Tuan Muda) suka memaafkan kami yang tidak mengenal orang pandai dan telah berani main-main.” Katanya.

“Sudahlah, semua yang terjadi adalah akibat ulah kalian sendiri, mudah-mudahan menjadi pelajaran agar lain kali kalian tidak bersikap sewenang-wenang mengganggu orang lain. Nah, yang kuminta sekarang adalah keteranganmu tentang gadis yang kutanyakan tadi. Betulkah engkau pernah melihatnya dan tahu dimana ia berada?”

Melihat sikap Han Siong yang halus walaupun jelas pemuda itu telah mengalahkan mereka. Ciok Cun menjadi semakin tunduk dan dia tidak lagi berani main-main. Selain itu, juga dia melihat kesempatan untuk membalas kekalahannya terhadap pemuda itu melalui orang-orang yang jauh lebih lihai.

“Kami memang melihat gadis yang Kongcu maksudkan itu. Bukankah dia seorang gadis suku bangsa Yi, pakai topi sorban terhias bulu burung, berusia kurang lebih tujuh belas tahun, hitam manis, dengan lesung pipit di sebelah kiri mulutnya, jenaka, galak dan berani, juga memiliki ilmu silat yang tinggi, katanya dari Pek-sim-pang?”

“Benar sekali!” kata Han Siong gembira karena jelas bahwa yang dimaksudkan orang ini tentulah adik kandungnya itu!

“Kurang lebih dua pekan yang lalu ia berada di kota ini, akan tetapi ia bentrok dengan orang-orangnya Lam-hai giam-lo dan ia ditawan lalu diajak pergi ke selatan!”

Tentu saja berita ini mengejutkan Han Siong.
“Lam-hai Giam-lo?” pikirnya dalam hati dan teringatlah dia akan hwesio tua bermuka kuda yang gagu dan tuli di kuil Siauw-lim-pai itu!

Penjahat besar, datuk kaum sesat yang amat lihai sehingga kalau saja tidak ada kedua orang gurunya yang menjadi orang-orang hukuman di kuil itu, tentu semua hwesio di kuil itu akan tewas olehnya! Lam-hai Giam-lo setelah dikalahkan kedua orang gurunya lalu melarikan diri dan kini adik kandungnya tertawan dan dibawa pergi orang-orangnya yang menjadi anak buah Lam-hai Giam-lo? Tentu saja dia terkejut dan merasa khawatir sekali.

“Kemana ia dibawa dan dimana tinggalnya Lam-hai Giam-lo?” tanyanya dengan suara dan sikap tenang.

Kini Ciok Cun memandang wajah pemuda itu seperti orang yang keheranan. Pemuda ini memiliki ilmu tinggi dan aneh, akan tetapi tidak tahu dimana tempat tinggalnya Lam-hai Giam-lo! Akan tetapi dia tidak berani mencela atau mentertawakan.

“Lam-hai Giam-lo berada di daerah pegunungan di Propinsi Yunan, di Lembah Yang-ce-kiang. Semua orang di daerah itu mengenal namanya dan tahu dimana tokoh itu tinggal.”

Han Siong mengangguk.
“Baik, terima kasih atas petunjukmu. Akan tetapi sekali lagi, kuharap kalian sadar bahwa mengganggu orang lain mengandalkan kekerasan dan kekuasaan hanya akan mencelakakan diri sendiri. Nah, selamat tinggal!”

Dia lalu membayar harga makanan dan keluar dari restoran itu, diikuti pandang mata mereka yang tadi telah merasakan kelihaiannya.

**** 136 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar