*

*

Ads

Sabtu, 02 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 193

Malam itu dingin dan sunyi. Pek Eng telah berada di dalam kamarnya, rebah di atas pembaringannya. Ia gelisah. Pertemuannya dengan Hay Hay masih mendatangkan ketegangan di dalam hatinya, apalagi mengingat betapa tadi siang Hay Hay dituduh sebagai Ang-hong-cu. Ia dapat merasakan betapa sakit rasa hati pemuda itu dan ia merasa kasihan. Ingin ia bertemu dan bercakap-cakap dengan pemuda itu, namun hatinya merasa tidak enak kalau ia harus mencari kamar pemuda itu.

Bagaimanapun juga, ia tahu bahwa orang-orang seperti Ki Liong dan Ji Sun Bi nampaknya belum sepenuhnya percaya kepadanya, biarpun tidak berani secara berterang menentangnya karena Lam-hai Giam-lo menyayangnya sebagai murid dan bahkan anak angkat!

Akan tetapi ia ingin sekali bertemu dengan Hay Hay, bicara dengan dia dan bertanya akan maksud kunjungannya ke tempat itu. Ia tidak percaya bahwa Hay Hay ingin membantu Lam-hai Glam-lo karena menginginkan imbalan jasa! Ia yakin Hay Hay bukanlah seorang pemuda seperti itu.

Karena gelisah, Pek Eng lalu keluar dari dalam kamarnya dan memasuki taman yang luas itu. Sejak ia berada disitu, taman itu telah menjadi semakin terawat karena ia suka akan bunga-bunga. Bahkan Lam-hai Giam-lo menuruti permintaannya untuk membangun sebuah pondok kecil dicat indah di dalam taman itu untuk tempat beristirahat di kala hawa sedang panasnya, di dekat kolam ikan emas.

Agak lega hati Pek Eng yang gelisah setelah ia keluar dari kamar dan hawa malam meniup pada wajahnya, bermain dengan rambutnya. Ketika ia berjalan menuju ke sebuah bangku, ia terkejut dan jantungnya berdebar melihat sesosok tubuh seorang pria duduk di atas bangku itu, tidak jelas wajahnya karena lampu taman berada di belakangnya, tergantung pada batang pohon. Tentu Hay Hay, pikirnya dengan girang dan iapun menghampiri.

"Aih, malam-malam begini melamun seorang diri…." Pek Eng menghentikan tegurannya karena pemuda itu menoleh, ternyata bukan Hay Hay yang ditemukan, melainkan Ki Liong. Ia merasa kecelik dan malu, maka cepat disambungnya, "Liong-ko, mengapa melamun seorang diri disini?”

Gadis yang cerdik ini menyambung tegurannya sehingga tidak kentara bahwa tadi ia mengira Hay Hay pemuda itu.

Sim Ki Liong bangkit dan tersenyum manis.
"Tidak tahukah engkau, Eng-moi, bahwa sudah lama sekali setiap malam aku duduk seorang diri disini sambil melamun dan merindukan seseorang?"

Pek Eng tersenyum dan tanpa malu-malu iapun duduk di sudut bangku itu sambil menatap wajah Ki Liong yang kini tertimpa sinar lampu gantung yang tergantung di batang pohon dekat bangku.

"Aih, engkau agaknya telah mempunyai seorang kekasih yang kau rindukan, Liong-ko?"

Ia menggoda. Gadis ini memang wataknya lincah jenaka dan ia sudah agak akrab dengan Ki Liong yang memang pandai mengambil hati dan membawa diri.

"Sudah lama, Eng-moi, akan tetapi gadis pujaan hatiku itu hanya kusimpan saja di dalam hati, dan setiap malam kurindukan di bangku ini."

"Siapakah gadis itu, Liong-ko? Boeh aku mengenalnya?”

"Engkau sudah mengenalnya dengan baik, Eng-moi. Gadis itu kini berada disini."

"Di taman ini? Ah, dimana? Siapa?'"

"Tidak jauh, di hadapanku, di sudut bangku ini. Engkaulah orangnya, Eng-moi, engkaulah gadis yang kucinta, kurindukan dan yang membuat aku tergila-gila. Tidak tahukah engkau?"

Seketika wajah Pek Eng berubah merah sekali. Ia merasa malu, kaget, dan juga marah. Sungguh tidak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini akan membuat pengakuan cinta kepadanya!

"Ah... Liong-ko….!" Ia barigkit berdiri.

Dengan cepat Ki Liong melangkah maju dan dengan lembut ia sudah memegang tangan Pek Eng sambil menjatuhkan diri berlutut di depan gadis itu.

"Eng-moi, kasihanilah aku yang akan hidup merana tanpa engkau di sisiku! Eng-moi, aku cinta padamu, Eng-moi….!"

Dan dia menciumi tangan gadis itu. Pek Eng berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat, tubuhnya menggigil karena ia bingung sekali. Ia merasa kaget, juga terharu bercampur marah dan ia tidak tahu apa. yang harus dilakukannya menghadapi pemuda yang mengaku cinta itu. Kedua kakinya gemetar.






Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara orang,
"Wah, indah sekali bunga-bunga di taman ini! Aih, dimana adanya Sim-kongcu? Katanya berada di taman ini…"

Dan muncullah Han Lojin, sementara itu Ki Liong sudah cepat bangkit berdiri dan melepaskan tangan Pek Eng.

“Ah, ternyata betul engkau berada disini, Sim-kongcu!" kata Han Lojin dengan wajah berseri gembira, "Ha, kiranya Nona Pek Eng yang cantik jelita itu berada disini?"

"Han Lojin, ada urusan apakah engkau mencari aku?"

Ki Liong bertanya, alisnya berkerut dan suaranya kaku, hatinya tidak senang karena dia merasa diganggu sekali. Padahal, tadi Pek Eng tidak memperlihatkan perlawanan dan agaknya dia sudah hampir berhasil sebelum orang celaka ini muncul dan membikin kacau!

"Maaf, sebelum kita bicara, sebaiknya kalau Nona Pek ini kembali ke kamarnya lebih dulu. Nona, sudah malam begini kalau Nona masih berada di taman, tentu akan membuat hati Bengcu merasa tidak tenteram. Sebaiknya kalau Nona kembali ke kamarmu agar aku dapat bercakap-cakap dengan Sim-kongcu."

Pek Eng baru sadar akan apa yang telah terjadi dan diam-diam ia merasa bersukur akan kemunculan orang itu. Tadi ia merasa seperti kehilangan semangat, dan kini ia melihat dengan perasaan ngeri betapa ia hampir saja terjerumus ke dalam jurang yang amat berbahaya. Ia mengangguk dan melangkah pergi dari situ tanpa banyak cakap lagi.

Tentu saja hati Ki Liong menjadi semakin kecewa dan marah terhadap orang ini. Akan tetapi, tentu saja dia tidak berani menyatakan ketidak senangannya, bukan karena dia takut terhadap Han Lojin melainkan dia khawatir kalau sampai Lam-hai Giam-lo tahu akan apa yang hendak dilakukannya terhadap Pek Eng tadi. Kalau Bengcu tidak setuju dan marah kepadanya, dia dapat menghadapi kesulitan besar.

Setelah Pek Eng pergi dari taman itu, Ki Liong memandang tajam kepada Han Lojin, menelan kemarahannya dan hanya nampak kemarahan itu pada suaranya yang ketus dan kaku, tidak seperti biasanya dia selalu lembut dan ramah.

"Nah, keluarkan isi hatimu, Han Lojin. Apakah urusan itu yang membuat engkau malam-malam begini mencari aku?"

Han Lojin bersikap tenang saja menghadapi kekakuan Ki Liong.
"Aku tadi minta penjelasan kepada Bengcu tentang keadaan kita, karena aku ingin mengetahui lebih jelas bagaimana kedudukan kita, bagaimana kekuatan kita dan apa pula rencana kita. Sebagai orang baru, aku tidak tahu apa-apa dan sebagai pembantu, tentu saja aku harus mengetahui semua itu. Akan .tetapi Bengcu menyuruh aku mencari dan menemuimu, Sim-kongcu, dan katanya engkau dapat menjelaskan semua itu kepadaku."

"Hemm, urusan begitu saja…." Ki Liong menoleh ke arah menghilangnya Pek Eng dan merasa menyesal bukan main. Untuk urusan begitu saja dia terpaksa melepaskan calon korban yang sudah berada di depan mulut tadi, tinggal tubruk saja! “Malam ini aku sedang malas, biarlah besok pagi saja aku memberi penjelasan itu kepadamu, Han Lojin."

Han Lojin tersenyum dan mengangguk.
"Begitupun baiklah, Sim-kongcu. Selamat malam!" Dia melangkah pergi, akan tetapi baru beberapa langkah saja, dia berhenti dan menoleh. "Ada satu hal lagi, Kongcu. Engkau sebenarnya harus berterima kasih kepadaku sehingga tidak terjadi sesuatu antara engkau dan Nona Pek Eng, karena kalau Bengcu mengetahui, tentu akan terjadi malapetaka atas dirimu." Setelah berkata demikian, Han Lojin menghilang di dalam kegelapan malam.

Ki Liong tertegun, berdiri mematung dan mengepal kedua tinjunya. Kemudian dia mendengus,

"Bedebah!" dan diapun meninggalkan taman, kembali ke dalam kamarnya.

Tentu saja dia menjadi berhati-hati dan tidak berani mencoba lagi untuk mengganggu dan merayu Pek Eng setelah Han Lojin mengetahuinya. Siapa tahu orang baru itu untuk mengambil hati melaporkan hal itu kepada bengcu! Dia harus berhati-hati sekali.

Sementara itu, Hay Hay sedang duduk di dalam kamarnya. Dia telah dapat mendengar dan melihat banyak, untuk bahan laporan kepada pemerintah. Dia harus bertindak cepat, pikirnya. Tidak ada waktu lagi untuk melapor ke kota raja, kepada Menteri Yang Ting Hoo. Dia akan melapor kepada benteng pasukan pemerintah yang terdekat, tentang rencana pemberontakan yang akan dimulai pada terang bulan dua minggu mendatang.

Rencana pemberontakan itu harus dihancurkan! Dia perlu menghubungi para pendekar, akan tetapi dia tidak tahu mereka berada dimana. Teringatlah dia kepada Han Lojin! Orang itu mencurigakan sekali. Dia tidak yakin bahwa orang itu termasuk tokoh sesat yang hendak mencari keuntungan dengan membantu pemberontak. Siapa tahu dia adalah seorang tokoh pendekar pula yang menyamar!

Sebelum pasukan pemerintah menghancurkan pasukan pemberontak, lebih dahulu para tokoh sesat harus dibinasakan. Dan pasukan pemerintahpun baru bisa bergerak kalau pasukan pemberontak yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu telah berkumpul di dataran Yunan.

"Tok-tok-tok!"

Daun pintu kamarnya diketuk orang dari luar perlahan. Dia terkejut bukan oleh ketukan itu melainkan karena sama sekali dia tidak mendengar langkah orang di luar pintu. Kalau langkah orang biasa, sudah pasti akan didengarnya. Jelas bahwa yang datang mengetuk daun pintu itu tentu orang yang berkepandaian.

"Siapa di luar?" tanyanya tanpa bangkit dari tempat duduk.

"Aku, saudara muda Tang Hay, bukalah pintu, aku Han Lojin ingin bicara deganmu!" kata suara itu dari luar pintu.

Berdebar rasa jantung dalam dada Hay Hay. Baru saja dia memikirkan tentang orang ini? Benarkah dia seorang pendekar yang bertugas sama dengan dia? Kalau benar, betapa beraninya mendatangi kamarnya begitu saja. Tentu akan menimbulkan kecurigaan, dan dia tahu bahwa diam-diam Lam-hai Giam-lo belum percaya kepada mereka berdua dan tentu selalu memasang mata-mata untuk mengamati mereka.

Mungkin Sim Ki Liong mata-mata itu, atau para anggauta Kui-kok-pang atau Pek-lian-kauw. Dan teringat dia akan kelihaian orang ini. Tidak mudah baginya untuk mengalahkannya. Bagaimana kalau dengan sihir? Belum dicobanya. Tidak selalu kekuatan sihirnya dapat diandalkan. Kalau bertemu lawan yang tangguh dan memiliki daya tahan terhadap sihir, seperti mendiang Kiu-bwe Tok-li, nenek buruk itu, kekuatan sihirnya takkan ada artinya.

Akan tetapi boleh dia coba, pikirnya sambil bangkit dari kursinya dan membuka daun pintu. Dia telah mempersiapkan diri, mengerahkan kekuatan sihirnya ketika membuka pintu. Begitu daun pintu terbuka dan Hay Hay berhadapan dengan Han Lojin, dia menatap tajam diantara kedua alis orang itu dan berkata dengan suara yang menggetar penuh wibawa,

"Aku bukan Hay Hay aku Sim Ki Liong!"

Jelas nampak betapa wajah Han Lojin tertegun kaget, matanya terbelalak dan mulutnya tergagap,

"Sim... Sim... Kongcu..., ahhh!"

Dia menggunakan tiga jari tangan kirinya dan menekan diantara kedua alisnya, kemudian memandang lagi dan kini wajahnya tersenyum lebar.

"Wah, Saudara Tang, jangan main-main! Hampir saja kukira benar, akan tetapi baru saja aku bertemu Sim-kongcu di taman. Agaknya engkau memang suka bermain sulap, ya?"

Tahulah Hay Hay bahwa orang ini memang tangguh. Begitu terpengaruh sihirnya, Han Lojin tadi sudah berhasil memunahkan kekuatan sihirnya dengan menekan antara kedua alis matanya dengan tiga jari tangan kiri. Dia melihat betapa orang itu membawa sebuah guci arak, maka semakin heranlah dia mengapa orang ini datang kepadanya membawa guci arak.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar