*

*

Ads

Kamis, 31 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 185

Memang kebangkitan Si Gendut yang tidak tersangka-sangka itu agak mengejutkan hati Ling Ling, akan tetapi tidak membuatnya menjadi gugup. Begitu melihat tiga orang itu sudah maju lagi menerjangnya, ia menyelinap diantara bayangan tiga buah senjata tajam itu, menggunakan langkah-langkah ajaibnya, dan setelah membiarkan tiga orang lawannya menyerang sampai empat lima jurus dan ia melihat kesempatan terbuka, tiba-tiba sambil membuat gerakan memutar dalam langkah-langkahnya, ia menyerang secara bertubi-tubi ke arah tiga orang lawan itu dengan jurus-jurus cepat dari Ilmu silat San-in Kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu diantara ilmu silat Cin-ling-pai yang halus dan hebat.

Terdengar teriakan-teriakan ketika tubuh tiga orang itu berturut-turut roboh dan dua batang golok terlepas dari pegangan pemiliknya. Tubuh Si Pendek Gendut untuk kedua kalinya roboh. Kembali dia menggunakan ilmunya Trenggiling Besi, bergulingan dan melompat bangun. Akan tetapi melihat betapa dua orang pembantunya begitu dapat bangun terus melarikan diri dengan terpincang-pincang Si Gendut itupun agaknya sudah kehabisan nyali dan diapun tanpa banyak cakap lagi sudah memutar tubuh dan melarikan diri menyusul dua orang anak buahnya!

Hay Hay tertawa dan bertepuk tangan memuji. Dia merasa kagum sekali, bukan hanya karena kelihaian Ling Ling, akan tetapi terutama sekali dia merasa girang dan kagum karena jelas nampak olehnya betapa di dalam perkelahian itu, Ling Ling telah mengalah dan sama sekali tidak pernah menggunakan tangan besi.

Kalau saja gadis itu menghendaki, dengan mudah ia akan mampu merobohkan mereka bertiga untuk tidak dapat bangun kembali, tewas atau setidaknya terluka parah. Akan tetapi tidak, gadis itu jelas hanya ingin menundukkan mereka tanpa ingin melukai. Ini saja sudah membuktikan bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang memiliki watak halus, penyabar dan sama sekali tidak kejam. Berbeda dengan banyak pendekar wanita yang ringan tangan dan kadang-kadang ganas terhadap penjahat. Gadis ini seorang pemaaf besar!

“Hebat sekali, Ling-moi! Engkau membuat aku kagum!” kata Hay Hay memuji.

Ling Ling tersenyum.
“Apanya sih yang patut dipuji? Biarpun aku belum pernah melihat kepandaianmu, aku berani memastikan bahwa engkau jauh lebih pandai daripada aku, Hay-ko.”

“Hemm, darimana engkau dapat memastikan seperti itu, Adikku yang manis?”

“Dari sikapmu, Hay-ko, juga ketika engkau menangkap ikan dengan pancinganmu tadi. Engkau bersikap sederhana hanya untuk menutupi kelihaianmu, Hay-ko.”

Hay Hay memandang kagum.
“Ling-moi, engkau memang seorang gadis yang luar biasa sekali. Aku masih terheran-heran, darimana engkau mahir memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan itu…?”

Kini Ling Ling memandang penuh selidik.
"Nah, tidak keliru dugaanku. Baru melihat engkau sudah dapat mengenal gerakanku. Betapa tajamnya pandang matamu, Hay-ko. Menurut Ayah, karena ilmu itu merupakan ilmu simpanan, jarang atau mungkin tidak ada orang yang mengenalnya, dan engkau begitu melihat gerakanku, segera mengenalnya. Aku mempelajarinya dari Ayah, Hay-ko. Dan bagaimana engkau dapat mengenal ilmu kami itu?"

Akan tetapi Hay Hay tidak menjawab, melainkan memandang dengan mata terbelalak, lalu bertanya lagi,

"Apakah nama keluargamu Cia?"

Ling Ling mengangguk heran. Bagainana pula pemuda ini tahu atau dapat menduga akan nama keluarganya?

"Dan Ayahmu bernama Cia Sun?"

Gadis itu bengong, lalu tersenyum.
"Wah, ini namanya sudah keterlaluan, Hay-ko. Engkau membuat aku semakin bingung, heran dan penasaran. Engkau dapat mengetahui segalanya tentang diriku. Apakah engkau menguasai ilmu meramal? Jangan membikin aku bingung keheranan, Hay-ko. Bagaimana engkau dapat menduga demikian tepat?"

"Karena ilmu langkah tadilah, Ling-moi. Ketahuilah bahwa Ayahmu yang bernama Cia Sun itu adalah Suhengku."

"Ahhh…? Bagaimana mungkin? Ayah tidak pernah bercerita bahwa dia mempunyai seorang sute seperti engkau!"

"Memang, dia sendiripun tidak tahu bahwa aku adalah sutenya."






"Tapi... tapi, guru Ayahku ada dua. Yang seorang adalah kakekku sendiri…"

"Aku tahu, tentu Kakekmu, pendekar sakti yang tinggal di Lembah Naga itu, bukan? Akan tetapi yang kumaksudkan adalah gurunya yang berjuluk See-thian Lama atau Go-bi San-jin….”

"Jadi kalau begitu engkau adalah murid dari Locianpwe itu? Dari Sukong (kakek Guru) Go-bi San-jin?"

"Benar, Ling-moi. Karena itu aku mengenal ilmu langkahmu tadi. Ayahmu adalah murid Suhu Go-bi San-jin, oleh karena itu dia adalah suhengku."

"Dan engkau adalah paman guruku! Ah, Susiok (Paman Guru) harap maafkan aku yang tadi bersikap kurang hormat karena belum mengenal Susiok." Kata Ling Ling sambil menjura dengan hormat kepada pemuda itu.

"Eiiit, jangan begitu, Ling-moi!" kata Hay Hay. Hay Hay cepat membalas penghormatan gadis itu. "Aku lebih senang menjadi kakak dan adik denganmu, seperti sekarang ini. Sebut saja aku Hay-ko seperti tadi, Ling-moi."

"Aku tidak berani, Susiok." kata Ling Ling, sikapnya hormat.

"Aihh, aku mendadak merasa menjadi tua sekali kalau engkau menyebutku paman guru, Ling-moi. Padahal, usiaku baru dua puluh satu tahun lebih!"

Gadis itu menatap wajahnya dan berkata, sikapnya sungguh-sungguh, namun tetap ramah dan halus.

"Susiok, satu diantara pelajaran yang kuterima dari Ayah adalah agar aku menghormati orang tua, dan agar aku selalu mengingat akan tata susila dan sopan santun. Biarpun engkau masih muda, pantas menjadi kakakku, akan tetapi kenyataannya, engkau adalah adik seperguruan dari Ayah. Oleh karena itu maka sudah semestinya dan sepatutnya kalau aku menyebut Susiok kepadamu. Dan harap Susiok jangan menyebut adik kepadaku, karena hal itu tentu akan menjadi bahan tertawaan orang lain."

Hay Hay mengerutkan alis.
"Aih, masa bodoh pandangan dan pendapat orang lain. Ling-moi, engkau terlalu memegang peraturan!"

Gadis itu tersenyum, sikapnya tenang dan halus, dan pandang matanya seperti menggurui.

"Susiok, apa akan jadinya dengan manusia kalau tidak memegang peraturan? Hidup tidak mungkin dapat bebas dari peraturan, Susiok. Tanpa peraturan, kehidupan akan menjadi bebas dan liar, tanpa batas-batas lagi sehingga takkan ada bedanya dengan kehidupan binatang. Maaf, Susiok, sejak kecil Ayah mengajarkan kepadaku agar mentaati peraturan, karena itulah aku tidak berani melanggar.”

Wajah Hay Hay berubah agak merah dan tiba-tiba diapun tertawa.
"Baiklah, Ling Ling. Biar aku sebut namamu begitu saja kalau engkau bertekad menyebut aku Susiok. Ada benarnya memang pendapatmu tadi. Tanpa peraturan, hidup akan menjadi liar dan kacau. Akan tetapi, terlalu memegang peraturan, hiduppun akan menjadi kaku. Di dalam segala hal memang dibutuhkan kebijaksanaan, karena hanya kebijaksanaanlah yang akan dapat membuat kita mempertimbangkan, mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Baiklah keponakanku yang manis, sekarang ceritakan kepada Paman Gurumu ini, bagaimana engkau, seorang dara remaja, dapat tiba di tempat ini melakukan perjalanan seorang diri. Dan ceritakan pula keadaan Suheng Cia Sun sekeluarganya yang tidak pernah kutemui itu."

Dengan singkat Ling Ling menceritakan keadaan orang tuanya betapa ayah dan ibunya tinggal di dusun Ciang-sibun di sebelah selatan kota raja, hidup sederhana dan bertani.

"Aku pergi meninggalkan rumah dengan perkenan Ayah dan Ibu, Susiok. Aku ingin meluaskan pengalaman dan juga aku berkunjung ke Cin-ling-pai, karena Ibuku adalah murid ketua yang lama dari Cin-ling-pai dan Ayahku masih keluarga dekat dengan keluarga Cin-ling-pai."

Karena urusan di Cin-ling-pai merupakan urusan keluarga, maka Ling Ling tidak bercerita tentang keributan di Cin-ling-pai karena pemunculan Kui Hong, kemudian Hui Lian. Kalau ia menyebut nama kedua orang gadis ini, tentu Hay Hay akan terkejut dan girang karena dia sudah mengenal baik kedua orang gadis itu.

"Setelah bertemu keluarga Cin-ling-pai, aku melanjutkan perjalananku dan di tengah perjalanan inilah aku mendengar akan gerakan persekutuan para tokoh kang-ouw yang dipimpin oleh datuk-datuk sesat dan kabarnya yang diangkat menjadi bengcu adalah seorang datuk sesat berjuluk Lam-hai Giam-lo. Kabarnya, persekutuan golongan hitam ini bermaksud hendak mengadakan pemberontakan. Mendengar berita ini, aku merasa yakin bahwa para pendekar tentu akan menentangnya, Susiok. Karena itulah aku akan bermaksud hendak melakukan penyelidikan di sarang mereka, yaitu di Pegunungan Yunan."

Hay Hay mengangguk-angguk gembira.
"Wah, sungguh kebetulan sekali. Akupun sedang menuju kesana, Ling Ling. Akupun mendengar akan gerakan itu, bahkan aku mendengar sendiri langsung dari Menteri Yang Ting Hoo."

Gadis itu terbelalak.
"Kau maksudkan Yang Thai-jin, yang terkenal sebagai seorang menteri yang tiong-sin (setia) itu? Aku mendengar dari Ayah bahwa di kota raja terdapat dua orang menteri setia yang bijaksana, yaitu Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Cing. Jadi Susiok ini…. utusan pribadi Menteri Yang Ting Hoo? Ah, betapa bangga aku mendengarnya!"

Gadis itu memandang dengan wajah berseri, bangga bahwa utusan pribadi seorang yang demikian terkenal bijaksana seperti Menteri Yang ternyata adalah susioknya sendiri!

Hay Hay tersenyum dan menggeleng kepalanya,
"Memang aku telah bertemu dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, dan beliau menceritakan semua tentang gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu, juga beliau minta bantuanku agar aku suka melakukan penyelidikan ke Pegunungan Yunan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa aku menjadi utusan pribadi beliau, Ling Ling. Aku bukan seorang pejabat pemerintah."

"Ah, Susiok terlalu merendahkan diri. Bagaimanapun juga, Susiok pernah bercakap-cakap dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, bahkan dimintai tolong untuk membantu pemerintah menentang gerakan itu. Hal ini saja sudah luar biasa sekali, dan aku ikut merasa gembira. Susiok, kebetulan sekali kita saling berjumpa disini dan kita mempunyai tujuan yang sama. Karena itu, dengan gembira aku akan membantu penyelidikanmu, Susiok. Tadinya aku memang meragu dan bingung, apa yang akan kulakukan. Aku belum mengenal tokoh-tokoh pendekar yang mungkin banyak terdapat didaerah Yunan, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

"Bagus, kita bekerja sama, Ling Ling. Kulihat kepandaianmu sudah cukup untuk dapat kau pergunakan membela diri, akan tetapi hendaknya engkau berhati-hati, karena menurut keterangan yang kuperoleh, persekutuan itu memiliki banyak sekali tokoh sesat yang amat lihai sebagai anggauta. Dapat dipastikan bahwa kita akan bertemu dengan lawan-lawan tangguh."

"Aku tidak takut, apalagi ada Susiok di sampingku!" kata gadis itu gembira.

Hay Hay tersenyum. Baru sekali ini dia bertemu seorang gadis yang begitu bertemu telah merasa yakin akan kepandaiannya sehingga sukarlah baginya untuk berpura-pura lagi. Gadis ini memiliki watak yang amat lembut, sabar pemaaf dan sama sekali tidak tinggi hati.

“Ling Ling, bagaimana engkau dapat begitu yakin akan kemampuanku?"

"Mudah saja, Susiok. Caramu menangkap ikan, sikapmu yang ramah dan terbuka. Kemudian, ketika aku bertanding melawan tiga orang Kui-kok-pang, Susiok diam saja tidak membantu, berarti bahwa Susiok telah tahu bahwa aku akan keluar sebagai pemenang. Semua itu diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Susiok adalah sute dari Ayah. Bagaimana aku tidak akan merasa yakin bahwa Susiok memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali?"

Hay Hay tertawa.
"Ha-ha, sungguh aku beruntung sekali. Tanpa mimpi lebih dulu, tahu-tahu aku menemukan seorang keponakan yang sudah begini besar, merupakan seorang gadis yang cantik manis, lembut dan lihai ilmu silatnya, di samping cerdik bukan main."

"Wah, Susiok memang pandai sekali memuji orang." kata Ling Ling dan mukanya berubah kemerahan, akan tetapi mulutnya tersenyum.

Jelas bahwa ia merasa senang sekali dan tanpa disadarinya, memang sejak pertemuan pertama tadi gadis ini telah tertarik dan jatuh.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar