*

*

Ads

Kamis, 07 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 210

Dia amat memandang rendah kepada belasan orang perajurit musuh yang disangkanya secara kebetulan saja naik ke puncak ini. Akan tetapi pada saat itu muncullah Kok Hui Lian yang bergerak cepat, dengan gerakan indah sekali telah menampar roboh dua orang perajurit pemberontak.

Melihat munculnya seorang wanita muda yang demikian cantiknya, juga amat cepat gerakannya sehingga merobohkan dua orang anak buahnya, Min-san Mo-ko terkejut, akan tetapi juga gembira sekali. Wanita itu cantik menarik.

"Ha-ha-ha, kebetulan sekali. Aku sedang kesepian dan engkau datang menemaniku, manis!" kata Min-san Mo-ko yang biarpun sudah berusia enam puluh tahun lebih namun masih amat mata keranjang itu.

Diapun memandang ringan wanita cantik itu, maka sekali meloncat dia sudah meninggalkan benda yang dijaganya sejak tadi, yaitu ujung sumbu bahan peledak yang menghubungkan sumbu dengan bahan peledak yang ditanam di bawah puncak tebing. Ujung sumbu itu ditindih beberapa buah batu dan nampak mencuat putih. Dengan kedua tangannya yang panjang dan kurus, Min-san Mo-ko menubruk dari belakang untuk menangkap Hui Lian.

Namun, sekali ini, orang yang kurus pucat dan lihai ini kecelik bukan main. Tubuh wanita cantik yang ditubruknya dari belakang itu, tiba-tiba berputar di atas tumit kiri dan kaki kanannya telah mengirim tendangan yang amat cepatnya, demikian cepat sehingga orang selihai Min-san Mo-ko sampai tidak dapat mengelak atau menangkis lagi. Tentu saja hal ini terutama sekali dapat terjadi karena Min-san Mo-ko memandang lawan terlalu ringan.

"Dukkk….!!"

"Ihhhh…..?"

Min-san Mo-ko mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya terhuyung ke belakang, matanya terbelalak dan dia mulai marah sekali. Tak disangkanya bahwa dia akan terkena tendangan pada dadanya, dan tendangan itu membuat dadanya terasa agak nyeri.

"Perempuan setan, kiranya engkau memiliki kepandaian juga? Kalau begitu, bersiaplah untuk mampus!"

Min-san Mo-ko mencabut pedangnya dan sekali melompat, dia sudah berada di depan Hui Lian dan tiba-tiba dia menudingkan pedangnya pada wajah Hui Lian sambil mengeluarkan suara lengkingan panjang disusul kata-kata yang nyaring melengking dan berpengaruh.

“Perempuan, berlutut dan menyerahlah engkau!"

Dia mengerahkan sihirnya dan menggerak-gerakkan pedangnya, sepasang matanya mencorong aneh dan menyeramkan. Hui Lian tidak menyangka bahwa ia akan diserang dengan ilmu sihir, maka tiba-tiba saja ia menekuk lututnya. Hal ini terjadi diluar kehendaknya, maka iapun terkejut dan sambil meloncat ke atas, ia mengeluarkan bentakan nyaring sambil mengerahkan tenaga saktinya dan seketika buyarlah kekuatan sihir yang tadi hampir mempengaruhi. Hui Lian menjadi marah sekali dan sepasang matanya berkilat ketika memandang wajah Min-san Mo-ko.

"Iblis busuk, ilmu iblismu tidak ada artinya bagiku!" dan kini wanita perkasa ini sudah memegang sebatang pedang yang berkilauan.

Entah kapan ia mengeluarkan pedang itu, tahu-tahu telah berada di tangannya. Itulah pedang Kiok-hwa-kiam, peninggalan orang sakti yang ia temukan di dalam guha di tebing curam.

Kini Min-san Mo-ko tidak berani main-main lagi, sama sekali tidak berani memandang rendah. Bahkan dia terkejut bukan main melihat betapa wanita cantik itu mampu membuyarkan kekuatan sihirnya. Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan lawan yang tangguh, maka melihat lawan memegang pedang, tanpa banyak cakap lagi diapun mencabut pedangnya dan mendahului lawan menyerang dengan pedangnya. Gerakannya cepat dan kuat sekali.

Min-san Mo-ko memang terkenal sebagai seorang ahli pedang yang memiliki banyak macam ilmu pedang yang tinggi tingkatnya. Kini begitu dia memutar pedang, senjata itu lenyap bentuknya dan berubah menjadi gulungan sinar putih yang panjang dan menyambar-nyambar

Melihat ini, Hui Lian pun tahu bahwa lawannya adalah seorang ahli pedang yang lihai, maka iapun memutar Kiok-hwa-kiam (Pedang Bunga Seruni) dan segera mainkan Ilmu Pedang In-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan), yaitu satu diantara ilmu yang dipelajarinya bersama suaminya di dalam guha tebing.

Ilmu pedang ini adalah peninggalan mendiang In Liong Nio-nio, seorang diantara tokoh sakti Delapan Dewa. Begitu ia memutar pedang, terdengar suara mengaung panjang dan terkejutlah Min-san Mo-ko karena gulungan sinar pedangnya segera tertekan dan terdesak oleh ilmu pedang yang aneh dan tidak pernah dilihatnya itu. Dia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk mengimbangi permainan pedang lawan, namun percuma saja karena gulungan sinar pedang di tangan wanita sakti itu ternyata telah jauh lebih kuat. Dia terdesak mundur terus.






Sementara itu, belasan orang anggauta regu yang dikepalai Min-san Mo-ko, tentu saja bukan lawan Ciang Su Kiat dan sebentar saja pendekar lengan buntung ini dengan mudah merobohkan mereka semua, menendangi mereka sehingga tubuh mereka terlempar ke bawah tebing.

Setelah membasmi belasan orang itu, Su Kiat menoleh ke arah isterinya dan dia tidak merasa khawatir karena isterinya kelihatan mendesak Min-san Mo-ko. Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba saja entah dari mana datangnya, muncul seorang laki-laki berusia empat puluh lebih bertubuh sedang dengan wajah anggun berwibawa, mengenakan jubah seperti pendeta, dengan rambut riap-riapan dan sebatang pedang di tangan, telah berdiri dekat sumbu yang tadi dijaga oleh Min-san Mo-ko dan anak buahnya.

Ciang Su Kiat memandang kaget, dan lebih kaget lagi ketika melihat laki-laki itu mengeluarkan sebuah benda dari saku jubahnya dan tiba-tiba benda itu bernyala dan dia membuat gerakan untuk membakar sumbu bahan peledak itu!

"Tahan….!"

Su Kiat membentak dan tubuhnya ringan sekali, bagaikan seekor burung rajawali terbang menyambar, tubuhnya sudah meluncur ke arah orang itu dan.lengan kanannya yang utuh sudah menusuk dengan jari tangan terbuka ke arah dada. Serangannya ini cepat bukan main, juga mengandung hawa pukulan yang mengeluarkan suara mencicit, sehingga laki-laki itu terkejut sekali.

Cepat dia menyimpan kembali alat pembakar yang sudah padam lagi itu, dan sambil meloncat ke samping untuk mengelak, pedangnya menyambar untuk membacok leher lawan yang menyerangnya sambil meluncur seperti terbang.

"Wuuuuuttt…… takkk…..!"

Kulana, laki-laki itu, terkejut bukan main karena lawannya yang hanya berlengan sebelah itu telah mampu menangkis pedangnya dengan ujung baju lengan kiri yang buntung. Ujung lengan baju itu begitu bertemu pedang, menjadi keras bagaikan tongkat baja! Hal ini menunjukkan bahwa lawannya memiliki tenaga sinkang yang amat hebat!

Sungguh seorang lawan yang tangguh, pikirnya, apalagi ketika tadi dia melihat betapa Min-san Mo-ko juga terdesak hebat oleh seorang wanita cantik. Akan tetapi, Kulana yang naik kesitu untuk meledakkan tebing tanpa mempedulikan bahwa pasukan pemberontak masih berada diatas jalan terusan dan akan menjadi korban pula kalau tebing runtuh, kini tidak merasa gentar dan masih mengandalkan ilmu hitamnya.

Ciang Su Kiat yang maklum betapa berbahayanya kalau sampai sumbu itu dinyalakan, sudah cepat meloncat ke dekat sumbu dan melindunginya, gepasang matanya dengan tajam menatap ke arah laki-laki berambut riap-riapan yang berpakaian jubah pendeta itu, menduga-duga siapa adanya orang aneh itu. Dia sama sekali tidak menduga bahwa orang ini adalah Kulana, pemimpin yang sesungguhnya dari pemberontakan

Kulana yang maklum bahwa Si Lengan Buntung itu lihai sekali, maka cepat dia mengelebatkan pedangnya dan berkemak-kemik membaca mantram lalu berkata dengan suara lantang dan dengan logat suara asing.

"Hemm, orang berlengan satu, betapapun lihainya engkau, mana mungkin dapat melawan aku? Lihat, engkau hanya seorang diri, sedangkan aku berlima!"

Su Kiat membelalakkan matanya ketika melihat bahwa orang itu benar-benar kini telah berubah menjadi lima orang! Lima orang kembar yang menyeringai dan memandang kepadanya dengan mata mencorong beringas. Dia menganggap hal ini mustahil dan tahu bahwa ini tentulah permainan sihir, maka diapun mengerahkan sin-kangnya dan membentak nyaring untuk membuyarkan kekuatan sihir lawan.

Namun, kekuatan sihir yang dipergunakan Kulana jauh berbeda dibandingkan dengan ilmu sihir yang dikuasai Min-san Mo-ko. Dengan pengerahan tenaga batin, kekuatan sihir Min-san Mo-ko dapat dibuyarkan oleh Hui Lian, akan tetapi sihir dari Kulana adalah ilmu hitam yang jahat mengandung kekuatan roh jahat atau setan yang menyeramkan.

Sedangkan Ciang Su Kiat, betapapun lihai ilmu silatnya, tidak pernah mempelajari ilmu sihir, maka pengerahan tenaga sin-kangnya tidak mampu membuyarkan ilmu sihir Kulana dan matanya masih tetap melihat betapa lima orang lawan yang kembar itu kini mulai mengepungnya!

"Iblis busuk, biar engkau menjadi seratus, aku tidak akan gentar menghadapimu!"

Su Kiat membentak dan laki-laki tinggi besar ini berdiri dengan gagahnya di atas tempat dimana terdapat sumbu yang dijaganya itu. Bagaimanapun juga, dia akan melindungi sumbu itu agar jangan sampai dibakar musuh. Ketika melihat lima orang kembar itu mulai menggerakkan pedang menyerangnya dengan kepungan, diapun memutar lengan kirinya yang buntung dan ujung lengan baju itu membentuk gulungan sinar yang melindungi tubuhnya! Tangan kanannya juga melakukan tamparan dan pukulan ke kanan kiri, dibantu oleh kedua kakinya.

Bagaimanapun juga, tentu saja dia menjadi repot dikeroyok lima orang kembar itu, yang kesemuanya amat lihai. Setelah mempertahankan diri selama dua puluh jurus lebih, tiba-tiba ujung lengan baju kirinya itu terbabat pedang sehingga putus! Hal ini terjadi karena pada detik itu, untuk menghimpun hawa segar, dia melepaskan pengerahan sin-kangnya. Sedetik dua detik saja, namun cukup bagi Kulana yang pandai untuk mempergunakan kesempatan itu membabat putus ujung lengan baju yang ampuh itu.

Setelah ujung lengan baju yang dipergunakan sebagai senjata dan perisai itu putus, tentu saja Su Kiat menjadi semakin repot. Lawannya amat lihai, dengan ilmu pedang aneh, dengan tenaga sakti yang amat kuat, ditambah lawannya berubah menjadi lima orang. Tentu saja Su Kiat terdesak dan dengan mati-matian dia bertahan untuk menjaga agar sumbu itu tidak sampai dinyalakan lawan.

Pada saat itu, nampak sebatang pedang yang merah karena berlepotan darah, meluncur dan menangkis pedang di tangan Kulana.

"Tringgg….!!"

Bunga api berpijar dan kini Su Kiat terbelalak. Yang muncul adalah orang yang serupa benar dengan penyerangnya, dan anehnya, lawan yang tadinya berubah menjadi lima orang itu kini telah menjadi seorang saja lagi. Dan kini, dua orang yang serupa benar wajah dan bentuk badannya, hanya yang berbeda warna jubah mereka.

Orang pertama berjubah putih dan orang ke dua berjubah kuning. Orang pertama memegang pedang putih dan orang ke dua memegang pedang yang berlepotan darah merah!

Orang ke dua itu bukan lain adalah Mulana! Karena pedangnya berlepotan darah anjing, ditambah lagi dengan ilmunya memunahkan sihir, maka kekuatan sihir Kulana tadi buyar dan diapun nampak hanya satu orang saja, bukan lima seperti tadi. Dan marahlah Kulana ketika dia melihat saudara kembarnya.

"Ah, bangsat keparat! Kiranya engkau Mulana? Engkau berani mengkhianati saudara sendiri dan membantu musuh?"

"Kulana, engkaulah yang menyeleweng! Engkau menganggap aku musuh, dan engkau hendak menimbulkan pemberontakan, bahkan kini hendak meledakkan tebing, tidak peduli siapa yang berada di bawah sana. Engkau jahat, Kulana, aihhh, engkau jahat dan terpaksa aku harus menantangmu!"

"Huh, pantas! Pantas saja tadi semua ilmuku buyar, dan di kedua puncak tebing ini datang musuh menyerang. Tentu karena ulahmu, Mulana!"

."Memang benar, Kulana. Sekarang, lebih baik engkau mengakhiri petualanganmu yang jahat ini dan marilah kita berdua pergi, kembali ke selatan. Marilah, Kulana, aku saudara kembarmu, aku mengingatkanmu, sebelum terlambat…”

"Engkaulah yang terlambat, Mulana, karena sekarang aku sudah pasti akan membunuhmu dengan pedangku ini!” setelah berkata demikian, Kulana menerjang dengan pedangnya, menusuk dengan gerakan kilat yang amat kuat dan cepat.

**** 205 ****
Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar