*

*

Ads

Selasa, 22 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 144

Ia memang sudah memesan kepada gurunya bahwa ia hanya menginginkan agar pertalian jodoh itu dibatalkan, dan tidak menghendaki terjadi pembunuhan atas diri keluarga Song.

Ruangan yang luas itu telah menampung para tamu yang sudah berdatangan sejak kemarin. Ada empat belas orang jumlah tamu yang datang memenuhi undangan Lam-hai Giam-lo. Mereka adalah tokoh-tokoh kang-ouw dan datuk-datuk golonga hitam yang sudah terkenal di dunai persilatan.

Selain empat belas orang tamu ini, hadir pula disitu para pembantu Lam-hai Giam-lo yang diandalkan, yaitu Lam-hai Song-mo, sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi dan tidak ketinggalan pula Sim Ki Liong yang kini bahkan dianggap pembantu terpandai oleh Lam-hai Giam-lo. Tentu saja diantara para tamu itu terdapat tokoh-tokoh Pek-lian-kauw yang sudah lebih dulu bersekutu denga Lam-hai Giam-lo.

Setelah membuka rapat dan mengucapkan selamat datang, Lam-hai Giam lo lebih dahulu minta pendapat para temunya yang dihormati itu apakah mereka setuju kalau dia menjadi bengcu dan memimpin mereka semua dalam suatu kelompok yang kuat. Sebagian besar yang sudah mengenal dan tahu akan kelihaian Lam-hai Giam-lo menyatakan setuju, akan tetapi ada beberapa orang yang merasa sangsi.

Seorang diantara mereka bangkit berdiri.
“Nanti dulu, Lam-hai Giam-lo, sebelum kami dapat menerimamu sebagai Bengcu, lebih dulu aku ingin sekali mengetahui mengapa engkau mempersatukan kita semua dan mengangkat dirimu menjadi pemimpin.”

Beberapa orang yang masih sangsi tadi mengangguk-angguk tanda setuju dengan pernyataan ini dan Lam-hai Giam-lo melihat pula hal ini. Biarpun hatinya merasa tak senang, namun melihat bahwa ada beberapa orang tokoh yang masih sangsi, diapun bersikap ramah.

Dia memandang kepada orang yang mengajukan pertanyaan tadi. Orang itu berusia kurang lebih lima puluh tahun dan bertubuh tinggai kurus. Akan tetapi yang amat mencolok adalah pakaiannya karena pakaian itu putih polos seperti pakaian orang yang sedang berkabung. Akan tetapi semua orang yang hadir tahu belaka bahwa dia bukanlah orang sembarangan. Dia bernama Kim San, Ketua dari Kui-kok-pang.

Kui-kok-pang (Perkumpulan Lembah Iblis) adalah perkumpulan golongan hitam amat terkenal yang berada di Kui-san-kok, yaitu Lembah Iblis di Pegunungan Hong-san. Dia melanjutkan pekerjaan kedua orang gurunya yaitu kakek dan nenek Kui-kok Siang-mo (Sepasang Iblis dari Kui-kok) yang mendirikan Kui-kok-pang. Seperti diceritakan dalam kisah Asmara Berdarah, kakek dan nenek iblis ini tewas di tangan Ratu Iblis, dan kakek dan nenek itu adalah dua orang tokoh yang dikenal dalam gabungan tokoh Cap-sha-kwi (Tiga Belas Iblis)

Seperti juga mendiang kedua orang gurunya, selain berpakaian serba putih, juga Kim San atau Kui-kok-pangcu (Ketua Kui-kok-pang) ini memiliki wajah yang putih pucat seperti wajah mayat. Namun hal ini bukan menjadi tanda bahwa dia mengidap penyakit, melainkan karena dia telah menguasai ilmu sin-kang yang luar biasa, yang membuat wajahnya menjadi pucat dan putih.

“Keraguan Kui-kok-pangcu dan pertanyaan itu memang pantas karena agaknya engkau belum mengerti akan maksud dia. Hendaknya para saudara yang juga masih bersangsi, mendengarkan baik-baik. Keadaan pemerintah kini kuat dan para pendekar menyembunyikan diri. Hal ini hanya menunjukkan bahwa golongan kita kini amatlah lemahnya dan dianggap tidak ada saja oleh para pendekar sombong. Bukankah ini amat merendahkan martabat kita yang terkenal sebagai golongan hitam? Kita pernah mengalami masa jaya ketika Empat Setan memimpin dunia hitam, dibantu oleh Tiga Belas Iblis. Kemudian muncul Raja dan Ratu Iblis yang mengambil alih kekuasaan, akan tetapi malah membawa kita ke dalam kehancuran.”

Kui-kok-pangcu mengangguk-angguk. Kedua orang gurunyapun tewas di tangan Ratu Iblis.

“Kalian semua tentu tahu bahwa Empat Setan terdiri dari mendiang Guruku Lam Kwi Ong, mendiang Susiok (Paman Guru) See Kwi Ong dan masih ada lagi dua orang yaitu Susiok Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi. Kedua orang susiok ini sekarang entah berada dimana, kalau belum meninggal dunia tentu juga sudah amat tua sehingga tidak dapat diharapkan lagi. Nah, tinggal aku seorang yang menjadi penerus Empat Setan! Kini, banyak tersebar murid-murid Tiga Belas Iblis, di antaranya bahkan engkau sendiri, Kui-kok-pangcu adalah murid dari mendiang Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo, dua orang tokoh Cap-sha-kwi (Tiga Belas Iblis), sekarang kalau bukan aku yang memimpin, habis siapa lagi? Dan kalau bukan kita bersama yang bangkit untuk memperoleh kembali kejayaan masa dulu, siapa lagi,?”

Pek Eng juga hadir, sejak tadi hanya duduk saja di belakang kursi Lam-hai Giam-lo dan tidak bicara, hanya mendengarkan saja dan ia merasa kagum kepada gurunya yang demikian berwibawa dan ditakuti para tokoh yang aneh-aneh ini. Hatinya lega dan girang bukan main mendengar laporan Lam-hai Siang-mo tadi bahwa ikatan jodoh antara ia dan Song Bu Hok telah dibikin putus! Ia tahu bahwa tentu orang tuanya akan marah sekali, akan tetapi hal itu akan dihadapinya kelak. Yang penting, pihak keluarga Song sudah menerima pembatalan itu. Ia telah bebas kini!

Mendengar ucapan Lam-hai Giam-lo, Kui-kok-pangcu Kom San mengangguk-angguk setuju. Akan tetapi, laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun yagn bertubuh cebol, hanya setinggi leher Pek Eng, kepalanya kecil akan tetapi tubuhnya besar dan nampak kokoh kuat, kini bangkit berdiri. Suaranya juga kecil seperti kepalanya ketika dia berkata lantang seperti tikus menjerit-jerit.






“Akan tetapi, apa maksudnya diadakan persekutuan ini? Apakah semua pekerjaan kita, perampokan, pencurian, pembajakan, penguasaan tempat perjudian dan pelacuran, semua itu harus dilakukan beramai-ramai? Tanpa tujuan yang jelas, tentu saja aku merasa ragu-ragu untuk menggabungkan diri. Harus dilihat dulu apakah penggabungan ini akan menguntungkan kita ataukah sebaliknya.”

“Tentu saja menguntungkan!” kata Lam-hai Giam-lo sambil memandang orang cebol itu.

Si Cebol inipun bukan orang sembarangan karena dia terkenal dengan nama julukannya yang menyeramkan, He-hiat Moko (Iblis Berdarah Hitam)! Belasan tahun yang lalu orang mengenal nama besar Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo, cucu keponakan murid dari iblis betina Hek-hiat Mo-li yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw puluhan tahun yang lalu.

Dan kini keturunan terakhir yang mewarisi ilmu kepandaian mereka adalah Hek-hiat Mo-ko inilah. Akan tetapi jangan menganggap ringan tubuhnya yang cebol, karena orang ini telah mampu menguasai ilmu mujijat sehingga mengakibatkan darahnya benar-benar berwarna hitam, sesuai dengan julukannya.

“Tentu saja menguntungkan, Hek-hiat Mo-ko.” Kemballi Lam-hai Giam-lo mengulang kata-katanya. “Kita masih masing-masing mengurus pekerjaan sendiri tanpa saling mengganggu, bahkan dengan adanya penggabungan ini, kita dapat saling bantu kalau menghadapi kesulitan. Juga kita dapat menampung dana yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu untuk membantu saudara kita yang sedang dilanda kekurangan. Kalau kita bersatu dan memperlihatkan sikap tegas, memiliki kekuatan besar, tentu pemerintah tidak akan berani menekan kita, dan para pendekarpun tidak akan mampu berbuat seenaknya terhadap kita.”

“Heh-heh-heh!” Hek-hiat Mo-ko terkekeh

“Semua orang akan selalu mengatakan kekurangan. Apakah kekayaanmu akan cukup untuk membantu mereka semua, Lam-hai Gian-lo? Dan yang dibutuhkan akan amat besar untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan!”

“Jangan khawatir!”

Kata Lam-hai Giam-lo dengan suaranya yang seperti ringkik kuda,
“Sumbangan akan mengalir dari mereka yang merasa diuntungkan oleh persekutuan ini, dan pula, disini hadir seorang tamu agung yang memiliki kekayaan cukup besar untuk menjadi tulang punggung kita dalam hal memperkuat dana. Perkenalkan, saudara sekalian, inilah Saudara Kulana, tamu agung kita itu!”

Seorang diantara para tamu yang tadi hanya duduk diam saja, kini bangkit berdiri. Dia seorang laki-laki yang usianya empat puluh tahun lebih, pakaiannya aneh namun indah, dengan kepala dibungkus kain kepala warna-warni, dihias emas permata yang berupa burung merak indah sekali. Tubuhnya sedang saja, namun sikapnya berwibawa seperti sikap seorang bangsawan tinggi dan wajahnya cukup anggun. Dia memang seorang bangsawan tinggi dari Birma dan karena kepandaiannya yang tinggi, dia pernah berjasa besar dan berkat kemampuannyalah maka berkali-kali tentara dari Tiongkok dapat dicegah menguasai Birma.

Akan tetapi, akhirnya Kulana yang masih berpangkat pangeran, memiliki ambisi untuk merebut tahta kerajaan. Dia ketahuan dan terpaksa melarikan diri meninggalkan negerinya membawa harta kekayaan berupa emas permata yang tak ternilai saking banyaknya.

Sejak tadi, Kulana hanya mendengarkan saja, akan tetapi matanya sering kali menyambar ke arah gadis manis yang duduk di belakang Lam-hai Giam-lo pandang mata penuh kagum dan gairah seorang laki-laki mata keranjang. Kini Kulana bangkit dan membungkuk ke kanan kiri, lalu bekata, dengan suara agak asing namun cukup jelas,

“Aku telah mendengar semua dan apa yang dikatakan oleh Bengcu Lam-hai Giam-lo memang benar. dia patut menjadi Bengcu kita dan aku sanggup membantu. Bukan hanya bersekutu untuk menjadikan kedudukan kita kuat. Bahkan lebih dari itu. Kita dapat mendirikan suatu pemerintahan tandingan untuk menentang pemerintah yang selalu menekan kita. Kalau perlu, pada saatnya udah masak kita rebut tahta kerajaan. Kita semua anggauta persekutuan kita, yang akan duduk di kursi-kursi pemerintahan, menguasai seluruh negeri dan mengadakan peraturan-peraturan baru! Akan tetapi, aku harus lebih dulu melihat bukti kesetiaan kalian, baru aku mau membantu.”

Semua orang terkejut, terbelalak memandang kepada orang asing itu. Demikian tinggi dan besar cita-citanya! Merampas tahta kerajaan dan mereka semua menadi pembesar-pembesar tinggi! Macam-macam bayangan memasuki pikiran mereka. Ada yang membayangkan dia kelak menjadi menteri pajak, ada yang ingin menjadi menteri keuangan, tentu saja dengan harta yang belimpahan, ada yang ingin menjadi menteri pengadilan agar dia dapat menghukum mereka yang tak disukainya sesuka hati.

Pendeknya ucapan Kulana tadi membuat mereka mengkhayal yang muluk-muluk dan otomatis mereka mengangguk-angguk dan merasa tertarik. Akan tetapi Kim San, Ketua Kui-kok-pang, masih merasa penasaran dan diapun bangkit berdiri.

“Saudara Kulana boleh jadi seorang yang berpengetahuan luas dan kaya raya, akan tetapi kami semua hanyalah orang-orang kasar yang mengandalkan kekuatan dan ilmu silat. Bagaimana mungkin dapat terjalin kerja sama antara engkau dan kami?”

Ucapan ini jelas menyatakan keraguan Ketua Kui-kok-pang itu terhadap diri Kulana yang hanya kaya saja akan tetapi kelihatan seperti orang yang lemah.

Mendegar ucapan ini, Lam-hai Giam-lo mengeluarkan suara ketawanya yang menyeramkan, persis suara kuda meringkik,

“Hyeh-heh-heh! Kim-pangcu, engkau belum mengenal siapa adanya Saudara Kulana….”

Tiba-tiba dia menghentikan ucapannya karena terjadi kegaduhan di pintu masuk. Terdengar seruan-seruan dan nampak dua orang anggauta keamanan yang berjaga di depan pintu terlempar masuk ke kanan kiri dan seorang gadis melangkah masuk dengan tenangnya.

Kiranya dua orang penjaga itu tadi hendak mencegah ia masuk dan sekali mendorong, gadis itu telah membuat mereka terpental dan bangkit dan memandang dengan kaget dan heran. Lam-hai Giam-lo sendiri mengerutkan alisnya dan memandang marah melihat adanya seorang gadis muda begitu berani untuk menggangu rapat penting itu.

“Bengcu… lapor…. Ia … ia memaksa untuk masuk biarpun sudah kami cegah dan halangi.” Kata seorang diantara dua penjaga yang didorong roboh tadi.

“Hemm, Nona yang lancang, siapakah engkau?” bentak Lam-hai Giam-lo, akan tetapi diapun masih merasa sungkan untuk turun tangan mengingat bahwa dia seorang bengcu dan pengganggu itu hanya seorang gadis muda yang usianya belum ada dua puluh tahun.

“Bengcu, biar aku yang menghajarnya!”

Pek Eng yang merasa marah juga melihat pengacau itu yang sama sekali tidak menghormati gurunya, sekali bergerak telah meloncat ke depan gadis itu. Gadis itu hanya melirik saja kepada Pek Eng, akan tetapi agaknya merasa heran menemukan seorang gadis seperti Pek Eng diantara para datuk sesat itu.

“Hemm, anak kecil, siapa engkau? Jangan mencampuri urusan ini dan pergilah.”

Kata gadis itu, sikapnya tenang dan memandang rendah. Pek Eng yang galak itu semakin penasaran karena disebut anak kecil.

“Namaku Pek Eng dan aku adalah murid Bengcu Lam-hai Giam-lo! Engkaulah yang harus minggat dari sini dan jangan membikin kacau. Hayo katakan siap engkau dan apa maksudmu menerobos masuk seperti ini!”

Gadis itupun masih muda, sebaya Pek Eng, kulitnya putih mulus, rambutnya yang panjang itu digelung menjadi dua, tubuhnya ramping. Wajahnya cantik sekali; dengan muka bulat telur, mata tajam, hidung kecil mancung, bibirnya merah membasah dan setitik tahi lalat di dagunya menambah kemanisannya.

“Hemm, siapa adanya aku tidak perlu diketahui orang! Adapun kedatanganku ini tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain. Aku hanya minta agar suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan yang bernama Kwee Siong dan Tong Ci Ki, juga suami Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, Cepat maju kesini!”

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar