*

*

Ads

Sabtu, 02 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 191

Pek Eng adalah seorang gadis yang amat cerdik dan tangkas. Ketika Hay Hay muncul tadi, ia sudah rnerasa kaget dan heran bukan main, dan biarpun ia tidak tahu apa maksud kedatangan Hay Hay di tempat itu, namun ia tahu bahwa kalau kedatangan Hay Hay ini hendak menentang persekutuan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, maka akan terancamlah keselamatan Hay Hay. Agaknya pemuda itu tidak tahu betapa di tempat itu berkumpul banyak sekali orang yang amat lihai. Maka, mendengar ucapan Lam-hai Giam-lo, iapun cepat mengangguk membenarkan.

"Begitulah, Bengcu. Dia boleh dibilang kakakku sendiri, kakak angkat karena dia pernah diangkat anak oleh Ayah bundaku”

Hay Hay mengangguk-angguk pula, menahan dirinya yang diliputi penuh perasaan heran dan penasaran bagaimana Pek Eng dapat berada di tempat itu dan nampaknya demikian dekat hubungannya dengan Lam-hai Giam-lo, pimpinan pemberontak itu!

Padahal keluarga Pek, setahunya, adalah keluarga pendekar yang tentu saja sama sekali tidak akan sudi berhubungan dengan para pemberontak, apalagi kalau pemberontak itu terdiri dari orang-orang golongan hitam. Namun, diapun cerdik dan menahan dirinya. Dia akan bertanya tentang keanehan itu dari Pek Eng sendiri, kalau mereka sempat bicara empat mata saja.

"Sobat Tang Hay, kalau engkau pernah diangkat anak oleh orang tua Eng Eng, kenapa engkau tidak memakai nama keluarga Pek, akan tetapi kini memakai nama 'keluarga Tang?"

Pertanyaan yang tiba-tiba dari Lam-hai Giam-lo ini sebetulnya mengejutkan hati Hay Hay, namun sama sekali tidak nampak pada wajahnya yang tetap tenang. Dia bahkan tersenyum lalu memberi hormat kepada pemimpin itu.

“Maaf, Bengcu. Sebelum kita bicara tentang diriku, lebih dulu aku ingin sekali tahu, apakah Bengcu dapat menerima aku untuk membantu gerakan perjuangan yang Bengcu pimpin? Tentu saja dengan janji bahwa kalau kelak gerakan berhasil, aku akan mendapat bagian, yaitu sebuah kedudukan yang tinggi dan terhormat sesuai dengan jasa-jasaku?"

Wajah Lam-hai Giam-lo berseri. Kalau ada orang membantunya dengan pamrih memperoleh jabatan kelak, maka orang itu dapat dipercaya! Dia tertawa dan berkata,

"Tentu saja, orang muda yang gagah. Dan karena yang mengajakmu datang adalah Sim-kongcu yang sudah kupercaya sepenuhnya, maka kamipun percaya kepadamu. Kita lihat saja nanti bagaimana kesetiaanmu terhadap gerakan kita dan apa saja jasamu terhadap perjuangan. Nah, sekarang jawablah pertanyaanku tadi."

Hay Hay merasa penasaran. Kakek bermuka kuda ini sungguh kuat ingatannya, masih ingat akan pertanyaannya yang belum terjawab tadi. Dengan sewajarnya dia menjawab,

"Biarpun aku pernah diangkat anak oleh keluarga Pek, akan tetapi hanya sebentar, dan aku merasa tidak berhak mempergunakan nama keluarga Pek yang terhormat. Karena itulah maka aku mempergunakan nama keluarga Ayah kandungku sendiri yang telah tiada. Bukankah begitu, Eng-moi?"

Ditanya demikian, Pek Eng hanya mengangguk. Tentu saja ia tidak mau membuka rahasia pemuda yang dikaguminya itu bahwa pemuda itu adalah putera jai-hwa-cat Ang-hong-cu yang tersohor itu.

Sebelum Lam-hai Giam-lo bicara lebih lanjut, terdengar suara ribut-rlbut di di luar lian-bu-thia (ruangan latihan silat) itu. Terdengar suara orang yang lantang dan nadanya mengejek.

"Eh-eh, kalian ini mau apa? Sudah kukatakan bahwa aku datang mencari Lam-hai Giam-lo. Bukankah kabarnya dia menampung orang-orang gagah untuk bekerja sama? Dan kini aku datang, mengapa disambut seperti musuh saja? Beginikah yang dinamakan menghargai orang gagah?"

“Orang asing! Engkau datang tanpa mau menyebutkan nama dan apa kepentinganmu hendak bertemu dengan Bengcu. Sikapmu mencurigakan, tentu saja kami menghadapimu sebagai musuh. Tak seorangpun boleh nyelonong begitu saja memasuki tempat kami ini, apalagi hendak bertemu langsung dengan Bengcu,” terdengar seorang anak buah Kui-kok-pang membantah.

"Habis kalau aku terus masuk dan terus mencari Bengcu kalian, lalu kalian mau apa? Mau menghalangiku? Ha-ha, boleh, kalau kalian mampul" terdengar pula suara lantang itu.

Mendengar percakapan ini disusul suara ribut-ribut orang berkelahi, dengan alis berkerut, Lam-hai Giam-lo melangkah keluar, diikuti oleh Pek Eng, Ki Liong dan Hay Hay.

Setelah mereka tiba di luar, mereka melihat seorang laki-laki gagah berusia lima puluh tahun sedang dikeroyok oleh belasan orang anak buah Kui-kok-pang! Melihat wajah pria setengah tua yang tampan dengan kumis dan jenggot teratur rapi, bahkan rompinya terbuat dari sutera halus. Ki Liong dan Hay Hay terkejut ketika mengenal orang itu yang bukan lain adalah penggembala kambing suku bangsa Hui yang pernah mengacau perkelahian mereka dengan orang-orang Bu-tong-pai.






Ki Liong segera mendekati Lam-hai Giam-lo dan berbisik kepada Bengcu ini, menceritakan dengan singkat akan pengalamannya dengan orang setengah tua itu,

"Dia lihai sekali dan mencurigakan, Bengcu, akan tetapi akan dapat menjadi seorang pembantu yang amat baik."

Ki Liong mengakhiri bisikannya. Lam-hai Giam-lo memang sudah melihat kelihaian orang setengah tua itu. Belasan orang anak buahnya seperti sekumpulan semut mengeroyok seekor jangkerik saja. Siapa dekat, tentu terpental oleh tamparan atau tendangan orang setengah tua itu! Padahal anak buahnya ada yang menggunakan senjata dan orang itu hanya bertangan kosong saja.

"Tahan…!" teriak Lam-hai Giam-lo dengan suaranya yang seperti bunyi ringkik kuda.

Mendengar ini, semua anak buah Kui-kok-pang berloncatan ke belakang. Orang setengah tua itupun menghentikan gerakannya, sambil tersenyum simpul dia memutar tubuh menghadapi Lam-hai Giam-lo dan matanya terbelalak, senyumnya melebar ketika dla melihat Hay Hay dan Ki Liong.

"Ah, senang sekali dapat bertemu dengan kalian dua orang pemuda yang tampan dan gagah!" Dan dia lalu memandang kepada Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng, lalu menjura dan berkata. "Kalau aku tidak salah duga, agaknya saudara yang gagah tentulah yang berjuluk Lam-hai Giam-lo, Bengcu dan pemimpin para pejuang. Dan Nona ini, sungguh gagah perkasa dan cantik jelita!"

Pujiannya itu tidak mengandung sikap kurang ajar dan melihat betapa Pek Eng tersipu malu, diam-diam Hay Hay tersenyum dalam hatinya. Pria setengah tua ini agaknya juga seorang yang pandai mengagumi keindahan dan kecantikan wanita!

Lam-hai Giam-lo menatap tajam dengan sepasang matanya yang sipit.
"Sobat, tidak keliru dugaanmu bahwa kami adalah Bengcu dan berjuluk Lam-hai Giam-lo. Akan tetapi siapakah engkau dan apa maksudmu membikin ribut di tempat kami?"

Laki-laki setengah tua itu tertawa dan nampak giginya yang masih berderet rapi dan putih, wajahnya nampak jauh lebih muda ketika dia tertawa.

"Bengcu, maafkan kalau aku membikin ribut. Memang aku sengaja datang untuk menghadap Bengcu karena aku mendengar bahwa Bengcu mengumpulkan orang-orang gagah untuk diajak bekeria sama. Nah, kalau memang kerja sama itu dapat menguntungkan aku, tentu saja aku bersedia pula membantu Bengcu."

"Nanti dulu," kata Lam-hai Giam-lo sambil memandang tajam penuh selidik.

Dia seorang tokoh sesat yang mengenal banyak orang berilmu tinggi di dunia persilatan, akan tetapi dia merasa belum pernah bertemu dengan orang ini, tidak tahu siapa namanya, dari golongan mana pula datangnya.

"Kami sebelumnya ingin mengetahui siapa sebenarnya engkau ini sobat."

Kembali laki-laki itu tertawa,
"Ha-ha, aku sendiri sudah lupa tidak ingat akan namaku sendiri dan akupun tidak peduli. Bengcu, biasanya aku hanya menggunakan nama Han Lojin, tempat tinggalku tak menentu, dimana saja asal menyenangkan hatiku, disitu tempat tinggalku.”

"Hemmm, terus terang saja. Banyak sudah aku mengenal tokoh dunia kang-ouw, akan tetapi belum pernah aku mendengar akan nama Han Lojin, juga belum pernah bertemu denganmu."

"Tentu saja, Bengcu. Selama ini aku memang selalu bersembunyi saja di tempat sunyi, menjauhkan diri dari segala urusan dunia ramai. Akhirnya aku merasa bosan juga dan begitu aku turun gunung, aku mendengar akan kesempatan yang diberikan oleh Bengcu untuk bekerja sama dengan orang-orang gagah. Aku siap membantu asal saja ada imbalannya yang cukup memuaskan."

Berkata demikian dia memandang kepada Pek Eng sambil tersenyum. Gadis itu mengerutkan alisnya dan membuang muka. Pria itu sungguh genit, pikirnya.

Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk. Memang dia ingin mengumpulkan sebanyak mungkin orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi agar gerakannya akan menjadi kuat.

"Hemm, Han Lojin, ilmu silat baru dapat dilihat kalau sudah diuji. Tadi engkau sudah memperlihatkan kepandaian ketika menghadapi pengeroyokan anak buah kami. Akan tetapi karena tingkat kepandaian mereka masih amat rendah, maka hal itu belum dapat dijadikan ukuran. Saudara Tang Hay, engkau wakililah aku menguji sampai dimana tingkat kepandaian Han Lojjn itu. Nah, marilah kita masuk ke Lian-bu-thia."

Hah Lojin tersenyum dan dengan langkah gagah diapun ikut bersama mereka semua memasuki ruangan berlatih silat itu. Hay Hay mengerutkan alisnya, akan tetapi segera tersenyum. Untuk dapat menyelidiki keadaan persekutuan itu, dia harus memperoleh kepercayaan mereka dan dia tahu bahwa sekali ini yang diuji bukan hanya kepandaian pria bernama Han Lojin (Kakek Han) itu saja, akan tetapi juga ujian untuk kesetiaan dan kesungguhan hatinya untuk bekerja sama dengan persekutuannya.

Maka setelah tiba di dalam ruangan belajar silat itu, dia lalu menghadapi Han Lojin, sedangkan Lam-hai Giam-lo, Pek Eng, dan Ki Liong sudah mengambil tempat duduk untuk menonton pertandingan silat.

Kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan, seperti dua ekor jago yang hendak bertarung, lebih dulu mengamati lawan dengan sinar mata tajam penuh penilaian. Hay Hay melihat betapa Han Lojin menahan senyum dan sikapnya seperti memandang rendah, akan tetapi anehnya wajah itu berseri seolah-olah hati orang itu merasa gembira!

Timbullah rasa suka di dalam hatinya. Orang ini berwatak periang, dan diapun merasa kasihan. Akan dijaganya agar dia tidak sampai melukai atau merobohkan orang ini dengan mudah, agar orang ini terangkat martabatnya di dalam pandangan mata Lam-hai Giam-lo.

Pada saat itu, bermunculanlah tokoh-tokoh yang menjadi sekutu Lam-hai Giam-lo. Mereka itu adalah Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San Ketua Kui-kok-pang, Hek-hiat Mo-ko, dan beberapa orang pendeta perkumpulan Pek-lian-kauw. Mereka mendengar bahwa Ki Liong telah berhasil membujuk pemuda yang namanya Hay Hay dan terkenal amat lihai itu untuk menghadap Lam-hai Giam-lo dan menjadi sekutu, dan mendengar pula bahwa pemuda itu kini disuruh oleh Bengcu untuk menguji kepandaian seorang tamu yang menyatakan diri hendak bergabung.

Mereka tertarik dan berbondong-bondong memasuki lian-bu-thia. Karena mereka bukan anggauta biasa, melainkan serombongan orang yang dianggap sekutu dan rekan, maka mereka diperbolehkan lewat dan masuk oleh para anggauta Kui-kok-pang yang berjaga. Juga Lam-hai Giam-lo diam saja dan hanya membalas penghormatan mereka dengan anggukan kepala ketika melihat mereka masuk dan mengambil tempat duduk di pinggir, dekat dinding.

Hay Hay juga melihat masuknya mereka itu, dan merasa heran mengapa dia belum melihat dua pasang suami isteri yang pernah memperebutkannya di waktu dia kecil.

"Han Lojin, silakan mulai membuka serangan!" tantangnya karena dia ingin segera menyelesaikan tugas yang tidak enak ini. Dia harus menguji kepandaian orang yang mendatangkan rasa suka di dalam hatinya.

Tak disangkanya, Han Lojin tertawa.
"Ha-ha-ha, baru sekaranglah aku mendapat kesempatan untuk bertanding dengan Ang-hong-cu yang tersohor itu, ha-ha-ha!"

Semua orang terkejut, kecuali Ki Liong yang sudah tahu akan hal itu. Hay Hay lebih terkejut daripada orang lain.

“Han Lojin, apa maksudmu….?” Dia berseru penasaran. "Aku bukan Ang-hong-cu!"

Han Lojin masih tertawa, lalu menudingkan telunjuknya ke arah muka Hay Hay sambil berkata.

"Orang muda, masih perlukah menyangkal lagi? Kalau engkau bukan Ang-hong-cu, mengapa tosu dan murid Bu-tong-pai itu menyerangmu mati-matian? Sudahlah, orang muda, namamu Tang Hay? Bagus, akui saja karena kita semua yang berada disini, dari golongan manapun juga, adalah rekan sendiri, bukan? Jadi, tidak perlu malu-malu."

"Dia bukan Ang-hong-cu….!" Tiba-tiba terdengar suara Pek Eng lantang.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar