*

*

Ads

Senin, 11 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 215

"Kalian jaga saja disini, aku mau turun membantu pertempuran di bawah.” pesannya kepada para perajurit, dan iapun berlari turun dengan cepatnya.

Selagi ia berloncatan menuruni tebing itu, ia melihat seorang wanita cantik berpakaian merah bergegas hendak melarikan diri, tersaruk-saruk di tebing. Kui Hong belum pernah melihat wanita ini, akan tetapi ia pernah mendengar dari Hay Hay tentang datuk-datuk sesat yang membantu pemberontakan, diantaranya terdapat orang-orang lihai seperti Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi dan orang-orang Pek-lian-kauw.

Melihat keadaan wanita itu, ia menduga bahwa agaknya itulah wanita yang berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun) dan bernama Ji Sun Bi itu. Maka, cepat ia menghadang. Setelah wanita itu tiba di depannya, ia lalu menudingkan telunjuk kanannya dan membentak.

"Heii! Bukankah engkau ini Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi?"

Pertanyaan ini dikeluarkan tiba-tiba dengan bentakan sehingga wanita itu terkejut dan marah, tidak sempat berpikir panjang lagi lalu balas membentak.

"Kalau benar, kenapa engkau tidak lekas berlutut agar aku tidak membunuhmu?"

Wanita itu memang Ji Sun Bi. Melihat betapa Min-san Mo-ko yang menjadi gurunya dan juga kekasihnya itu tewas, demikian pula banyak kawan yang membantu Lam-hai Giam-lo roboh dan tewas, Ji Sun Bi merasa kecil hati dan ketakutan.

Memang orang seperti ia, juga para datuk sesat, tidak memiliki kesetiaan. Segala sepak terjangnya dalam hidup hanya mempunyai satu dasar, yaitu ingin menyenangkan dan menguntungkan diri sendiri belaka. Kalau ia seperti yang lain membantu Lam-hai Giam-lo, adalah karena mereka itu melihat kemungkinan untuk memperoleh kemuliaan apabila gerakan itu menang.

Kini, melihat betapa gerakan pemberontak itu terancam kehancuran di kandang sendiri sebelum sempat bergerak keluar, Ji Sun Bi segera mengumpulkan barang-barang berharga dan diam-diam ia meninggalkan medan pertempuran. Tidak ada jalan lari melalui jalan terusan, juga tidak mungkin ke belakang lembah karena disana pun sudah penuh dengan pasukan pemerintah.

Jalan satu-satunya hanyalah mencoba untuk menyelamatkan diri lewat tebing di kanan kiri jalan terusan. Ia memilih tebing kiri, tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan seorang gadis cantik yang mengenalnya dan bertanya tanpa sopan santun sama sekali. Maka iapun menjadi marah apalagi gadis itu hanya seorang diri dan tentu saja Ji Sun Bi memandang rendah gadis itu. Hal ini tidaklah aneh mengingat bahwa Ji Sun Bi adalah seorang datuk sesat wanita yang berilmu tinggi dan jarang menemukan tanding.

Kui Hong adalah seorang gadis yang galak dan berandalan, gagah dan tak mengenal takut, bahkan dalam keadaan mendongkol melihat keangkuhan Ji Sun Bi, ia masih dapat tersenyum manis. Pada dasarnya, Kui Hong memiliki watak jenaka, hanya kadang-kadang watak itu tertutup oleh kegalakan dan keberandalannya.

"Wah, kalau engkau berjuluk Iblis Betina Berhati Racun, sebentar lagi engkau harus mengubah julukanmu itu menjadi Mayat Iblis Tak Berjantung karena engkau akan mati di tanganku. Aku adalah Cia Kui Hong dan julukanku adalah Hok-mo Sian-li (Dewi Penakluk Iblis)!"

Tentu saja julukan ini hanya buatan Kui Hong saja untuk menggoda orang. Wanita itu berjuluk Iblis maka ia sengaja memakai julukan Penakluk Iblis!

"Srattt…!"

Nampak dua sinar berkelebat ketika Ji Sun Bi mencabut keluar senjatanya, yaitu sepasang pedang yang berkilauan saking tajamnya. Dengan pedang kiri diangkat keatas kepala dan pedang kanan menodong ke arah Kui Hong, Ji Sun Bi mengeluarkan bentakan nyaring.

"Bocah lancang, akan kupotong lidahmu!"

Akan tetapi, terdengar suara berdesing dan kini tahu-tahu di kedua tangan Kui Hong telah nampak masing-masing sebatang pedang. Gadis itu telah mencabut keluar Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang berwarna hitam, pemberian neneknya, yaitu Toan Kim Hong di Pulau Teratai Merah.

Melihat sepasang pedang berwarna hitam yang mengeluarkan sinar menyeramkan itu, Ji Sun Bi terkejut sekali. Akan tetapi ia tidak mengenal pedang itu dan masih memandang ringan.






"Keparat, makanlah pedangku!" bentak Ji Sun Bi ketika melihat Kui Hong sambil tersenyum mengejek melintangkan pedangnya di depan muka.

Ia membacok dengan pedang kiri sedangkan pedang kanannya meluncur ke arah perut Kui Hong.

“Heiiittt….. ihhh…..!”

Kui Hong berseru dan dua batang pedangnya berubah menjadi dua gulungan sinar hitam.

“Cringgg…. Tranggg….!”

Kini terkejutlah Ji Sun Bi karena ia merasa betapa kedua tangannya tergetar keras ketika sepasang pedangnya ditangkis dengan cepat oleh lawannya. Ji Sun Bi boleh jadi memiliki watak yang angkuh dan sombong, namun ia cukup cerdik dan benturan dua pasang senjata itu memberi tahu kepadanya bahwa lawannya, biarpun masih muda, ternyata memiliki ilmu kepandaian tinggi dan tenaga kuat sehingga sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

Maka, tanpa banyak cakap lagi ia sudah menyerang dengan ganas, mengeluarkan ilmu-ilmunya yang paling diandalkan. Sepasang pedangnya menyambar-nyambar bagaikan dua ekor naga mencari mangsa. Namun, yang dihadapinya adalah Cia Kui Hong yang ilmu pedangnya amat hebat, apalagi setelah ia menerima gemblengan dari kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah.

Dengan lincahnya, Kui Hong memainkan Ilmu Pedang Hok-mo Siang-kiam yang telah disempurnakan oleh gemblengan neneknya. Dari kakek dan neneknya, selain menerima gemblengan dalam ilmu-ilmu silat yang telah dikuasainya dari latihan yang diberikan ayah ibunya, juga Kui Hong memperdalam ilmu gin-kangnya sehingga kini ia dapat bergerak amat lincah dan ringannya. Bagaikan seekor burung walet saja, tubuhnya berkelebatan di seputar lawannya, membuat Ji Sun Bi semakin kaget dan khawatir.

Tingkat kepandaian Kui Hong agaknya akan seimbang dengan tingkat kepandaian Ji Sun Bi sebelum ia digembleng oleh kakek dan neneknya. Kini, ia menang jauh, terutama sekali dalam hal sin-kang dan gin-kang. Tenaga saktinya lebih kuat dan iapun memiliki gerakan yang lebih ringan, lincah dan cepat sehingga lewat tiga puluh jurus saja, Ji Sun Bi mulai terdesak dan kewalahan.

"Hyaaaattt….!"

Tiba-tiba Ji Sun Bi mengeluarkan lengking panjang dan kedua pedangnya diputar sedemikian rupa sehingga tubuhnya tergulung oleh sinar pedangnya sendiri, lalu dari gulungan sinar pedang itu mencuat dua sinar yang menyambar ke arah leher dan dada Kui Hong.

Namun gadis itu dengan tenang saja meloncat ke belakang dan ketika lawannya mengejar, tiba-tiba ia mengelebatkan kedua pedangnya. Dua sinar hitam menyambar dari atas dan bawah. Ji Sun Bi tidak sempat mengelak karena ia sedang meloncat ke depan, terpaksa ia menangkis dengan kedua pedangnya.

“Singgg…. singgg….!”

Tiba-tiba Kui Hong menarik kembali sepasang pedangnya sehingga tangkisan itu meluncur ke tempat kosong dan pada saat itu, sepasang pedang hitam sudah menyerang lagi dari kanan kiri, Ji Sun Bi makin kaget, terpaksa memutar pergelangan tangannya, menggunakan pedang untuk menangkis.

Terdengar suara nyaring dua kali dan pedang kiri Ji Sun Bi terlepas dan terlempar, sedangkan tangan kanannya hampir saja melepaskan pedang karena telapak tangannya terasa panas dan perih. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu meloncat ke belakang dan melarikan diri! Ji Sun Bi maklum bahwa kalau ia melanjutkan perkelahian itu, tentu ia akan kalah dan akhirnya tewas di tangan lawannya yang amat tangguh itu.

"Heii, .iblis betina pengecut, hendak lari kemana engkau?"

Kui Hong memaki dan mengejar. Karena ia memang memiliki gin-kang yang hebat, sebentar saja ia hampir dapat menyusul Ji Sun Bi yang menjadi semakin gelisah. Ketika melihat bahwa ia telah mengambil jalan yang salah, yaitu yang menuju ke jurang yang curam, Ji Sun Bi menjadi semakin bingung. Sedangkan Kui Hong tertawa girang melihat lawannya terjebak dan berada di jalan buntu.

"Heh-heh, Tok-sim Mo-li, engkau hendak lari kemana lagi sekarang?"

Kui Hong mengejek dan dengan gerakan cepat sekali ia mengejar lawan yang sudah ketakutan itu. Ji Sun Bi menoleh melihat Kui Hong mengejarnya, ia maklum bahwa sekali ini ia tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi. Ia dalam ketakutannya, lalu menjadi nekat dan meloncat ke depan! Tubuhnya meluncur ke bawah.

"Ehhh….!"

Kui Hong berseru dan cepat meloncat ke tepi jurang, menjenguk ke bawah. Ia masih sempat melihat betapa tubuh wanita itu terbanting dan terpental, lalu menggelinding terus ke bawah sampai tidak nampak lagi. Kui Hong menarik napas panjang dan menyarungkan sepasang pedangnya. Wanita iblis itu tidak mungkin dapat meloloskan diri lagi. Terjatuh dari tempat setinggi itu pasti akan mati. Iapun tidak dapat mengejar karena menuruni jurang itu tidak mungkin. Maka, Kui Hong lalu melanjutkan larinya menuruni tebing untuk membantu pertempuran pasukan pemerintah melawan pasukan pemberontak.

Sementara itu, Hay Hay sambil merobohkan perajurit pemberontak yang menghadang di jalan, terus mencari Ki Liong. Akhirnya dia melihat pemuda itu di luar jalan terusan, sedang mengamuk dengan hebat. Memang benar apa yang dikatakan Kui Hong kepadanya. Pemuda yang menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya itu sungguh lihai bukan main.

Sudah belasan orang menjadi korban pedang pusaka Gin-hwa-kiam, pusaka Pulau Teratai Merah, pedang yang dicurinya bersama beberapa benda pusaka dari pulau itu menurut cerita Kui Hong. Gerakan pedang pemuda itu demikian matang dan mantap, dan para perajurit kerajaan merasa gentar juga menghadapi pemuda ini setelah ada beberapa orang perwira roboh dan tewas. Mereka mengepung dari jarak jauh menggunakan tombak panjang. Melihat keadaan ini, Hay Hay lalu meloncat dekat dan Ki Liong segera melihatnya.

"Saudara Tang Hay…!" kata Ki Liong. "Bantulah aku keluar dari tempat ini dan akan kubagikan pusaka-pusaka indah kepadamu!"

Akan tetapi Hay Hay melangkah maju dan berseru kepada para perajurit.
"Harap kalian mundur dan biarkan aku menghadapinya!"

Para perajurit mundur dan mengepung tempat itu dari jauh. Kini Hay Hay berhadapan dengan Ki Liong yang mengamatinya dengan sinar mata tajam penuh selidik karena dia masih belum yakin benar di pihak mana Hay Hay berdiri.

"Sim Ki Liong, apa yang telah kau lakukan terhadap Pek Eng?"

Hay Hay bertanya, lirih karena tidak ingin hal itu didengar lain orang, namun dalam pertanyaan yang lirih itu terkandung ancaman dan kemarahan besar. Ki Liong melebarkan matanya memandang Hay Hay dengan heran.

"Apa yang telah kulakukan? Tidak apa-apa, Saudara Tang Hay. Gadis itu pergi dan tak seorangpun tahu kemana. Aku tidak pernah mengganggunya…."

"Bohong! Malam itu, di dalam pondok taman! Apa yang telah kau lakukan? Jangan menyangkal, hayo ikut bersamaku dan membuat pengakuan di depan Pek Eng, atau aku akan memaksamu!"

"Tang Hay manusia sombong! Aku tidak ada urusan dengan Pek Eng atau denganmu! Kalau engkau tidak suka membantu aku keluar dari tempat ini, sudahlah, aku tidak ada waktu untuk melayani obrolanmu yang tidak karuan ujung pangkalnya!"

"Ki Liong! Kalau engkau menyangkal, terpaksa aku harus memaksamu untuk menyerah!" bentak Hay Hay sambil melompat menghadang ketika melihat Ki Liong hendak pergi meninggalkannya.

Marahlah Ki Liong,
"Keparat! Engkau seorang jai-hwa-cat hina berani mengancam aku?" Dia mengacungkan pedang Gin-hwa-kiam.

Hay Hay juga marah. Dia tidak mau mempergunakan ilmu sihirnya untuk melawan Ki Liong, karena dia ingin mencoba sampai dimana kelihaian murid dari Pulau Teratai Merah ini.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar