*

*

Ads

Rabu, 06 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 204

Di malam gelap itu, Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya, kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata,

"Lihat, untuk memasuki daerah sarang mereka, kita akan melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka itu memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik daripada jalan terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan membiarkan kita memasuki jalan terusan itu, baru diserbu dari depan dan belakang sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hemm, agaknya mereka sudah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing mempermainkan tikus yang terjebak dan tidak ada jalan keluar. Hal ini hanya membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka itu pasti beranggapan bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima puluh orang, dan agaknya mata-mata mereka juga tidak melihat para pendekar yang menyamar sebagai perajurit-perajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini dan merasa yakin bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu. Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isarat kepada enam kelompok kita dengan panah api agar mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet pasukan musuh yang mengira telah dapat menjebak dan mengepung kita."

Koan-ciangkun dan para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan dan kematangan siasat Menteri Cang.

"Akan tetapi, maafkan pinto, Taijin," kata Tiong Gi Cinjin, tokoh besar Bu-tong-pai yang ikut pula dalam kelompok itu. "Bagaimana kalau perhitungan Paduka itu keliru dan mereka mengatur jebakan yang lain lagi sifatnya?"

Menteri Cang tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk.
"Memang sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat kita sendiri dan selalu waspada terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apapun yang mereka atur, kita sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin sudah menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang? Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apapun yang mereka pasang untuk kita, akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Dan begitu mereka bergerak menyerang, kita memberi isarat kepada kelompok-kelompok lain sehingga tetap saja pihak musuh yang akan kita kepung."

"Maaf, akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka jauh Lebih besar?"

Tiong Gi Cinjin adalah seorang tosu Bu-tong-pai yang tidak pernah mengalami perang, maka selalu bersikap hati-hati dan khawatir.

"Bukan hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi juga mata-mata kami sudah memberi laporan,” jawab Menteri itu.

"Dan laporan Han Lojin itu tidak keliru!"

Tiba-tiba terdengar suara orang sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja disitu muncul seorang laki-laki asing. Usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, akan tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang asing. Pakaiannya yang mewah seperti pakaian bangsawan dari kain sutera warna-warni, juga kepalanya mengenakan kain kepala yang berwarna indah seperti pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung merak dari emas permata. Sikapnya anggun dan wajahnya yang tampan itu cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi.

Akan tetapi, ketika beberapa orang perajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus senjata.

"Dia ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai Giam-lo….!"

Teriak seorang diantara mereka dan bersama teman-temannya, dia sudah siap untuk menyerang.

Mendengar ini, para pendekar juga sudah berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang musuh. Akan tetapi, orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.

"Apakah Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"

Menteri Cang adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini menderita kedukaan yang amat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biarpun pakaiannya indah, namun jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga kusut. Biarpun tadi ia tersenyum namun senyumnya menyedihkan, seperti hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.






"Benar, kami adalah Menteri Cang seperti yang kau katakan, orang asing. Dan siapakah engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan kami?"

“Saya datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya, yaitu menentang kejahatan, baik itu dilakukan oleh siapapun juga…."

"Dia bohong, Taijin...!" Perajurit mata-mata itu berseru. "Dia Kulana, pemimpin pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak dan diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, harap perintahkan hamba sekalian untuk menangkap atau membunuhnya!"

Juga para pendekar kini sudah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.

"Benarkah apa yang dikatakan anggauta pasukan kami itu?"

Orang itu mengangguk dan kembali senyum sedihnya nampak.
"Memang tidak keliru bahwa Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu telah menjadi gila karena dendam…."

"Saudaramu? Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"

"Benar. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang dimaksudkan oleh perajurit itu. Akan tetapi, biarpun saudara kembar, kami berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."

Biarpun para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk , dan kembali dia memberi isarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk duduk.

"Duduklah disana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud kunjunganmu ini."

Sebelum menjawab, Mulana, orang itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati semua orang yang hadir di tempat itu. Dia kelihatan heran karena diantara wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang amat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya tercinta, yaitu Yasmina.

Seperti telah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang disembunyikannya pada mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila dan akhirnya Han Siong dan Bi Lian meninggalkan laki-laki yang diracuni cemburu itu.

Mulana lalu mengusir semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya. Seperti orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan kehilangan semua harta miliknya. Dan akhirnya diapun teringat akan saudara kembarnya, Kulana, maka diapun segera mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang tertekan dan amat menderita itu.

Akan tetapi, Kulana sedang berkunjung Ke sarang pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya. Akan tetapi, sungguh dia menerima pukulan batin yang lebih parah lagi ketika tiba di sarang pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai orang yang pro pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara kembarnya sendiri.

Terjadi keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri. Semakin besar jurang pemisah antara kedua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa sakit hati. Inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.

"Seperti telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."

"Saudara Mulana, tadi engkau mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru. Dengan jumlah pasukan sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka. Oleh karena itu, bantuan apalagi yang dapat kau berikan kepada kami?" Menteri Cang memancing.

"Akan tetapi, pasukan Paduka akan terjebak "

Menteri Cang tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya.
"Ah, itu sudah kami perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan diapit dua dinding bukit itu, bukan? Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar dan menyerang kami dari depan dan belakang bukan? Kami tidak takut, bahkan mereka yang akan dapat kami basmi."

Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana, maka diapun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi perangkap musuh.

Akan tetapi Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius.
"Ah, harap Paduka jangan terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingatlah, dia adalah penasihat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan main. Jangan dikira bahwa dia tidak akan memperhitungkan apa yang Paduka rencanakan sekarang ini. Sayapun sudah dapat menduganya."

"Benarkah? Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang telah kami rencanakan!" kata Menteri itu dengan suara mengandung penasaran.

Mulana mengerutkan alisnya dan memandang Menteri itu.
"Agaknya tidak sukar untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi seperti Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini membuktikan bahwa Taijin sudah tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu kenyataan, ialah bahwa pasukan Taijin tentu jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena Taijin sudah mengetahui akan keadaan musuh, sehingga Taijin sudah dapat lebih dahulu mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang paling baik untuk menyerbu pihak di suatu tempat tertentu dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dari kita? Tak lain tentulah penyerbuan tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena sudah dihadang dalam berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang sudah pula memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit, merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"

Para perwira yang mendengar hal ini terbelalak dan Menteri Cang sendiri memandang kagum. Orang Birma ini memang lihai sekali, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula akan siasatnya dan tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.

"Saudara Mulana, perhitunganmu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah mempergunakan siasat itu kini sarang pemberontak itu sudah terkepung, lalu apakah yang akan dilakukan oleh mereka? Melawanpun tidak ada artinya bagi mereka!" kata Menteri Cang nada suaranya penuh kemenangan.

Mulana memandang dengan serius. Wajahnya di bawah sinar api obor nampak seperti kedok yang tampan dan penuh rahasia, sepasang matanya bersinar-sinar dan mencorong.

"Semua itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh disana bukan saudara kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana amat cerdik, pandai sekali dia dan mempunyai siasat yang penuh tipu muslihat. Dengan kekerasan, agaknya tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan mampu menghancurkan pasukan pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh sesat takkan ada artinya kalau dibandingkan dengan bantuan para pendekar kepada Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui dan dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar