*

*

Ads

Rabu, 23 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 148

Pek Eng menarik napas panjang.
“Bagaiamanapun juga, dia sungguh pandai, dan sikapnya rendah hati, hemm, mengingatkan aku kepada Hay-ko…”

“Eh? Siapa itu Hay-ko (Kakak Hay)?” Bi Lian bertanya.

“Hay-ko ya Hay-ko, namanya Hay Hay…”

“Hay Hay….?”

Tentu saja Bi Lian terkejut karena pemuda yang bernama Ha Hay itu pernah membuat ia tak dapat tidur karena selalu tekenang kepadanya.

“Ya, namanya Hay dan shenya kalau tidak salah, she Tang. Akan tetapi dia selalu mengaku bernama Hay Hay, tak pernah menyebutkan shenya. Apakah engkau pernah mengenalnya, Enci Lian?”

Bi Lian menggeleng kepala.
“Tidak, mengapa?”

“Ah, sudah lama aku mencarinya. Juga mencari kakakku yang bernama Pek Han Siong, akan tetapi tak berhasil menemukan mereka dan akhirnya malah aku ditawan oleh Lam-hai Sing-mo dan akhirnya malah aku dibawa oleh Lam-hai Siang-mo dan dibawa kesini. Untung Bengcu baik dan mau menerimaku sebagai muridnya, Enci.”

Bi Lian mengerutkan alisnya. Nasib gadis ini mirip dengan nasib dirinya. Tanpa disengaja terjatuh ke tangan golongan sesat. Ia sendiri kini menjadi murid dua orang datuk sesat yang paling tingi kedudukannya! Padahal dahulu, ia hanya puteri suami isteri dusun dan sudah mempunyai dua orang guru, yaitu sepasang suami isteri yang bertapa di dalam Kuil Siauw-lim-si dan kabarnya merupakan sepasang pendekar sakti.

Ia masih ingat akan nama dua orang gurunya itu, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Dan anehnya, ia pernah bertemu dengan Hay Hay, juga gadis ini. Akan tetapi, pertemuannya itu tidak perlu ia beritahukan Pek Eng.

“Kakakmu itu, kemana perginya, Adik Eng?”

Pek Eng menarik napas panjang. Begitu bertemu dengan Bi Lian, ia sudah tertarik, kagum dan suka sekali. Gasi ini demikian lihainya sehingga mampu mengalahkan hampir semua pembantu gurunya. Entah berapa kali lipat tingkat kepandaiannya sendiri!

“Aih, Kakakku itu semenjak kecilnya sudah dihebohkan orang, Enci Lian. Ketika baru terlahir, menurut penuturan orang tuaku, dia telah diperebutkan oleh orang-orang sakti di seluruh dunia….”

“Ehhh…..?

“Benar, Enci Lian. Kakakku itu sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan, sudah diramalkan oleh para pendeta La-ma di Tibet sebagai Sing-tong, seorang calon Dalai Lam Agung! Ketika dia terlahir, maka dia diperebutkan!”

“Ahh! Kiranya dia…?”

“Engkau tahu, Enci?”

“Pernah aku mendengar dari kedua orang Guruku. Lalu sekarang dia berada dimana, Eng-moi?”

”Entahlah. Aku sedang mencarinya. Ketika aku dijodohkan dengan seorang pemuda yang tidak kusuka, aku lalu lari untuk mencari kakakku itu, dan mencari Hay-ko yang amat baik kepadaku.”

Bi Lian menarik napas panjang.
“Pengalamanmu sungguh aneh, Adik Eng. Mudah-mudahan engkau akan dapat bertemu dengan Kakakmu atau dengan orang yang bernama Hay Hay itu. Oya, hubungan apakah antara engkau dan Hay Hay itu?”

Pandang mata Bi Lian penuh selidik, dan ia merasa betapa hatinya tidak enak. Mengapa ia merasa cemburu?

“Dia pernah datang ke rumah kami, Enci, untuk mempertanyakan dirinya. Ketahuilah bahwa di waktu masih bayi, pernah Kakakku disembunyikan oleh Kakek Buyut karena takut dicuri oleh pra pendeta Lama dan sebagai gantinya Hay Hay itulah yang dipelihara orang tuaku. Akan tetapi ketika masih bayi, diapun diculik orang! Nah, setelah dewasa, dia datang untuk bertanya kepada keluarga kami, siapa dirinya yang sebenarnya. Wah, dia lihai bukan main, Enci. Ilmunya… wah, selangit deh!”






Makin tak enak rasa hati Bi Lian mendengar betapa gadis ini memuji-muji Hay Hay.
“Bagaimana kau bisa tahu?”

“Dia menghadapi para pendeta Lama yang menyerbu kami dan dia mempermainkan para pendeta Lama itu seperti anak kecil saja. Dan aku… aku telah mencium pipinya…”

“Ihh!”

Hampir saja tangan Bi Lian menampar pipi Pek Eng, akan tetapi ditahannya dan sebaliknya ia memandang dengan mata terbelalak dan muka merah.

“Engkau tak tahu malu, mengaku begitu!” bentaknya

Pek Eng tersenyum.
“Jangan salah sangka, Enci. Tadinya, karena dia mengaku sebagai Pek Han Siong di depan para pendeta Lama itu, tentu saja aku mengira dia kakak… kandungku yang sudah lama kurindukan, maka saking girangnya aku mencium pipinya. Eh, ternyata kemudian dia bukan kakakku. Hati siapa tidak menjadi marah dan jengkel, juga malu?”

Mendengar ini, mau tidak mau Bi Lian tersenyum, akan tetapi tetap saja ia merasa tidak senang.

Pada saat itu muncul Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi. Kemunculan mereka mengejutkan Pek Eng karena tahu-tahu mereka telah berada disitu dan iapun baru tahu mereka muncul ketika Bi Lian membalikkan tubuh menegur mereka.

“Suhu berdua mencari aku?” tanya Bi Lian sambil menoleh dan baru Pek Eng melihat mereka.

Bergidik dara ini melihat dua orang aneh itu. Si Gendut Bulat kepala botak itu menyeringai terus, sedangkan raksasa tinggi besar brewok hitam itu cemberut terus. Mereka seperti bukan manusia melainkan iblis-iblis jahat. Gurunya sendiri, Si Muka Kuda, tidaklah begitu menyeramkan seperit dua orang guru dari Bi Lian ini.

“Bi Lian, mari ikut dengan kami. Kita memenuhi undangan Kulana, hendak kita lihat orang macam apa adanya dia.” Kata Pak Kwi Ong.

Bi Lian mengerutkan alisnya. Ia tadi sudah merasakan kelihaian Kulana dan ia curiga kepada orang itu. Akan tetapi dua orang gurunya pasti akan mampu menghadapi mereka, dan iapun ingin mengenal lebih dekat orang macam apa sebenarnya tokoh Birma yang aneh itu.

Ia mengangguk dan meninggalkan Pek Eng, mengikuti kedua orang kakek itu keluar dari taman. Sekali berkelebat tiga orang guru dan murid itupun lenyap dan Pek Eng menjadi bengong, kagum bukan main. Ia berjanji pada diri sendiri akan belajar dengan giat dari Lam-hai Giam-lo agar memiliki ilmu kepandaian setinggi Bi Lian.

**** 148 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar