*

*

Ads

Jumat, 01 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 187

Pada saat itu, dua orang pelayan datang membawa pesanan makanan dan minuman mereka. Agaknya karena tiga orang itu duduk semeja, maka pesanan Hay Hay dan Ki Liong dikeluarkan berbareng.

Ki Liong menghadapi nasi dan tiga mangkok masakan sayur tanpa daging, sedangkan Hay Hay dan Ling Ling menghadapi nasi dengan lima macam masakan. Hay Hay menawarkan anggurnya, akan tetapi Ki Liong menolak dengan halus.

"Hari ini, hanya sayur dan air teh saja untuk saya." katanya. Kemudian dia berkata. "Sebelum kita mulai makan, saya ingin menghaturkan terima kasih dan hormat saya kepada Ji-wi dengan air teh di poci saya. Harap Ji-wi suka menerimanya!"

Tanpa memberi kesempatan kepada dua orang itu untuk menjawab. Ki Liong sudah mengambil cawan di depan Hay Hay dan menuangkan poci di tangan kanannya ke dalam cawan yang dipegang di tangan kirinya.

Sambil tersenyum Hay Hay memandang, akan tetapi senyumnya segera menghilang ketika dia melihat betapa cawannya yang dipegang oleh tangan kiri Ki Liong sudah penuh akan tetapi teh dari poci itu masih di tuang terus! Kini cawan itu terlalu penuh, akan tetapi air tehnya tidak sampai meluber, seolah-olah tertahan oleh sesuatu dan air teh itu berada lebih tinggi daripada bibir cawan, membulat seperti telur yang bergoyang-goyang!

"Silakan, Saudara Tang!" kata Ki Liong sambil menyodorkan cawan itu kepada Hay Hay.

Hay Hay tersenyum lagi dan kini makin keras dugaannya bahwa pemuda inilah yang dimaksudkan Kui Hong, yaitu murid dari Pendekar Sadis. Pemuda ini telah memperlihatkan kepandaiannya, dan menggunakan sin-kangnya (hawa sakti) untuk menahan air teh di atas cawan itu sehingga tidak sampai meluber dan tumpah. Kalau yang menerimanya tidak memiliki tenaga sin-kang yang cukup kuat, ketika menerima cawan itu, tentu air tehnya yang terlalu penuh melebihi ukuran itu akan tumpah.

"Saudara Sim, engkau sungguh terlalu sungkan!" katanya sambil menerima cawan yang penuh air teh itu sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya. "Aih, air tehmu masih panas!" katanya tersenyum dan ketika Ki Liong memandang, dia kagum.

Bukan saja air teh itu tidak meluber dan tumpah, bahkan kini air teh itu mengepulkan uap karena panas! Padahal, biarpun air teh itu masih hangat, ketika dia tuangkan ke dalam cawan. tidak mengeluarkan uap panas! Tahulah dia bahwa benar seperti laporan Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko, pemuda ini benar-benar lihai sekali, dan dia harus berhati-hati menghadapinya. Dia tersenyum kagum melihat Hay Hay minum air teh dalam cawan itu sampai habis.

"Sekarang harap Nona sudi menerima penghormatan saya dengan secawan air teh!" kata Ki Liong sambil menuangkan poci air teh itu ke dalam cawan yang diambilnya dari depan gadis itu. Seperti tadi, juga sekali ini dia menyodorkan cawan yang terisi air teh terlalu penuh.

"Terima kasih!" kata Ling Ling dan dengan sikap tenang iapun menerima cawan itu sambil mengerahkan tenaganya.

Dan ternyata air teh itu sama sekali tidak meluber atau tumpah, bahkan ketika gadis itu mengangkat cawannya dan menuangkan isinya ke mulut, air teh itu tidak dapat turun atau tumpah, tetap melekat pada cawan seolah-olah sudah berubah membeku dan melekat pada cawannya!"

"Aih, air tehmu membeku dan biarlah dikembalikan ke poci agar mencair lebih dulu!" kata Ling Ling dan dengan tenang ia membuka tutup poci air teh Ki Liong dan menuangkan isi cawannya ke dalam poci.

Demikianlah, sambil mendemonstrasikan kepandaiannya, gadis itu menolak pemberian air teh oleh pemuda itu secara halus!

Melihat ini Ki Liong yang cerdik lalu bangkit berdiri dan bersoja dengan hormat.
"Aih, sungguh saya bermata akan tetapi seperti buta, tidak melihat bahwa saya berhadapan dengan dua orang yang memiliki kesaktian!"

Pemuda ini bicara dengan lirih sehingga tidak terdengar oleh para tamu lainnya.
"Saudara Sim, kiranya bukan tempat yang tepat bagi kita untuk bersungkan-sungkan!" kata Hay Hay.

Ki Liong mengangguk.
"Saudara Tang benar, mari kita makan hidangan kita dan nanti saja kita bicara di tempat yang lebih layak."

Mereka bertiga lalu mulai makan minum dan tidak banyak cakap lagi. Diam-diam Hay Hay merasa hampir yakin bahwa tentu inilah pemuda murid Pendekar Sadis itu dan dia menduga-duga apa hubunganya pemuda ini dengan gerakan para tokoh sesat. Dan apa pula maksud pemuda ini menghubungi dia dan Ling Ling, karena dia tidak percaya bahwa pertemuan ini hanya kebetulan saja. Lebih tepat kalau semua ini telah direncanakan orang! Akan tetapi apa maksudnya?






Bagaimanapun juga, dia harus bersikap hati-hati karena maklum bahwa pemuda ini bukanlah orang sembarangan. Bukan hanya ilmu silatnya yang tinggi, namun mungkin sekali juga amat cerdik dan sikapnya ini merupakan satu diantara siasat yang cerdik. Dia tidak perlu mengisaratkan Ling Ling untuk berhati-hati, karena penolakan suguhan air teh tadi saja sudah menunjukkan bahwa Ling Ling sudah bersikap hati-hati sekali dan tidak mau minum air teh yang disuguhkan, berarti bahwa gadis itu tidak begitu percaya kepada pemuda itu.

Tiga orang pemuda itu sama sekali tidak tahu bahwa ada sepasang mata dengan diam-diam mengamati mereka dari sudut lain ruangan rumah makan itu. Sepasang mata ini milik seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, seorang laki-laki yang gagah perkasa, dengan tubuh yang sedang namun padat dan tegak, nampak kuat. Pakaiannya sederhana namun rapi dan wajahnya memiliki wibawa. Wajah itu gagah, dengan kumis dan jenggot terpelihara baik-baik, wajahnya berkulit segar kemerahan, sepasang matanya bersinar tajam dan lincah membayangkan kecerdikan dan keberanian.

Hidungnya mancung dan mulutnya selalu tersenyum penuh kejantanan dan daya pikat. Dagunya persegi menambah kegagahannya. Sejak tadi, diam-diam pria ini mengamati tiga orang muda itu dan.ketika Ki Liong menawarkan minuman dari poci, matanya yang tajam itu mengeluarkan sinar dan mulutnya yang dibayangi senyum itu bergerak memperlebar senyumnya, bahkan dia mengangguk-angguk seorang diri sambil minum araknya.

Hay Hay, Ling Ling, dan Ki Liong sudah selesai makan.
"Saya mempunyai urusan penting untuk dibicarakan dengan Ji-wi, akan tetapi tentu saja tidak di tempat ini. Maukah Ji-wi menemui saya di luar pintu gerbang kota sebelah barat? Atau sekarang juga ikut dengan saya kesana agar kita lebih leluasa bicara?"

"Kalau memang ada keperluan penting, baiklah Saudara Sim, kami akan menemuimu disana. Berangkatlah dulu, kami masih ada urusan lain dan sebentar lagi kami menyusul." kata Hay Hay sebelum Ling Ling yang sudah mengerutkan alisnya itu sempat menolak.

"Terima kasih, Saudara Tang dan Nona Cia." kata Ki Liong dan cepat-cepat dia meninggalkan mereka, agaknya khawatir kalau-kalau Hay Hay menarik kembali kesanggupannya.

Setelah Ki Liong pergi, Ling Ling yang berjalan keluar setelah Hay Hay membayar harga makanan mereka, segera menegur Hay Hay.

"Susiok, mengapa kita harus melayani orang itu? Kita baru saja berkenalan dengan dia, kita tidak tahu dia itu orang macam apa. Terus terang saja, ada sesuatu pada pandang matanya yang membuat aku merasa curiga dan tidak suka."

"Justeru itulah, Ling Ling. Akupun curiga melihat bahwa dia seorang yang berilmu tinggi. Kalau dugaanku benar, kalau dia itu merupakan seorang diantara tokoh sesat yang mengadakan gerakan, kebetulan sekali! Ketika makan tadi, aku telah mendapatkan sesuatu siasat yang baik sekali."

Hilang penasaran yang tadi membayang di wajah gadis itu mendengar ucapan ini.
"Bagaimana siasat itu, Susiok?"

"Agaknya dia ingin menghubungi kita dan kalau benar dia tokoh pergerakan, agaknya dia hendak membujuk kita untuk bersekutu. Nah, kesempatan ini akan kupergunakan sebaiknya. Aku akan pura-pura setuju sehingga dengan demikian aku akan dapat memasuki sarang mereka dengan mudah. Kalau aku diterima sebagai kawan, tentu aku akan dapat dengan mudah menyelidiki keadaan mereka dari dalam."

Gadis itu membelalakkan matanya, memandang penuh kekhawatiran. Melihat mata itu terbelalak indah, seperti bintang kembar bercahaya, Hay Hay kagum.

"Ah, matamu indah sekali, Ling Ling!" katanya.

Ling Ling mengerutkan alisnya dan kedua pipinya berubah merah, akan tetapi ia tidak marah, bahkan tersenyum malu.

“Ihh, Susiok. Orang bicara dengan serius, ditanggapi dengan sendau-gurau!"

"Aku tidak bergurau, Ling Ling. Memang matamu tadi nampak indah bukan main. Jangan engkau khawatir, kalau aku dapat melakukan penyelidikan dari dalam berarti tugasku akan lebih berhasil."

"Tapi... tapi... masuk kedalam sarang mereka? Sungguh berbahaya sekali, Susiok!"

"Aku dapat membela diri, Ling Ling. Akan tetapi engkau tidak perlu ikut masuk ke sarang mereka. Engkau menyelidiki dari luar saja. Coba engkau mengadakan kontak dengan para pendekar yang aku yakin banyak terdapat di sekitar daerah ini."

"Tapi... tapi, bagaimana kita akan dapat saling bertemu lagi, Susiok? Kalau engkau hendak masuk ke sarang mereka, biar aku ikut. Akupun tidak takut!"

"Ah, jangan, Ling Ling. Biar aku saja. Begini sajalah, dalam waktu tiga hari, aku pasti akan mencarimu di tepi telaga itu. Tempat itu menjadi tempat pertemuan kita... ssttt "

Hay Hay memberi isarat dan mehghentikan kata-katanya ketika seorang laki-laki lewat di dekat mereka. Laki-laki setengah tua yang ganteng dan gagah, yang tadi memperhatikan mereka di dalam rumah makan. Akan tetapi orang itu lewat begitu saja, menunduk dan sama sekali tidak melirik ke arah mereka sehingga baik Hay Hay maupun Ling Ling sama sekali tidak menaruh curiga karena didepan restoran itu memang merupakan jalan raya dimana terdapat lalu lintas yang cukup ramai.

"Nah, kiranya cukup pesanku, Ling Ling. Pula, semua itu hanya kalau benar dugaanku bahwa dia mempunyai hubungan dengan persekutuan itu. Kalau tidak, tentu saja akan lain lagi jadinya. Kita lihat saja nanti. Hayo, kita menuju ke pintu gerbang sebelah barat."

Dua orang muda itu lalu berangkat, tidak tahu betapa sepasang mata yang tajam mengikuti mereka. Laki-laki setengah tua tadi tersenyum dan mengelus jenggotnya, dan dari jauh dia membayangi, menuju ke pintu gerbang sebelah barat.

Hay Hay dan Ling Ling berjalan menuju ke pintu gerbang sebelah barat, berjalan seenaknya. Tiba-tiba Hay Hay menyentuh tangan Ling Ling dan berbisik sambil menoleh,

"Ling Ling, jangan menengok dan berjalan biasa saja. Di belakang kita terdapat tujuh orang yang mencurigakan, agaknya mereka membayangi kita.”

Ling Ling mengangguk dan jantungnya berdebar. Sebagai seorang gadis yang baru saja meninggalkan tempat tinggal orang tuanya dan merantau, memang sudah beberapa kali ia menghadapi gangguan dan dapat mengatasinya. Akan tetapi baru sekarang ia menyadari bahwa ia berada di daerah yang berbahaya, dimana terdapat banyak orang pandai yang belum dikenalnya dan tidak diketahuinya apakah mereka itu kawan ataukah lawan.

Keadaan pemuda bernama Sim Ki Liong itu saja sudah menimbulkan banyak kecurigaan dan rahasia, dan sekarang sebelum rahasia itu terpecahkan, muncul lagi tujuh orang membayangi mereka! Ia ingin sekali melihat siapakah mereka, orang-orang macam apa, akan tetapi ia tidak boleh menengok ke belakang.

Tiba-tiba saputangan yang tadi dipegang oleh tangan kiri gadis itu terlepas dan iapun dengan gerakan seperti tanpa disengaja membungkuk dan berjongkok mengambil saputangannya. Kesempatan ini dipergunakannya untuk melirik ke belakang dan sekejap saja cukuplah baginya. Enam orang yang berpakaian ringkas dipimpin oleh seorang yang berpakaian tosu (Pendeta To!)

Hay Hay tersenyum geli. Tentu saja dia tahu mengapa saputangan Ling Ling terjatuh. Cerdik juga gadis ini, pikirnya. Memang amat tidak enak kalau mengerti bahwa dirinya dibayangi orang akan tetapi tidak boleh melihat siapa orang itu. Tadipun dia tidak sengaja menoleh dan melihat mereka.

Ketika mereka keluar dari pintu gerbang, dari tempat itu sudah kelihatan seorang pemuda berdiri di tempat agak jauh, tempat yang sunyi karena keluar dari pintu gerbang barat itu, yang nampak hanya hutan-hutan pegunungan.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar