*

*

Ads

Kamis, 07 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 208

Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Tentu saja dia sudah dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.

"Biarkan mereka datang mengepung kita." katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorangpun diantara mereka akan mampu lolos!"

"Akan tetapi, jumlah pasukan mereka lebih besar daripada pasukan kita!" seru Sim Ki Liong, sangsi. "Dan mereka dibantu pula oleh para orang-orang berkepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada diantara mereka, juga Han Lojin."

Kulana tersenyum.
"Jangan khawatir. Siasat kita menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka semua mengerahkan kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal, memancing agar semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, dan di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!"

Agaknya Kulana masih merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak aman berada di tangan mereka yang akan suka menjual rahasia apapun demi keuntungan sendiri.

Akan tetapi diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia mempergunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang dipercayanya. Dia hanya mengingatkan semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang khas, semua pasukan harus segera ditarik dan meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul diantara dua bukit itu.

Hal ini diperingatkannya berulangkali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu hendak meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.

Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba. Malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu.

Tempat itu sunyi seolah-olah sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal, setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberitahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.

Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Adapun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Su Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, dengan para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.

Suasananya sunyi sekali di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, nampaklah Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar.

Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana. Kulana mempergunakan pakaian serba putih, dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan, sehingga dia kelihatan seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan. Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh sedangkan tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, kearah datangnya musuh menyerang yang sedang ditunggu.

Malampun berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang biarpun masih kemerahan namun masih nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan.

Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur. Kemudian dalam kesunyian malam menjelang pagi itu, terdengarlah suara terompet memanjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Suara terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang telah mereka tentukan.

Tiba-tiba tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini bangkit berdiri, perlahan-lahan. Diacungkannya pedang telanjang itu ke atas, lalu menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berrputar-putar dan mulut Kulana berkemak-kemik, sementara kedua matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Setelah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang amat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah.






Saat bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itupun dinanti dengan hati tegang oleh pasuka kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Kini, pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah nampak dari tempat ketinggian itu, di bawah sinar bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Menteri Cang sendiri, didampingi Mulana, berdiri di atas batu besar dan meneliti tempat itu dari jauh.

"Itulah jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.

Mulana mengangguk,
"Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Kalau menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu aka kedatangan pasukan kita, akan tetapi kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan mereka pasti kini sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segala kemungkinan."

Menteri Cang mengangguk dan memberi isarat agar pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu.

Mulana dan belasan orang pembantunya berada di depan, menuntun tiga ekor anjing hitam, mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar, didahului oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar. Semua orang siap siaga dan waspada maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.

Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan.

Tiba-tiba terdengar suara gerengan aneh dan dahsyat, lalu disusul datangnya angin dari arah jalan terusan. Mulana segera memberi isarat kepada para pembantunya yang segera melaksanakan tugas yang telah diatur sebelumnya, yaitu dengan golok-golok tajam mereka menyembelih tiga ekor anjing hitam itu. Anjing-anjing itu tidak sempat mengeluarkan suara. Darah mengucur dari leher mereka yang putus, dan segera darah itu ditampung ke dalam ember-ember yang sudah dipersiapkan.

Kini angin yang menyambar-nyambar menjadi semakin dahsyat dan nampaklah asap hitam bergumpal-gumpal keluar dari dalam jalan terusan, mengerikan sekali. Akan tetapi, Mulana yang sudah siap dengan pakaian pendeta berwarna kuning dan rambut terurai, kini melangkah maju dengan pedang di tangan kanan. Dia mencelup pedang itu sampai ke gagangnya dalam darah anjing, lalu mengangkat pedang tinggi-tinggi sambil melangkah maju dan mulutnya berkemak-kemik.

Belasan orang itu mengikutinya dan dengan gayung kecil, mereka itu menciduk darah anjing dan mempercikkannya ke arah asap hitam bergumpal-gumpal. Dan aneh sekali, asap hitam yang bergulung-gulung itu segera lenyap, anginpun berhenti bertiup dan cuaca menjadi bersih kembali, jalan terusan itu nampak kembali.

Akan tetapi, kini terdengar gerengan yang semakin keras dan dari dalam jalan terusan itu kembali muncul asap hitam bergumpal-gumpal dan dari dalam asap itu muncullah seekor naga hijau yang menyeramkan. Naga itu besar sekali, sepasang matanya mencorong dan moncongnya yang terbuka lebar itu mengeluarkan api menyala-nyala, kedua lubang hidungnya mengeluarkan asap putih yang panas sedangkan kedua cakar depan dengan kuku-kuku yang mengerikan seperti hendak menubruk ke arah Mulana.

Namun, Mulana tidak menjadi gentar dan diapun maju dengan pedangnya yang kini berubah merah oleh darah anjing, sedangkan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke arah asap hitam yang semakin menjalar.

Anak buah pasukan yag berada di belakang, memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Mereka tentu saja merasa nyeri dan takut. Akan tetapi para tokoh pendekar yang melihat ini, maklum bahwa mereka menghadapi ilmu hitam yang dahsyat, maka mereka segera mengerahkan sin-kang untuk memperkuat batin dan menolak pengaruh ilmu hitam ini.

Can Sun Hok dan Cia Ling yang telah memiliki tingkat yang cukup tinggi, setelah mengerahkan sin-kang, dapat membuat mata mereka menjadi tenang dan bayangan naga yang menyeramkan itupun menipis walaupun belum lenyap. Merekapun tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi ilmu hitam seperti ini, dan hanya percaya bahwa Mulana akan mampu memunahkannya.

Mulana melangkah maju, dan pedangnya menyambar, menyerang ke arah naga hijau itu, sedangkan orang-orangnya memercikkan darah anjing. Terdengar suara melengking dahsyat dan naga hijau itupun lenyap, asap hitampun bergulung-gulung naik dan mundur sampai lenyap. Mulana memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk maju terus, sedangkan pasukan di belakangnya, didahului oleh para pendekar, juga bergerak maju lagi mulai memasuki jalan terusan.

Kini sunyi di jalan terusan itu. Dengan hati-hati pasukan yang dipimpin sendiri oleh Menteri Cang itu memasuki terusan. Karena maklum bahwa mereka memasuki perangkap yang mengerikan, mau tidak mau jantung pejabat tinggi itu berdebar juga penuh ketegangan. Dia memandang ke atas, kanan kiri dan merasa seram.

Dinding bukit itu menjulang tinggi dan kalau ada batu-batu runtuh ke bawah, pasukannya akan celaka, apalagi kalau sampai dinding itu diledakkan! Dia hanya mengharapkan agar mereka yang bertugas merayap ke atas bukit di kanan kiri itu akan berhasil menyergap dan menggagalkan rencana peledakan dinding bukit.

Akan tetapi, kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan oleh beberapa suara jeritan di sana-sini, dilakukan oleh anak buah pasukan. Dan Mulana melihat betapa kembali ada asap hitam bergulung-gulung dan di atas dinding bukit di kanan kiri nampak segala macam serangga beracun merayap turun. Ular, kalajengking, kelabang dan banyak lagi macamnya, mengerikan, juga menjijikkan! Dia tahu bahwa itu bukanlah binatang-binatang asli, melainkan jadi-jadian, hasil ilmu hitam. Maka dia lalu memimpin orang-orangnya untuk memercikkan darah anjing, sedangkan pedangnya yang berlumuran darah anjing hitam itupun mengamuk, membabat ke arah binatang-binatang kecil menjijikkan itu. Dan seperti juga tadi, penglihatan yang mengerikan itupun lenyap bersama asap hitam.

Kini pasukan pemerintah itu kesemuanya telah memasuki jalan terusan dan bersama dengan bunyi tambur yang dipukul gencar, kini dari luar jalan terusan bermunculan pasukan pemberontak yang menerjang dari belakang. Dan pada saat itu juga, terdengar sorak-sorai dan pasukan pemberontak yang bersembunyi didalam, kinipun bermunculan dan menyerang dari depan.

Dengan demikian, pasukan induk pemerintah itu tergencet dari depan dan belakang, dan berada di dalam jalan terusan yang memanjang itu. Tepat seperti yang telah diperhitungkan oleh Mulana. Akan tetapi yang membikin pasukan pemerintah merasa bingung adalah keluarnya asap hitam yang membuat penglihatan menjadi gelap bagi mereka, akan tetapi agaknya tidak demikian bagi pasukan pemberontak.

Kalau tidak ada Mulana, tentu pasukan pemberontak akan celaka bertempur dalam keadaan seperti itu. Mulana dan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke kanan-kiri dan akhirnya, asap hitam bergulung-gulung itupun perlahan-lahan lenyap sehingga kini mereka dapat bertempur dalam keadaan cuaca terang karena matahari telah mulai muncul!

Melihat betapa di pihak pemberontak terdapat orang-orang Kui-kok-pang yang mudah dikenal dengan pakaian mereka yang putih dan gerakan mereka yang ganas dan dahsyat, Can Sun Hok dan Cia Ling lalu terjun dan menerjang mereka, merobohkan beberapa orang anggauta Kui-kok-pang. Can Sun Hok segera melihat kepala gerombolan ini, yaitu Kim San yang mudah diketahui dari keadaan pakaiannya dan kelihaian gerakannya.

Can Sun Hok segera menerjang Kim San yang bertangan kosong. Segera terjadi perkelahian yang amat seru. Biarpun bertangan kosong, namun kedua tangan Ketua Kui-kok-pang yang membentuk cakar itu amat berbahaya dan mengandung hawa beracun yang jahat. Namun, Can Sun Hok yang memegang suling itu tidak mau memberi kesempatan kepada lawan yang lihai itu. Dia memutar sulingnya dan memainkan ilmu pedang simpanannya, yaitu Kwi-ong Kiam-sut (Ilmu Pedang Raja Iblis) yang amat dahsyat.

Biarpun dia memainkannya dengan suling, namun keampuhannya tidak kalah dengan pedang, dan ilmu pedang ini dahulu adalah ciptaan Si Raja Iblis, datuk sakti kaum sesat itu. Maka, betapapun lihainya Kim San, menghadapi ilmu pedang ini, dia segera terdesak hebat dan hanya karena bantuan anak buahnya saja dia masih mampu mempertahankan diri.

**** 205 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar