*

*

Ads

Selasa, 22 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 143

Lan-hai Giam-lo tersenyum menyeringai dan suara ringgkik kuda itu menunjukkan bahwa dia tertawa.

“Tidak perlu aku sendiri yang kesana. Cin-an tidak dekat dan kalau aku yang pergi ke sana, akan makan waktu lama dan pekerjaan disini dapat terbengkelai…..”

“Aih, kalau begitu Bengcu hanya pura-pura saja suka kepadaku, mengangkatku sebagai murid dan bahkan anak!” Pek Eng berkata sambil cemberut dan memperlihatkan muka kecewa.

“Heh-heh, bukan begitu, muridku yang baik! Aku sendiri tidak dapat pergi ke Cin-an, akan tetapi apa sih sukarnya membatalkan ikatan perjodohan yang tidak kau sukai itu? Pembantuku cukup banyak, dan Kang-jiu-pang, kalau mau selamat, harus mentaati perintahku. Jangan khawatir, muridku, anakku, ikatan perjodohan itu batal sudah, heh-heh!”

Ucapan Lam-hai Giam-lo ini bukan sekedar membual belaka, karena pada hari itu juga dia mengutus Lam-hai Sing-mo, suami isteri yang menjadi orang-orang kepercayaanya itu untuk pergi ke Cian-an, berkunjng ke perkumpulan Kang-jiu-pang dan menemui ketuanya untuk membatalkan ikatan jodoh antara Pek Eng dan Song Bu Hok.

Giranglah hati Pek Eng karena ia percaya bahwa suami isteri iblis yang amat lihai itu tentu akan mampu memaksa keluarga Song untuk membatalkan atau memutuskan ikatan jodoh yang tidak dikehendakinya itu. Ia pun semakin suka kepada gurunya dan mulailah ia melatih diri dengan tekun dibawah bimbingan Lam-hai Giam-lo.

Gadis ini pandai sekali membawa diri sehingga Lam-hai Giam-lo yang tidak pernah mempunyai isteri atau anak itu menjadi semakin sayang dan menganggap Pek Eng seperti anaknya sendiri.

Pertengahan bulan itu tiba dengan cepatnya dan suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan yang bertugas jaga diluar, segera melihat munculnya para rekannya yaitu tokoh-tokoh yang membantu gerakan Lam-hai Giam-lo.

Berturut-turut datang Min-son Mo-ko, Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, Sim Ki Liong yang kini selalu berdua dengan Ji Sun Bi, dan beberapa orang tosu Pek-lian-kauw. Kemudian, bermunculan pula para tamu yang dinanti-nanti oleh Lam-hai Giam-lo.

Karena waktu yang ditentukan masih kurang sehari lagi, maka ramailah keadaan di tempat itu. Para tamu memperoleh kamar-kamar tamu yang banyak terdapat di rumah besar itu dan dalam hal melayani para tamu itu, Lam-hai Giam-lo bersikap royal sekali. Bukan hanya hidangan yang lezat dikirimkan kepada mereka di kamar masing-masing, akan tetapi segala kebutuhan para tamu dipenuhi, dan mereka itu dilayani seperti tamu-tamu agung saja sehingga para tamu itu merasa puas dan gembira. Malam harinya disediakan hiburan berupa pertunjukan tarian dan nyanyian yang berlangsung sampai jauh malam.

Pek Eng yang kini menjadi murid, bahkan anak angkat Lam-hai Giam-lo, tidak ikut menyambut para tamu, bahkan tidak mencampuri kesibukan para pembantu gurunya itu. Ia bersembunyi saja di kamarnya karena merasa tidak suka melihat sikap para pembantu gurunya, dan ketika ia diperkenalkan kepada semua pembantu gurunya, dan ketika diperkenalkan kepada Sim Ki Liong, diam-diam ia terkejut dan merasa heran bagaimana seorang pemuda yang kelihatan demikian tampan, halus dan sama sekali tidak mencerminkan watak jahat, dapat menjadi pembantu gurunya yang mengepalai para tokoh sesat.

Pek Eng tahu bahwa ia hidup diantara para datuk sesat, bahwa gurunya adalah seorang tokoh besar golongan hitam. Namun ia tidak mempedulikan hal ini. Ia berada disitu hanya ingin mempelajari ilmu silat tinggi dari Lam-hai Giam-lo dan ia tidak akan mau mencampuri urusan persekutuan yang sedang dikerjakan oleh gurunya dan para pembantunya.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali muncullah Lam-hai Sing-mo, disambut oleh Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng dan mereka bercakap-cakap di ruangan dalam, berempat saja. Lam-hai Siang-mo, suami isteri iblis itu lalu menceritakan pelaksanaan tugas mereka pergi berkunjung ke Cin-an, mencari perkumpulan Kang-jiu-pang yang diketuai oleh Song Un Tek untuk membatalkan ikatan tali perjodohan antara Pek Eng dan puteranya, Song Bu Hok.

Kedatangan Lam-hai Siang-mo disambut oleh keluarga itu dengan heran karena mereka belum pernah bertemu dengan suami isteri iblis itu walaupun tentu saja mereka pernah mendengar nama besar mereka.

Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang keluar bersama adiknya, Song Un Sui dan puteranya Song Bu Hok, diikuti pula oleh dua puluh orang lebih anggota Kang-jiu-pang. Dengan heran Song Un Tek menyambut suami isteri itu yang tadi memperkenalkan diri kepada penjaga dan minta agar Ketua Kan-jiu-pang keluar untuk bicara dengan mereka.






Biarpun dia seorang ketua perkumpulan yang cukup terkenal, Song Un Tek yang sudah mendengar bahwa yang datang adalah suami isteri yang amat terkenal di dunia kang-ouw, segera memberi hormat kepada mereka.

“Kami merasa terhormat sekali menerima kunjugan Ji-wi (Anda Berdua) yang nama besarnya sudah kami dengar akan tetapi, mari silakan masuk ke dalam dan duduk di ruangan tamu agar kita dapat bicara dengan enak.”

Suami isteri itu tidak membalas penghormatan tuan rumah dan dengan sikap dingin dan angkuh Singkoan Leng berkata.

“Tidak usah masuk, disinipun dapat kita bicara!”

Melihat sikap ini, keluarga Song sudah merasa tidak suka, juga para anggota Kang-jiu-pang menganggap bahwa dua orang tamu ini kasar dan tidak menghargai sopan santun sebagai tamu. Akan tetapi, Song-pangcu masih bersabar hati.

“Terserah kepada Ji-wi kalau hendak bicara disini saja. Nah, keperluan apakah yang Ji-wi bawa sehingga memberi kehormatan kepada kami dengan kunjungan ini?”

“Song-pangcu.” Kata pula Songkoan Leng sambil memandang tajam, “Benarkah engkau mempunyai seorang putera yang bernama Song Bu Hok, kalau benar demikian, mana dia?”

Melihat sikap kedua orang tamu ini yang sama sekali tidak menghormati ayahnya, Song Bu Hok berseru galak,

“Akulah Song Bu Hok, kalian mau apa mencariku?”

Siangkoan Leng dan Ma Kim Li menoleh dan kini Siangkoan Leng tersenyum mengejek.

“Ah, kiranya engkau! Song-pangcu, apakah engkau masih sayang kepada puteramu?”

Kembali dia menghadapai Ketua Kang-jiu-pang yang mengerutkan alisnya dengan heran, akan tetapi juga khawatir karena melihat sikap dua orang tamunya, jelas bahwa mereka datang tidak membawa niat yang baik.

“Sesungguhnya, apakah yang Ji-wi maksudkan? Kami tidak merasa mempunyai urusan dengan Ji-wi. Harap memberitahukan apa keperluan Jiwi datang berkunjung ini.”

Kata Song-pangcu, masih bersikap hormat walaupun dia waspada terhadap kedua orang tamunya.

“Song-pangcu tidak merasa mempunyai urusan dengan kami, akan tetapi kami mempunyai urusan dengan keluargamu. Kami datang unuk bicara tentang ikatan perjodohan antara puteramu Song Bu Hok dengan Nona Pek Eng. Benarkah ada ikatan perdojohan itu?”

“Benar, akan tetapi ada apakah?” Song Un Tek bertanya heran.

Singkoan Leng tersenyum.
“Bagus! Kami datang untuk minta kepada keluarga Song agar membatalkan atau memutuskan tali perjodohan itu!”

“Ahhh….!”

Seruan ini keluar dari mulut keluarga Song, juga dari beberapa orang anggauta Kang-jiu-pang yang merasa terkejut sekali. Wajah Song Un Tek, menjadi merah karena kemarahan membakar hati mereka. Keraguan memenuhi hati Song-pangcu ketika dia bertanya.

“Apakah Ji-wi menjadi utusan dari keluarga Pek?”

Siangkoan Leng menggeleng kepalanya.
“Kami adalah utusan dari Bengcu kami, yaitu Lam-hai Giam-lo!”

Makin kagetlah Song Un Tek dan Song Un Sui mendengar ini karena mereka sudah mendengar akan nama Lam-hai Giam-lo yang akhir-akhir ini menggemparkan dunia persilatan di bagian selatan.

“Apakah hubungan antara Lam-hai Giam-lo dengan perjodohan putera kami?” kini Song Un Sui yang galak bertanya dengan nada suara yang keras.

“Tidak ada hubungannya dengan perjodohan anakmu, akan tetapi Bengcu kami tidak menghendaki Nona Pek Eng berjodoh dengan Song Bu Hok!”

“Akan tetapi, kami sudah menjalin ikatan perjodohan itu dengan keluarga Pek….!”

“Tidak peduli! Sekarang Nona Pek telah menjadi murid dan anak angkat Bengcu, dan Bengcu menghendaki agar pertalian ini batalkan dan diputuskan!”

Marahlah Song Un Sui.
“Hemm, Ji-wi sungguh terlalu. Kalau kami tidak mau membatalkan, bagaimana?”

“Uuhhh! Siapa berani menentang perintah Bengcu akan kuhajar!”

Tiba-tiba Ma Kim Li sudah meloncat dan menerjang Song Un Sui dengan gerakan yang amat cepat. Song Un Sui yang bertubuh gendut itu, menangkis kedua tangan lawan yang mencengkeram ke arah kepala dan dadanya, sambil mengerahkan tenaga sin-kang.

“Dukk!”

Dua pasang lengan bertemu dan akibatnya, tubuh yang bulat seperti bola itu terjengkang dan bergulingan. Melihat ini, Song Un Tek menjadi marah dan diapun maju menyerang Siangkoan Leng, sedangkan Song Bu Hok menyerang Ma Kim Li. Para anggauta Kang Jiu-pang tanpa diperintah lagi juga sudah mencabut senjata mereka dan maju mengeroyok.

Suami isteri itu mengamuk, dikeroyok oleh dua puluh orang lebih, namun mereka sama sekali tidak menjadi gentar. Dengan tangan kosong suami isteri itu berani menangkis senjata tajam, menampar, dan kedua kaki mereka bergerak cepat menendang, dan akibatnya, dalam waktu yang tidak terlalu lama, semua murid Kang-jiu-pang terlempar ke kanan kiri dan hanya mengaduh-ngaduh, tidak dapat bangkit lagi!

Tinggal Song Un Tek yang melawan Singkoan Leng, sedangkan Ma Kim Li dikeroyok oleh Song Un Sui dan Song Bu Hok. Sesuai dengan nama perkumpulan yang dipimpinnya, Kang-jiu-pang (Perkumpulan Tangan Baja), tiga orang keluarga Song ini hanya mengandalkan kekuatan kedua tangan mereka saja untuk menghadapai dua orang suami isteri yagn amat lihai itu.

Namun, hanya Ma Kim Li yang dapat ditahan oleh Song Un Sui dan Song Bu Hok, dengan pengeroyokan paman dan keponakan ini, Ma Kim Li bahkan agak terdesak. Akan tetapi di lain pihak, Song Un Tek terdesak hebat oleh Singkoan Leng karena memang tingkat kepandaiannya kalah jauh.

Tiba-tiba Ma Kim Li mengeluarkan lengking panjang dan sinar hitam kecil meluncur dari tangannya, disusul teriakan Song Bu Hok yang terpelanting roboh. Kiranya wanita ini, setelah merasa terdesak, lalu mempergunakan senjatanya yang paling diandalkan, yaitu Jarum beracun!

Memang hebat dan berbahaya sekali jarum beracun ini dan sekali lepas, sebatang jarum sudah menembus baju pemuda itu dan mengenai pundaknya, membuat dia seketika roboh dan pingsan!

Song Un Sui terkejut dan kesempatan selagi dia menengok ke arah keponakannya yang roboh dipergunakan oleh Ma Kim Li untuk menghantam dadanya dan Si Gendut bulat inipun terpelanting roboh. Hampir pada saat itu juga, Song Un Tek juga roboh oleh tendangan kaki Singkoan Leng!

Kini tidak seorangpun dari Kang-jiu-pang dapat melawan lagi. Song Un Tek dan Song Un Sui hanya dapat bangkit duduk dan mereka berdua memandang dengan mata melotot kapada Lam-hai Siang-mo. Ma Kim Li mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan melemparkannya kepada Song Un Tek sambil berkata.

“Hanya obatku ini yang mampu mengembalikan nyawa anakmu, Pangcu. Kami hanya memberi peringatan kalau kalian masih membangkan terhadap perintah Bengcu kami dan tidak memutuskan ikatan perdojohann itu, lain kali aku datang mengambil nyawa kalian sekeluarga!” Setelah berkata demikian, suami isteri itu lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Demikianlah laporan Lam-hai Siang-mo kepada Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng yang mendengarkan dengan hati gembira. Ia percaya bahwa tentu keluarga Song itu segera membatalkan pertalian jodoh itu. Kalau saja ia tidak memesan kepada gurunya yang kemudian melanjutkan pesanan itu melalui perintahnya kepada Lam-hai Sing-mo, tentu keluarga Song sudah dibunuh dan dibasmi oleh suami isteri iblis itu!

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar