*

*

Ads

Senin, 28 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 168

"Memang aku tolol, tapi mengapa…"

"Maksudku bercermin diri, bukan bercermin muka. Engkau sendiri mengaku, namamu Hay Hay, tanpa menyebutkan she-mu. Tidak mungkin engkau she Hay bernama Hay. Mana ada she Hay di dunia ini? Kalau engkau tidak mau menyebutkan shemu, apakah aku perlu memperkenalkan sheku?"

Hay Hay tersenyum dan diam-diam Kui Hong harus mengakui bahwa pemuda ini tampan dan menarik sekali, senyumnya tidak dibuat-buat dan sepasang matanya itu kadang-kadang mencorong seperti mata seekor naga dalam dongeng. Akan tetapi kalau teringat betapa pemuda itu pandai ilmu sihir, ia bergidik dan segera menundukkan mukanya, tidak berani terlalu lama bertemu pandang.

"Ah, kiranya engkau membalas? Baiklah, Nona Hong, biarpun selama ini aku ini tidak pernah mempergunakan sheku, akan tetapi nama keturunanku adalan Tang jadi nama lengkapku adalah Tang Hay. Akan tetapi sungguh mati, aku lebih suka dikenal sebagai Hay Hay saja."

“Aneh kalau ada orang ingin mengingkari nama keturunan ayahnya!" kata Kui Hong. "Aku sendiri she Cia "

"Heiiii…!"

Kui Hong sampai tersentak kaget.
"Gilakah engkau? Teriak-teriak mengejutkan orang! Ada apa sih engkau berteriak mendengar nama keturunanku?"

"She Cia? Aku jadi teringat kepada seorang suhengku. Menurut keterangan seorang diantara guru-guruku, beliau mempunyai seorang murid yang juga she Cia, nama lengkapnya Cia Sun "

"Ihhhh…!"

Kini bagian Hay Hay yang tersentak kaget.
"Wah, wah, hampir aku terjatuh karena kaget. Kenapa sih engkau menjerit mendengar nama Suhengku itu? Apakah engkau mengenalnya?"

"Mengenal? Tentu saja! Dia masih keluarga kami dari Cin-ling-pai."

Hay Hay mengangguk-angguk.
"Aku sudah mendengar akan keluarga Cin-ling-pai. Perkumpulan yang terkenal gagah perkasa. Kiranya engkau ini murid Cin-ling-pai?"

"Aku puteri ketuanya!" kata Kui Hong sambil mengangkat dada.

Kembali Hay Hay kagum. Bentuk dada dan bahu wanita itu sungguh indah, ketika diangkat dada itu, membusung dan nampak lekuk-lengkung yang menarik.

"Wah-wah, kalau begitu aku bersikap kurang hormat. Engkau puteri Ketua Cin-ling-pai, keluarga Cia yang amat terkenal, sedangkan aku hanya seorang perantau tanpa nama, dan tentang kijang itu... maafkanlah aku, Nona. Sebetulnya bukan maksudku untuk berebutan akan tetapi…”

"Sudahlah. Mengapa kita mengobrol ke barat dan timur tanpa arah ini? Lebih baik kita bicara tentang keadaan kita. Bagaimana kita dapat keluar dari sini. Apa engkau ingin hidup selamanya di pohon ini?" kata Kui Hong, sambil menatap wajah Hay Hay.

Yang ditatap tersenyum lebar, dan Kui Hong juga tersenyum karena merasa betapa lucunya pertanyaan itu. Tentu tidak akan ada manusia di dunia ini yang suka hidup selamanya di pohon itu!

"Ya, aku ingin dan mau hidup selamanya di pohon ini asal bersamamu, Nona!"

Lenyap senyum Kui Hong dan mukanya kembali menjadi merah, akan tetapi matanya mencorong dan alisnya berkerut.

"Engkau mau mempermainkan aku dan kurang ajar lagi?"

"Tidak, tidak, mana aku berani? Maafkanlah, Nona. Aku memang suka bergurau. Sudahlah, aku tidak akan bicara main-main lagi, mari kita selidiki tempat ini. Lihat, aku tidak mungkin memanjat ke atas, permukaan tebing itu demikian licin dan rata, tidak ada celah-celah atau tempat kaki berpijak dan tangan bergantung. Untuk turun juga tidak mungkin, dinding tebingnya.sama, bahkan lebih jauh daripada kalau naik. Akan tetapi disana itu terdapat sebuah guha. Lihat!"






Kui Hong memandang ke bawah sebelah kanan dan benar, kurang lebih tiga puluh meter dari tempat mereka duduk di cabang pohon itu, nampak sebuah guha yang cukup besar.

“Akan tetapi guha itu terlalu jauh, bahkan kesitupun tidak mungkin merayap melalui dinding tebing yang rata dan licin itu." kata Kui Hong. "Aku dapat mencoba dengan mengerahkan sin-kang untuk menggunakan kedua tangan menempel dinding dan merayap kesana. Akan tetapi apa gunanya? Kalau gagal, aku akan terjatuh ke bawah, sedangkan kalau berhasil, paling-paling hanya bertukar tempat tanpa jalan keluar, dari pohon ini ke guha itu.”

"Akan tetapi, kalau kita bisa kesana, setidaknya kita dapat bergerak lebih leluasa, dapat merebahkan diri untuk tidur, dapat pula berjalan dan berdiri, mungkin bisa mencari makanan di dalam guha itu. Kalau disini? Kita hanya duduk di batang pohon dan akhirnya kita akan mati kelaparan. Sayang, bangkai kijang itu tidak kita bawa! Gemuk dan muda lagi!"

Diingatkan akan kijang itu, Kui Hong membayangkan betapa lezatnya membakar daging kijang dan tanpa disengajanya, perutnya berkeruyuk.

"Nah, perut siapa yang berkeruyuk?" kata Hay Hay untuk mempertahankan suasana agar gembira.

Wajah Kui Hong berubah merah sekali.
"Kau berani menghinaku dan mengatakan perutku berkeruyuk?" bentaknya marah.

"Aih, siapa yang mengatakan demikian, Nona? Aku hanya mendengar suara perut berkeruyuk dan tidak tahu perut siapa itu yang berkeruyuk."

"Perutku tidak!" Kui Hong mempertahankan, tentu saja malu untuk mengaku.

"Pula, perut berkeruyuk tidak perlu memalukan, dan bukan suatu penghinaan kalau terdengar orang. Kalau perutmu tidak berkeruyuk, tentu perutku. Nah, dengar, berkeruyuk lagi…!"

Benar saja, terdengar perut Hay Hay berkeruyuk karena memang sejak berburu kijang, dia sudah lapar sekali. Dan pada saat yang hampir bersamaan, perut Kui Hong berkeruyuk lagi!

"Wah, jagonya yang berkeruyuk ada dua ekor!" kata Hay Hay tertawa dan kini Kui Hong tak dapat menahan diri untuk tidak tertawa.

Ia tidak merasa malu lagi karena jelas perut Hay Hay terdengar lebih dulu berkeruyuk, lebih nyaring lagi!

"Kalau tinggal disini terus, walau kita kuat bertahan, perut kita ini yang tidak akan kuat bertahan. Kita harus mencari…."

“Hay Hay, lihat…!!" tiba-tiba Kui Hong berteriak sambil menuding ke arah guha.

Hay Hay tersenvum mendengar namanya dipanggil dan tentu dia akan menggodanya kalau saja dia tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh gadis itu. Ketika dia menoleh ke arah guha, dia melihat sebuah kepala nongol keluar dan dia terkejut. Sebuah muka yang sesungguhnya cantik, akan tetapi kotor sekali. Rambut yang sudah berwarna dua itu awut-awutan, disanggul sembarangan saja, dan wajah itu adalah wajah seorang nenek-nenek yang sukar ditaksir berapa usianya.

Tentu lebih dari enam puluh tahun melihat keriput pada piipinya. Namun, wajah itu memang cantik, setidaknya menunjukkan dengan jelas bahwa dahulunya wanita itu tentulah seorang yang cantik sekali. Akan tetapi matanya! Mata itu merah dan liar seperti mata serigala, atau mata seekor anjing gila.

"Hi-hi-hik," nenek itu tertawa dan nampaklah bahwa mulutnya sudah tidak bergigi lagi.

Pantas saja nampak kempot dan kisut. Andaikata nenek itu masih bergigi, tentu kedua pipinya masih halus, melihat betapa dahinya, lehernya, masih kelihatan mulus seperti dahi dan leher orang muda saja.

"Sepasang monyet muda, sasaran bagus sekali untuk latihanku, hi-hi-hik!"

Hay Hay dan Kui Hong mengamati nenek itu yang kini kelihatan lebih banyak dari bagian tubuhnya yang lain, sampai sebatas pinggang. Pakaiannya hitam dan lapuk pula, kotor sekali, akan tetapi tubuhnya padat dan ramping seperti tubuh wanita muda! Kini mereka melihat tangan nenek itu memasukkan dua buah kerikil ke mulutnya dan begitu ia meniup, dua buah kerikil yang runcing tajam karena kerikil itu pecahan dari batu keras, menyambar ke arah muka Hay Hay dan Kui Hong dengan kecepatan luar biasa sampai mengeluarkan suara bercuitan!

"Awas…!"

Hay Hay berseru dan cepat tangannya menyambar batu itu yang hendak lewat ketika dia miringkan kepala. Dia terkejut bukan main karena telapak tangannya merasa nyeri, tanda bahwa sambaran batu kerikil itu kuat bukan main! Kui Hong juga melihat sinar menyambar itu, dan dengan mudahnya ia miringkan kepala dan batu itu lewat dengan cepatnya di dekat kepalanya.

Hay Hay membuka kepalan tangannya. Hanya sebuah kerikil tajam dan runcing, akan tetapi bagaimana mungkin orang dapat meniupkan kerikil itu sedemikian kuatnya? Kalau nenek itu mempergunakan tangannya, dia masih tidak heran. Akan tetapi mempergunakan mulut meniup?

Kui Hong kagum juga, bukan hanya kagum kepada nenek itu yang dapat melepas kerikil sebagai senjata rahasia dengan tiupan mulutnya, akan tetapi juga kagum kepada Hay Hay yang mampu menangkap batu kecil itu ketika tadi menyambar ke arah mukanya. Ia sendiri harus mengaku bahwa ia tidak akan mampu melakukannya, kecuali kalau sambaran batu kecil itu tidak secepat dan sekuat tadi.

Sementara itu, nenek yang melepas dua buah kerikil itu nampak terkejut dan penasaran.

"Ehhh? Kaliah mampu menghindarkan tiupanku? Hemm, coba yang ini!"

Nenek itu kembali meniup dan kini ditambah dengan gerakan kedua tangannya. Kini dua buah kerikil menyambar ke arah muka dan dada Hay Hay, dua buah yang lain lagi menyambar ke arah muka dan dada Kui Hong! Dengan kecepatan dan kekuatan yang lebih besar daripada tadi!

Kui Hong yang sudah siap siaga tadi sudah mengerahkan tenaga dan begitu melihat dua sinar menyambar, ia sudah meloncat ke atas sehingga dua buah kerikil itu lewat di bawah tubuhnya. Akan tetapi Hay Hay masih memperlihatkan kehebatan ilmunya, dia hanya miringkan tubuhnya dan cepat kedua tangannya berhasil menangkap dua buah kerikil itu!

"Nenek iblis jahat!" bentak Kui Hong marah. "Hay Hay, balas iblis itu, serang ia dengan kerikil-kerikil itu!"

Hay Hay menggeleng kepalanya.

"Kalau engkau tidak mau, kesinikan kerikil-kerikil itu, biar aku yang akan menyambitnya!"

Kui Hong marah sekali dan tidak berdaya karena dari jarak sejauh itu, kalau ia menggunakan jarum-jarum merahnya, hasilnya tidak akan memuaskan.

"Jangan, biarkan aku bicara dengannya."

Sementara itu, melihat kembali mereka berdua mampu menghindarkan diri, apalagi melihat betapa dua butir kerikilnya dapat ditangkap oleh pemuda itu, nenek itu berseru.

"Celaka, kalian tentu utusannya untuk datang membunuhku! Baik, akan kulihat kalau aku menghujankan kerikil beracun kepada kalian. Kalian hendak menghindar ke mana?"

Melihat nenek itu sudah siap hendak menyerang lagi, tentu kini lebih hebat, cepat Hay Hay mengerahkan tenaga sihirnya memandang kepada nenek itu lalu berseru nyaring, suaranya mengandung getaran yang penuh wibawa,

"Nenek yang baik, nenek yang cantik, lihatlah baik-baik. Kami bukan musuh-musuhmu, dan aku bahkan suamimu sendiri. Lihatlah, apa engkau sudah lupa kepada suamimu sendiri?"

"Gilakah engkau, Hay Hay?"

Kui Hong berkata, akan tetapi segera gadis ini teringat bahwa pemuda itu memiliki ilmu kepandaian aneh, yaitu ilmu sihir, maka iapun menutup mulutnya, dapat menduga bahwa tentu pemuda itu kini sedang mempergunakan ilmu sihirnya untuk mempengaruhi nenek itu. Ia melihat betapa nenek itu terpukau sejenak, lalu matanya memandang kepada Hay- Hay, nampak terkejut, heran, seperti tidak percaya dan mengusap-usap kedua matanya sendiri dengan punggung tangan kanan, memandang lagi, dan... nenek itu seketika menjadi merah mukanya dan kelihatan marah bukan main.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar