*

*

Ads

Kamis, 07 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 209

Ling Ling sendiri sudah mengamuk dan gadis ini biasanya juga bertangan kosong. Ia sudah mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari ayahnya, maka biarpun ia bertangan kosong, kedua tangan dan kedua kakinya merupakan senjata-senjata yang amat ampuh. Dengan gerakan lincah seperti seekor burung walet, gadis ini berloncatan dan menyambar-nyambar ke sana-sini, dan setiap kali tangan atau kakinya mencuat ke depan atau ke samping, tentu ada seorang anggauta pasukan musuh yang terjungkal roboh.

Sementara itu, di atas sebatang pohon yang tumbuh di tebing, terdapat dua orang sejak tadi menonton pertempuran. Mereka adalah Pek Han Siong dan Cu Bi Lian atau lebih tepat lagi, Siangkoan Bi Lian walaupun gadis itu sendiri belum tahu akan nama keturunannya yang sesungguhnya.

Seperti telah kita ketahui, Han Siong bertemu dengan Bi Lian secara kebetulan sekali. Ketika itu Bi Lian sedang dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang hendak menangkapnya. Hampir saja Bi Lian celaka dan dapat tertangkap oleh ilmu sihir yang dipergunakan Kulana, akan tetapi tiba-tiba muncul Han Siong yang menyelamatkan gadis itu dengan kekuatan sihirnya pula.

Mereka berkenalan dan saling mengetahui bahwa mereka masih suheng dan sumoi, walaupun Han Siong belum menceritakan bahwa sumoinya itu sesungguhnya adalah puteri kedua orang gurunya, bahkan juga telah menjadi calon jodohnya! Mereka berdua bertemu dengan Mulana dan menjadi tamu orang Birma aneh ini, bahkan menjadi saksi akan peristiwa mengharukan ketika Yasmina, isteri Mulana, membunuh diri.

Setelah meninggalkan Mulana yang kemudian mereka lihat dari jauh membakar istananya sendiri, Han Siong dan Bi Lian lalu melakukan penyelidikan ke sarang gerombolan pemberontak. Bi Lian ingin membalas kematian kedua orang gurunya, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, yang mati sampyuh karena saling bertentangan sendiri ketika Bi Lian dilamar oleh Kulana.

Bi Lian menganggap bahwa kematian kedua orang gurunya akibat ulah Kulana dan Lam-hai Giam-lo, maka dara ini ingin membalas kepada kedua orang sakti itu. Adapun Han Siong, selain siap menentang gerombolan pemberontak itu, juga ingin mencari adik kandungnya, Pek Eng, yang menurut Bi Lian kini berada di sarang gerombolan pemberontak, bahkan menjadi murid dan anak angkat Lam-hai Giam-lo, Bengcu dari gerombolan pemberontak.

Akan tetapi, sepasang orang muda perkasa ini mendapat kenyataan betapa kuatnya keadaan di sarang gerombolan. Kini bahkan seribu lebih orang anak buah gerombolan telah berkumpul, berlatih perang-perangan dan amat berbahayalah kalau mereka berani memasuki sarang itu. Maka, mereka hanya melakukan penyelidikan di luar saja dan menanti kesempatan baik untuk melaksanakan niat mereka.

Dan pada pagi hari itu, mereka melihat penyerbuan pasukan pemerintah dan dari tempat pengintaian itu, mereka melihat pula betapa Kulana telah melakukan sambutan dengan ilmu hitam yang dahsyat. Melihat ini, ketika Bi Lian juga terkejut dan merasa ngeri, Han Siong berkata,

"Orang yang bernama Kulana itu memang hebat. Yang dia lakukan itu bukan sekadar ilmu sihir belaka, melainkan ilmu hitam yang mempergunakan tenaga gaib dan kotor yang berasal dari iblis dan setan. Untung bahwa disana agaknya ada yang mampu memunahkan kekuatan ilmu hitamnya, kalau tidak, tentu akan celaka pasukan pemerintah."

"Akan tetapi, engkau sendiri bukankah seorang yang mengerti akan ilmu sihir, Suheng?"

"Benar, aku pernah mempelajari ilmu sihir. Akan tetapi, ilmu sihir hanya dapat dipergunakan untuk mempengaruhi pikiran dan panca indera seorang atau beberapa orang lawan saja. Sebaliknya, ilmu hitam dapat mengeluarkan jadi-jadian yang datangnya dari alam rendah, sehingga dapat mempengaruhi ribuan orang pasukan musuh. Sungguh berbahaya sekali orang itu."

"Lihat, Suheng, pertempuran kini menjadi semakin hebat dan agaknya pasukan pemerintah yang berada di tengah-tengah itu terdesak karena digencet dari depan dan belakang. Mereka terjebak ke dalam jalan terusan yang terapit dinding bukit itu! Mari, Suheng, mari kita bantu pasukan pemerintah! Aku akan turun dan menyerang Kulana si jahanam itu!"

"Hati-hatilah, Sumoi. Biar aku menghadapi dia," pesan Han Siong yang merasa khawatir karena Kulana sungguh terlalu berbahaya bagi Bi Lian.

Mereka lalu meninggalkan batang pohon itu dan merayap turun melalui tebing lain yang tidak begitu terjal seperti kedua tebing bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, dengan cepat mereka dapat turun ke tempat pertempuran.

Akan tetapi ketika mereka terjun ke dalam gelanggang pertempuran, mereka tidak melihat lagi Kulana yang tadi mereka lihat dari atas batu besar. Karena itu, kedua orang muda ini lalu terjun dan ikut mengamuk diantara para anggauta gerombolan pemberontak yang menjadi kocar-kacir karena tidak ada yang mampu menahan kedua orang muda perkasa ini.

Akan tetapi, dari pihak pemberontak segera bermunculan orang-orang lihai sekali. Suami isteri Lam-hai Siang.mo, yaitu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li sudah cepat melihat kehebatan sepak terjang pemuda dan gadis yang baru muncul itu dan bersama sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, yaitu Kwee Siong dan Tong Ci Ki, mereka lalu menerjang ke dalam pertempuran.






Lam-hai Siang-mo segera mengeroyok Han siong, sedangkan Si Tangan Maut dan isterinya, Si Jarum sakti, sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan itu mengeroyok Bi Lian yang mereka kenal sebagai murid mendiang Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi yang amat lihai. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan mati-matian diantara mereka.

Menteri Cang yang melihat betapa pasukan pemberontak telah dikerahkan, lalu memberi isarat dan terdengar suara sorak-sorai disertai suara terompet dan tambur, dan enam kelompok pasukan yang tadinya mengepung sarang, kini bermunculan, dari enam jurusan, semua menuju ke jalan terusan dan dengan demikian maka kini berbalik pihak pasukan pemberontak yang terkepung dari dalam dan luar!

Keadaan menjadi kacau-balau dan pertempuran berlangsung semakin seru dan mati-matian. Para pendekar juga kini bertemu langsung dengan para tokoh sesat sehingga mereka itu merupakan kelompok tersendiri yang mempergunakan ilmu silat tinggi saling gempur, dan terjadilah pertempuran yang amat hebat di luar dan di dalam jalan terusan.

Bagaimana Can Sun Hok dan Cia Ling dapat muncul dalam pertempuran itu, padahal mereka bertugas bersama Cia Kui Hong untuk mencegah peledakan dinding tebing bukit sebelah kiri? Mari kita tengok apa yang terjadi di kedua puncak tebing itu. Dengan diikuti belasan orang anak buah pasukan, Cia Kui Hong, Can Sun Hok dan Cia Ling mendaki bukit sebelah kiri jalan terusan.

Dan memang tepat seperti yang diperhitungkan oleh Mulana, mereka melihat segerombolan orang sejumlah dua belas orang dikepalai seorang kakek cebol gendut dengan kepala kecil, berkulit hitam, duduk bergerombol mengelilingi sebuah batu besar.

Melihat ini, Cia Kui Hong menyuruh teman-temannya bersembunyi dan ia sendiri mempergunakan kepandaiannya untuk menyelinap diantara batu-batu dan pohon-pohon, mendekati dan melakukan pemeriksaan. Untung bahwa matahari telah mulai memancarkan cahayanya sehingga ia dapat meneliti dari jarak agak jauh dan melihat bahwa yang berada di atas batu besar itu adalah benda seperti tali putih yang dari atas batu itu terus menuruni tebing.

Tak salah lagi, pikirnya, tentu itulah sumbu bahan peledak, siap untuk dinyalakan oleh gerombolan orang itu setelah terdapat isarat dari Kulana! Ia dan kawan-kawannya harus dapat menguasai sumbu itu, kalau tidak, pasukan pemerintah di bawah akan terancam bahaya maut! Ia lalu menyelinap kembali dan kembali ke tempat kawan-kawannya bersembunyi. Setelah merundingkannya dengan Sun Hok dan Ling Ling, mereka bertiga mengambil keputusan untuk melakukan penyergapan tiba-tiba.

"Kalian menyergap Si Cebol yang agaknya lihai itu, dan pasukan menyerbu dan menyerang anak buahnya. Aku sendiri akan menguasai sumbu itu dan menjaganya agar pihak lawan tidak ada yang dapat mendekat!" bisik Kui Hong.

Setelah mengatur siasat, mereka lalu berindap-indap menghampiri batu yang dikurung oleh tiga belas orang itu.

Penyergapan itu dilakukan serentak sehingga Si Cebol yang bukan lain adalah Hek-hiat Mo-ko dan anak buahnya, menjadi terkejut sekali. Apalagi ketika Hek-hiat Mo-ko melihat dirinya diserang dengan dahsyatnya oleh seorang pemuda dan seorang pemudi, dia mengeluarkan suara mencicit seperti tikus, tubuhnya yang cebol itu melompat dan terus bergulingan membebaskan diri dari serangan kedua orang muda yang lihai itu.

Adapun belasan orang anak buahnya juga sudah sibuk menghadapi serangan belasan orang anak buah pasukan pemerintah. Kui Hong sendiri merobohkan dua orang dengan tamparannya dan iapun melompat ke atas batu besar itu. Dengan gagahnya ia menjaga sumbu di atas batu, dan untuk penjagaan, ia mengeluarkan sepasang pedangnya. Ketika ia memandang, dengan lega ia mendapat kenyataan betapa Can Sun Hok dan Ling Ling telah dapat mendesak kakek cebol, bahkan anak buah yang belasan orang banyaknya itupun telah menyerbu dan mendesak anak buah gerombolan pemberontak.

Hek-hiat Mo-ko adalah keturunan Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo dan dia telah mewarisi ilmu sesat yang hebat dari neneknya, yaitu Hek-hiat Mo-li. Demikian mendalam dia menguasai ilmu Hek-hiat (Darah Hitam) itu sehingga kini darah di tubuhnya benar-benar agak kehitaman! Dan tentu saja kedua tangannya sudah dialiri hawa beracun yang menjadi pukulan maut. Dia lihai dan kejam bukan main, disamping wataknya yang cabul dan jahat. Entah sudah berapa puluh atau bahkan berapa ratus orang wanita yang telah menjadi korban kebiadabannya selama puluhan tahun ini.

Betapa hebatnya ilmu kepandaian Hek-hiat Mo-ko, menghadapi Can Sun Hok dan Cia Ling, dia seperti mati kutu. Apalagi harus dikeroyok dua. Baru menghadapi seorang diantara mereka saja dia belum tentu akan mampu menang, walaupun bagi Sun Hok atau Ling Ling juga tidak akan demikian mudahnya menundukkan Si Cebol ini kalau saja harus turun tangan sendiri tanpa bantuan. Akan tetapi, kini mereka maju bersama. Perkelahian ini bukan urusan pribadi, melainkan urusan perang, maka dua orang muda perkasa inipun tidak merasa sungkan untuk maju bersama mengeroyok Hek-hiat Mo-ko.

Biarpun Hek-hiat Mo-ko mengerahkan seluruh tenaga racunnya, dan mengeluarkan semua ilmu silatnya, namun tetap saja dia terdesak dan akhirnya tidak mampu lagi membalas, melainkan hanya mengelak dan menangkis saja. Akhirnya, sebuah tamparan dari tangan kiri Ling Ling menyerempet pelipisnya. Dia terjungkir dan cepat melompat bangun lagi, akan tetapi disambut totokan suling di tangan Sun Hok yang tepat mengenai dadanya. Dari mulutnya keluar suara mencicit nyaring, disusul keluarnya darah hitam dan tubuh Hek-hiat Mo-ko kini tersungkur.

Akan tetapi orang ini memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Biarpun totokan tadi sudah mengenai jalan darah yang membawa maut, tetap saja dia mampu bergulingan, hanya arahnya yang ngawur sehingga dia bergulingan ke tepi tebing dan tak dapat dihindarkan lagi, tubuhnya tergelincir dan meluncur turun ke bawah tebing yang amat curam itu dalam keadaan sudah hampir mati!.

Juga dua belas orang anak buah Hek-hiat Mo-ko roboh semua oleh Sun Hok dan Ling Ling. Setelah tidak nampak seorang pun lagi musuh di puncak tebing itu, mereka memandang ke bawah dan melihat pertempuran telah berlangsung. Melihat betapa pasukan pemerintah dihimpit dari depan dan belakang, Sun Hok lalu berkata,

"Ah, di bawah sana telah terjadi pertempuran. Untuk apa kita menganggur saja disini? Lebih baik membantu di bawah."

"Akan tetapi tempat ini harus kita jaga, agar jangan sampai ada musuh yang dapat meledakkan tebing," bantah Ling Ling.

"Kalian berdua turunlah dan bantulah menggempur gerombolan pemberontak. Biar aku dan pasukan ini yang berjaga disini!" kata Kui Hong yang juga melihat betapa tidak ada gunanya mereka bertiga menganggur di tempat itu.

Demikianlah, mendengar kesanggupan Kui Hong untuk menjaga sumbu bahan peledak disitu, Ling Ling dan Sun Hok lalu menuruni tebing dan mereka ikut pula bertempur membantu pasukan pemerintah, menerjang Kui-kok-pangcu Kim San dan anak buahnya.

Keadaan di puncak tebing sebelah kanan juga tidak banyak bedanya dengan apa yang terjadi di puncak sebelah kiri. Yang memimpin pasukan belasan orang dan mendaki puncak tebing sebelah kanan adalah suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian, suami isteri yang memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi itu.

Adapun yang diberi tugas untuk memimpin belasan orang meledakkan tebing kanan ini apabila ada isarat dari Kulana, bukan lain adalah Min-san Mo-ko, bekas tokoh Pek-lian-kauw yang lihai ilmu pedang dan ilmu sihirnya itu. Karena usianya yang sudah enam puluh lebih, Min-san Mo-ko tidak begitu bernafsu untuk ikut bertempur dalam peperangan, maka dia memilih untuk menjaga sumbu bahan peledak yang dipasang di puncak tebing sebelah kanan. Dia sudah siap untuk meledakkannya, dengan menyulut sumbunya, begitu menerima isarat dari Kulana.

Diam-diam dia merasa gembira sekali karena dia akan dapat menonton kalau nanti tebing itu runtuh menimpa pasukan pemerintah sehingga akan terkubur hidup-hidup! Akan tetapi dia harus menanti isarat dari Kulana lebih dahulu. Karena kalau tidak, mungkin yang terkubur hidup-hidup oleh ledakan tebing itu bahkan pasukan kawan sendiri.

Tiba-tiba saja muncul belasan orang perajurit pemerintah mendaki puncak tebing itu. Melihat belasan orang perajurit musuh ini, Min-san Mo-ko tertawa, dan suaranya melengking tinggi ketika dia berkata,

"Ha-ha-ha, hayo bunuh bebeberapa ekor cacing busuk itu!"

**** 205 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar