*

*

Ads

Kamis, 24 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 153

Agaknya Mulanan maklum akan isi hatinya.
“Maafkan aku, Nona Cu. Maaf, bukan masksudku untuk menceritakan hal yang tidak pantas! Akan tetapi, semua ini untuk menyatakan betapa semua cinta dan pengorbanan pria itu sia-sia belaka. Hebatnya, biarpun puteri yang telah menjadi isterinya itu bersikap dingin, pria itu masih tetap memujanya. Dengan sabar dia merayu, dia membujuk, dengan hati-hati, dengan halus untuk membangkitkan perasaan cinta di hati isterinya, walaupun sedikitpun dia sudah akan menerimanya dengan perasaan amat berbahagia. Namun, sia-sia… puteri itu tetap dingin dan selalu memperlihatkan sikap tidak suka berdekatan…”

“Hemm, cerita itu semakin tidak menarik.” Kata Bi Lian.

“Dongeng yang menyedihkan.”

Kata pula Han Siong sambil tersenyum kepada tuan rumah, untuk menghibur karena dia merasa tidak enak melihat sikap Bi Lian yang demikian jujur mencela dongeng tuan rumah.

Mulana tersenyum dan wajahnya yang tampan nampak berduka, senyumnya pahit sekali.

“Memang menyedihkan, dan mungkin tidak menarik bagi Nona Cu, juga bagi wanita pada umumnya. Akan tetapi amat menyedihkan bagi seorang pria. Cinta kasih seorang pria, mendambakan balasan, walaupun sedikit saja, melalui sentuhan halus, melalui senyum, melalui pandang mata mesra, melalui senyum melalui pandang mata mesra, melalui apa saja, pria yang merindukan kasih sayang isterinya itu, selama bertahun-tahun, hanya mampu berharap, berharap, dan berharap….! Dan pada suatu malam, dunia kiamat baginya!” Dan tiba-tiba saja Mulana menangis!

Han siong dan Bi Lian terkejut bukan main. Mereka saling pandang, dan kemudian memandang kepada tuan rumah yang menutupi muka dengan kedua tangannya dan terisak menangis. Ketika mereka melirik kearah nyonya rumah, wanita cantik itu masih terus makan ketika sepasang matanya melirik ke arah suaminya, Bi Lian menangkap sinar mata yang mengandung ejekan dan hinaan!

Ingin sekali Han Siong bertanya, apa yang telah terjadi dengan pria yang mendambakan cinta isterinya itu, akan tetapi dia menahan diri dan bersabar, menanti sampai Mulana menghentikan tangisnya. Pria itu menurunkan kedua tangannya, menggunakan saputangan sutera untuk menghapus air mata yang membasahi mukanya, lalu tersenyum, senyum paksaan.

“Maafkan aku. setiap kali menceritakan hal itu, aku selalu tak dapat menahan keharuan dan kesedihan hatiku. Akan tetapi, seperti kukatakan tadi, malam itu memang terjadi sesuatu yang membuat pria itu merasa dunia kiamat baginya!”

“Apa yang terjadi?” Pek Han Siong tak dapat menahan lagi keinginan tahuannya.

“Apa yang terjadi? Pek-taihiap, tidakkah engkau dapat menduganya? Puteri yang cantik jelita itu, isteri yang teramat dicinta suaminya itu, yang suka menjilati telapak kakinya untuk menyatakan cintanya, wanita yang secantik bidadari itu, yang kecantikannya tanpa cacat cela, pada suatu malam jahanam itu… ketika pria yang menjadi suaminya itu terbangun dan tidak melihatnya tidur di pembaringa lalu mencarinya ke belakang, wanita itu, yang selalu dingin terhadap suaminya, yang tak pernah satu kalipun membelai suaminya, bahkan tak pernah menyentuhnya dengan gairah, wanita itu… di dalam taman, diatas rumput begitu saja, di tempat terbuka, tanpa pakaian sama sekali, tak bermalu sedikitpun juga, bagaikan seekor binatang jalang yang panas dan penuh nafsu berahi, sambil mengerang seperti binatang dan dengan nafsu menggebu seperti kemasukan iblis, perempuan itu bergelut dan bermain cinta dengan tukang kebun!”

“Ahhh…!”

Seruan ini keluar dari mulut Bi Lian dan Han Siong hampir berbareng karena mereka sungguh terkejut bukan main.

“Ha, kalian tentu kaget! Siapa orangnya yagn tidak kaget! Dan pria itu, suami itu… dia bukan hanya kaget, akan tetapi dunia seperti kiamat baginya. Wanita yang dipujanya seperti dewi itu, yang didambakan cintanya, menyerahkan diri sebulatnya, lahir batin, kepada seorang laki-laki lain! Bukan pangeran bukan bangsawan, bukan hartawan, melainkan seorang tukang kebun biasa! Seorang hamba yang hina dina dan rendah, dan kotor! Apa yang selalu dijauhkannya dari suaminya yang mencintanya, yang memujanya, pada malam hari itu, mungkin juga malam-malam sebelumnya, telah diberikan sepenuhnya kepada seekor anjing!”

Setelah berkata demikain, Mulana memandang kepada isterinya, dengan sinar mata mengerikan, penuh penyesalan, penuh duka, penuh kebencian, akan tetapi juga penuh kasih sayang!

“Cukup!” Tiba-tiba wanita cantik jelita yang menjadi isteri Mulana itu berseru, suaranya seperti jerit yang keluar dari lubuk hatinya, dan muka yang amat cantik itu menjadi kemerahan. “Setelah semua dendam yang kau curahkan, kenapa engkau malam ini melanggar janji dan menceritakan kepada orang lain. Mulana?”






“Aku terpaksa, Yasmina, aku tidak dapat bertahan lagi untuk menyimpannya sendiri. Dan dua orang ini bukan orang sembarangan, mereka adalah pendekar-pendekar yang telah berani menentang Kulana! Mereka patut mendengarkannya!”

“Bagus, engkau melanggar janji, akupun tak perlu setia terhadap janji. Hai dua orang muda, dengarkan baik-baik. Akulah Yasmina, akulah isteri yang diceritakannya itu, wanita itu. Dialah yang membuat aku seperti itu. Mulana menganggap aku bukan seperti manusia, memujaku seperti benda keramat, seperti boneka kaca, melimpahkan semua cintanya seperti terhadap seorang dewi di kahyangan. Aku seorang perempuan, dari darah daging! Aku ingin diperlakukan sebagai seorang manusia, sebagai seorang perempuan darah daging yang haus akan belaian dan kasih sayang nyata seorang jantan! Dan aku menyerahkan diri, sepenuhnya, sepuas hatiku kepadanya! Dan aku puas. Aku menyesal, akan tetapi aku puas. Dan Mulana, dia memenggal leher tukang kebuh itu, membuat kepalanya menjadi tengkorak ini dan kau harus selalu minum anggur dari dalam tengkoraknya, melalui mulutnya! Aku menerima semua pelampiasan dendam ini, untuk menebus dosaku. Dan dia setiap malam bermain cinta dengan para gadis pelayan yang cantik dan muda, di depan mataku, untuk membalas dendam. Aku hanya mentertawakannya dalam hati. Bagaimanapun juga, dia tak dapat disamakan dengan tukang kebunku itu! Tidak ada seperempatnya! Dan dia berjanji takkan membuka rahasia itu. Akan tetapi malam ini, dia melanggar janjinya…!”

Wanita itu, Yasmina, kini mengangkat tengkorak yang sudah diisi anggur baru, kemudian mencium mulut tengkorak itu.

“Engkau, tukang kebunku yang setia, engkau selama ini menemaniku, engkau kehilangan nyawa karena aku, sekarang tiba saatnya engkau menjemputku. Bawalah aku ke sana…” dan wanita itu lalu menggigit sebuah di antara gigi tengkorak itu, minum anggur dari dalamnya dan iapun terkulai di atas meja.

Tengkorak itu terlepas dan jatuh bergulingan di atas lantai, seperti hidup, sampai berhenti di dekat kaki Mulana.

“Yasmina…!”

Mulana menendang tengkorak itu dan meloncat ke dekat isterinya. Dia mengangkat muka isterinya, mungkin sudah lama dipersiapkan wanita itu menyimpan racun di bawah sepotong gigi tengkorak yang tadi digigitnya, dan minum racun itu bersama anggur!

“Yasmina…!”

Mulana mengguncang-guncang isterinya, didukungya, dipondongnya dan diapun menangis sambil kebingungan.

Melihat ini, Bi Lian bangkit dan memandang kepada Pek Han Siong. Alisnya berkerut dan gadis ini merasa betapa batinnya terguncang hebat oleh peristiwa yang terjadi antara suami isteri aneh itu.

“Mari kita pergi, aku menjadi muak dan mual!” katanya.

Pek Han Siong sendiri juga terguncang hebat perasaanya. Apalagi yang terjadi antara Mulana dan Yasmina itu terlalu hebat, sampai wajahnya menjadi berubah agak pucat. Ngeri dia membayangkan malapetaka dan kesengsaraan yang menimpa sepasang suami isteri yang seperti mereka itu. Kaya raya, bangsawan tinggi, keduanya tampan dan cantik!”

“Mari!” katanya dan keduanya lalu meninggalkan ruangan itu tanpa pamit lagi karena tuan rumah tidak mungkin dapat diajak bicara. Dia sudah menjadi seperti gila, memondong mayat isterinya itu ke sana-sini, sambil menangis dan menciumi muka yang kebiruan itu.

Pelayan yang berada disitu seperti berubah menjadi patung, terbelalak pucat tidak ada yang berani bergerak. Bahkan ketika Bi Lian dan Han Siong pergi meninggalkan perkampungan itu, tidak seorangpun penjaga mencoba untuk menghalangi mereka.

Ketika dua orang muda itu tiba diluar perkampungan, tiba-tiba nampak api besar bernyala di belakang mereka dan sayup-sayup terdengarlah tangis-tangis dan teriakan Mulana memanggil-manggil nama isterinya. Agaknya Mulana telah menjadi gila dan telah membakar istananya sendiri! Pria itu sesungguhnya amat mencinta isterinya akan tetapi dibikin gila oleh cemburu!

“Kasihan…!” Pek Han Siong yang berhenti dan memandang ke belakang mengeluh.

“Siapa yang kasihan?”

Barulah Han Siong teringat bahwa Bi Lian berada disitu dan tadi suara hatinya dikeluarkan melalui mulut.

“Kedua-duanya…” jawab Han Siong.

Mereka melanjutkan perjalanan, berjalan perlahan menuruni bukit itu.
“Engkau benar, Saudara Pek. Kasihan keduanya. Keduanya telah bersalah dan keduanya patut dikasihani karena nasib mereka sungguh buruk sekali. Tak sangka orang-orang seperti mereka…” kata Bi Lian, kemudian disambungnya, lirih. “Cinta memang aneh…”

“Ya, cinta memang aneh…”

Han Siong juga menggumam lalu keduanya tenggelam dalam lamunan, kata-kata mereka itu berdengung di telinga mereka. Kata-kata itu seperti menunjukkan bahwa mereka mengerti atau setidaknya pernah mengalami cinta! Sampai lama mereka melangkah, termenung, saling menduga, lalu tiba-tiba Bi Lian bertanya.

“Saudara Pek, pernahkah engkau jatuh cinta?”

Han Siong terkejut, memandang gadis itu, menggeleng kepala.
“Belum, dan engkau?”

“Aku juga belum pernah.”

“Kalau begitu, bagaiman engkau dapat mengatakan bahwa cinta itu aneh?”

”Dan engkaupun membenarkan begitu saja.” Dan keduanya saling pandang, lalu tertawa geli.

“Lihat saja mereka itu. Mulana dan Yasmina, bukankah mereka itu menjadi seperti orang gila karena cinta? Itulah yang membuat aku mengatakan cinta memang aneh tadi.” Kata Bi Lian membela diri.

”Tapi itu bukan cinta, Nona Cu. Mulana tidak mencinta isterinya dengan sesungguhnya, atau cintanya berlandaskan kebanggaan karena dia telah berhasil memenangkan puteri itu dalam perebutan. Dia memperlakukan Yasmina sebagai barang pusaka, dikeramatkan, disanjung, dipuja, dibanggakan dan dipamerkan! Dan cinta Yasmina juga hanya cinta nafsu. Karena itu keduanya lalu menyeleweng, dan baru terasa cinta itu setelah terlambat. Mulana lebih mementingkan kebanggaan dirinya dan Yasmina lebih mementingkan nafsu berahinya, dan keduanya merana…”

“Aihh, agaknya engkau seorang yang ahli dalam seni mencinta, Saudara Pek!” kata Bi Lian.

Wajah Han Siong berubah merah.
“Sama sekali tidak, hanya aku melihat hal-hal yang aneh sekali dalam cinta ini. Ada suatu peristiwa yang tidak kalah anehnya, juga amat mengharukan antara dua orang yang saling mencinta. Akan tetapi biarlah lain kali saja kuceritakan kepadamu, Nona Cu.”

”Siapakah mereka?” Bi Lian tertairk.

“Mereka… adalah kedua orang guruku, Suhu dan Suboku…”

“Ih, tentu menarik sekali. Ceritakan, Saudara Pek.”

”Lain kali sajalah. Mari kita mencari tempat yang enak untuk melewatkan malam. Nah, di sana ada sungai kecil, bagaiman kalau kita melewatkan malam di tepi sungai itu?”

Mereka lalu mencari tepi sungai yang landai dan disitu terdapat banyak batu kali yang besar dan bersih. Mereka lalu mengumpulkan kayu kering, lalu membuat api unggun sambil duduk di atas batu kali yang besar, halus dan rata.

Enak memang tempat itu. Sebelum pergi, mereka tadi sudah memasuki kamar masing-masing untuk membawa perbekalan mereka, tanpa ada yang mengganggu mereka.

“Sekarang mengaso dan tidurlah, Nona. Biar aku yang berjaga disini.” Kata Pek Han Siong.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar