*

*

Ads

Selasa, 12 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 216

“Mulut busuk seperti hatimu!"

Hay Hay balas memaki mendengar dia dimaki sebagai jai-hwa-cat. Akan tetapi pada saat itu, Ki Liong sudah menggerakkan Gin-hwa-kiam menyerangnya. Serangannya hebat bukan main, dahsyat sekali, cepat dan mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat.

Ilmu pedang yang dimainkannya adalah Hok-mo Kiam-sut, dan jurus yang digunakan untuk penyerangan pertama itu adalah jurus Sin-liong Hok-mo (Naga Sakti Menaklukkan Iblis), pedang itu meluncur ke arah dada lawan untuk dilanjutkan dengan putaran pergelangan tangan sehingga pedang dapat dilanjutkan dengan bacokan memutar yang mengancam semua bagian tubuh depan lawan! Hebat bukan main jurus ini, dan karena dia telah menerima gemblengan dari suami isteri pendekar yang sakti, maka gerakannya itu mantap dan juga ganas.

Menghadapi sebatang pedang pusaka, Hay Hay tidak berani bertangan kosong saja. Dia mengenal pusaka ampuh, maka diapun cepat mencabut sulingnya dari ikat pinggang dan sambil meloncat ke belakang untuk mengelak, dia memutar sulingnya sehingga terdengarlah suara melengking tinggi rendah. Pedang itu telah dilanjutkan dengan putaran yang menyerang leher, dan Hay Hay kini menangkis dari samping dengan sulingnya.

"Tranggg...!"

Suling dan pedang bertemu dan keduanya melangkah mundur dua tindak, masing-masing mengakui akan kehebatan tenaga sin-kang lawan. Namun, Ki Liong yang ingin cepat-cepat pergi dari tempat berbahaya itu dan untuk itu dia harus cepat pula menyelesaikan perkelahian ini, sudah menerjang lagi ke depan. Pedangnya lenyap berubah menjadi gulungan sinar perak yang menyelimuti tubuhnya. Bagaikan roda perak yang berputar cepat, gulungan sinar itu bergerak maju ke arah Hay Hay, dengan suara mendesing-desing memekakkan telinga, dan angin sambaran pedang terasa sampai beberapa meter jauhnya.

Hay Hay bersikap hati-hati. Maklum akan kelihaian lawan yang memiliki ilmu silat tinggi dan pilihan itu, diapun cepat mengerahkan tenaga dan menggunakan Ilmu Langkah Ajaib Jiauw-paow-poan-soan. Tubuhnya berputar-putar dan dengan langkah ajaib itu dia mampu menghindarkan diri dari tekanan dan sambaran sinar pedang lawan, bahkan membalas pula dengan totokan ke arah jalan darah dengan ujung sulingnya.

Terjadilah perkelahian yang hebat sekali, yang membuat daun kering dan pasir berhamburan dan debu mengepul di sekitar tempat itu. Suara mengaung dan berdesing memekakkan telinga dan sambaran angin berputar-putar membuat para penonton, baik dari pihak pasukan pemerintah maupun pemberontak, terpaksa mundur lagi beberapa langkah.

Setelah lewat dua puluh jurus lebih tiba-tiba Hay Hay melakukan serangan dengan sulingnya, menotok ke arah muka lawan antara kedua matanya. Serangan ini hanya untuk memancing perhatian lawan, karena tangan kirinya sudah siap untuk melakukan serangan inti, pada saat lawan terpaksa mencurahkan perhatian kepada serangan pertama.

Akan tetapi Ki Liong cukup lihai untuk menduga siasat lawan ini. Pedang Gin-hwa-kiam dikelebatkan dari samping menangkis suling, dan sekaligus dia mengerahkan tenaga sin-kang yang mempunyai daya tempel yang kuat. Pemuda ini memang belum diberi pelajaran Thi-ki-i-beng, yaitu ilmu sin-kang yang dapat membetot dan menghisap tenaga sakti lawan, merupakan ilmu mujijat dan simpanan dari Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, namun dia telah mempelajari sin-kang yang dilatih dengan jungkir balik, dan dapat mempergunakan tenaga sakti ini untuk mendorong, menarik, membetot, bahkan menempel.

Begitu pedangnya bertemu suling yang ditangkisnya, maka pedang itu melekat dan hal ini terasa oleh Hay Hay yang menjadi terkejut juga karena sulingnya melekat pada pedang itu seperti besi melekat pada besi semberani! Dan kekagetannya itu membuat dia agak lambat mempergunakan tangan kiri yang sudah dipersiapkan. Serangan suling yang tadinya dilakukan untuk mengejutkan lawan itu kini bahkan membuat dia sendiri terkejut ketika sulingnya melekat pada pedang lawan.

Dan pada saat itu, tangan kiri Ki Liong sudah menghantam ke arah dadanya dengan tangan terbuka! Kiranya Ki Liong mempunyai siasat yang sama, yaitu menggunakan daya lekat sin-kangnya untuk mengejutkan lawan sehingga lawan akan menjadi lengah ketika tangan kirinya menghantam dengan pukulan maut. Pukulan itu adalah pukulan Thian-te Sin-ciang yang amat hebat. Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Bumi Langit) merupakan satu diantara ilmu-ilmu yang hebat dari Pendekar Sadis!

Dalam keadaan kritis itu, Hay Hay tidak kehilangan akal. Tangan kirinya memang sudah dia persiapkan tadi untuk menyerang, akan tetapi dia kedahuluan lawan, maka kini diapun mendorong dengan tangan kirinya itu, dengan jari tangan terbuka. Itulah sebuah jurus ampuh dari Ciu-sian Cak-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Silat Dewa Arak) yang dipelajarinya dari Ciu-sian Lokai, seorang diantara Delapan Dewa.

"Plakkk!!"

Dua buah tangan itu saling bertemu dan saling menempel! Kini, kedua orang muda itu tak dapat melepaskan diri lagi. Pedang dan suling saling melekat dan kedua tangan kiri saling tempel, sehingga satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan hanyalah mengerahkan sin-kang, mengadu tenaga sakti untuk merobohkan lawan. Dan dalam pertandingan ini, keduanya mengerahkan seluruh tenaga karena siapa kalah dalam adu sin-kang ini tentu akan putus nyawanya!






Perlahan-lahan, Ki Liong merasa betapa tenaga lawannya menjadi semakin kuat saja, dan mulailah dia gemetar. Keringat membasahi muka dan lehernya, dan uap putih mengepul dari kepalanya.

"Mati aku sekali ini…." pikir Ki Liong akan tetapi bagaimanapun juga, dia harus mernpertahankan diri. Dia tidak dapat melepaskan diri dari himpitan ini, dan tiada jalan lain kecuali mempertahankan sampai saat terakhir!

Pada saat yang amat berbahaya bagi Ki Liong karena dia memang kalah tenaga itu, tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat dan dua buah tangan mendorong dari samping. Dua buah tangan ini mengandung tenaga sin-kang yang kuat pula, dan oleh dorongan itu, Ki Liong dan Hay Hay menjadi miring sehingga benturan atau adu tenaga dari mereka berdua menyeleweng dan terlepaslah telapak tangan mereka.

Hay Hay meloncat ke belakang dan Ki Liong terguling! Dia terus bergulingan, lalu meloncat bangun dengan muka pucat. Dia nyaris tewas dalam adu tenaga tadi dan kini dia melihat bahwa orang yang melerai tadi adalah seorang pemuda yang usianya sebaya dengan dia maupun Hay Hay, bermuka putih bulat dan bersikap tenang. Akan tetapi pemuda yang tidak dikenalnya itu tidak memperhatikannya, bahkan kini menghadapi Hay Hay yang juga memandang dengan penuh perhatian. Melihat kesempatan yang amat baik ini, diam-diam Ki Liong lalu melarikan diri dan melompat jauh.

"Heii! Mau lari kemana kau!"

Hay Hay membentak dan hendak mengejar, akan tetapi pemuda muka putih yang bukan lain adalah Pek Han Siong itu menghadang di depannya.

"Tahan dulu….!!"

Hay Hay yang tidak ingin melihat Ki Liong melarikan diri, hendak mengejar terus dan karena Han Siong menghadang di jalan. Hay Hay mengibaskan lengannya untuk mendorongnya minggir.

“Dukkk!"

Kedua lengan mereka bertemu dan akibatnya, keduanya terdorong mundur. Terkejutlah Hay Hay. Orang ini ternyata lihai sekali! Karena Ki Liong sudah lenyap diantara para perajurit yang masih bertempur, dan karena pemuda di depannya itu agaknya bersungguh-sungguh hendak menghadangnya, maka terpaksa dia membiarkan Ki Liong pergi dan kini dia menghadapi Han Siong dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia belum pernah bertemu dengan orang ini dan tidak tahu apakah orang ini memihak pemberontak ataukah pemerintah.

"Saudara yang gagah, siapakah engkau dan mengapa engkau menghadangku?" tanya Hay Hay, diam-diam terkejut melihat betapa sinar mata pemuda ini mencorong dan wajahnya penuh wibawa, menunjukkan bahwa pemuda ini memiliki kekuatan tersembunyi yang dahsyat.

"Benarkah engkau yang bernama Tang Hay?" Han Siong berbalik mengajukan pertanyaan sambil memandang tajam.

Hay Hay mengerutkan alisnya dan mengangguk,
"Benar, namaku Tang Hay. Siapakah engkau dan ada urusan apakah…."

Han Siong memotong.
"Namaku Pek Han Siong dan…."

"Ah! Kiranya engkau yang dijuluki Sin-tong….!”

"Benar sekali, akan tetapi aku datang bukan untuk meributkan urusan itu. Aku datang untuk minta pertanggungan-jawabmu, Tang Hay. Bersikaplah sebagai seorang jantan yang berani mempertanggung-jawabkan perbuatannya!"

"Apa maksudmu?"

Tanya Hay Hay, akan tetapi dia segera mengerti sebelum pemuda itu menjawab karena pada saat itu dia melihat mUnculnya Pek Eng!

"Jangan engkau menyangkal tentang perbuatanmu terhadap adik kandungku, Eng-moi!"

Hay Hay, cepat menggeleng kepala, dan matanya tetap memandang ke arah Pek Eng seolah-olah jawaban itu dia ajukan kepada Pek Eng.

"Tidak... tidak…! Aku tidak melakukan kekejian itu! Aku sama sekali tidak melakukannya!"

Han Siong memandang dengan muka merah. Benar adiknya. Pemuda ini sungguh pengecut walaupun berilmu tinggi, berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Teringat dia bahwa pemuda ini, menurut keterangan orang tuanya, adalah putera seorang jai-hwa-cat, seorang penjahat cabul pemerkosa wanita dan kemarahannya semakin memuncak.

Adik kandungnya telah menjadi korban kecabulan laki-laki ini dan sekarang dia tidak mau bertanggung jawab, bahkan menyangkal! Padahal, buktinya sudah jelas, adiknya menjadi saksi utama. Tidak mungkin adik kandungnya melakukan fitnah, menuduh seorang yang tidak berdosa sebagai pelakunya.

"Tang Hay, apakah engkau hendak mengikuti jejak Ayah kandungmu? Kalau, engkau secara pengecut menyangkal perbuatanmu sendiri, terpaksa aku akan menghajarmu!"

Wajah Hay Hay berubah merah. Dia tahu bahwa orang ini marah karena percaya bahwa dia telah merenggut kegadisan Pek Eng dan minta dia bertanggung jawab. Akan tetapi karena dia betul-betul merasa tidak melakukan hal itu, dan kini dia diingatkan tentang ayahnya yang jahat, hal yang amat menyakitkan hatinya, maka diapun menjadi marah.

"Sampai matipun aku tidak mungkin dapat mengakui perbuatan yang tidak kulakukan. Terserah apa yang hendak kau lakukan kepadaku, aku tidak takut!" jawabnya.

Jawaban ini bagi Han Siong dianggap ucapan seorang yang keras hati dan yang nekat hendak menyangkal perbuatannya, maka diapun semakin penasaran. Akan tetapi niatnya bertemu dengan Hay Hay bukan hendak menyerangnya, apalagi membunuhnya. Dia hanya hendak membujuk pemuda itu bertanggung jawab, apalagi karena menurut pengakuan Pek Eng, adiknya itu mencinta Hay Hay. Kalau tidak dapat dibujuk, dia hendak menggunakan akal agar Hay Hay suka menyerah dan sadar dan mau menerima Pek Eng sebagai jodohnya.

Oleh karena itu, Han Siong hendak menakut-nakuti Hay Hay dengan ilmu sihirnya, untuk menaklukkan pemuda itu tanpa harus menggunakan kekerasan. Maka, diam-diam dia lalu mengerahkan kekuatan batinnya dan sekali mencabut pedangnya, nampak sinar berkilauan dari pedang Kwan-im-kiam yang ditodongkan ke arah muka Hay Hay, lalu terdengar suaranya menggeledek.

"Tang Hay, lihat baik-baik! Aku adalah seorang yang jauh lebih sakti darimu, aku seorang raksasa setinggi pohon, dan engkau hanya seorang manusia kecil, takkan ada artinya melawan aku!"

Ketika dia menggerakkan pedangnya, nampak kilatan pedangnya dan tiba-tiba saja, semua orang yang mengelilingi tempat itu, menjadi terbelalak dan terkejut bukan main melihat betapa tiba-tiba saja keadaan tubuh Pek Han Siong berubah. Kini pemuda itu menjadi tinggi besar, setinggi pohon besar, seorang raksasa yang mengerikan dan menakutkan karena Hay Hay kini hanya setinggi lututnya saja!

Akan tetapi Hay Hay tetap bersikap tenang walaupun dia juga terkejut, tidak mengira bahwa pemuda yang pernah menggemparkan dunia persilatan dengan julukan Sin-tong dan yang menjadi rebutan itu memiliki ilmu sihir yang cukup kuat!

Timbul kegembiraannya dan diapun tidak mau kalah. Dia mengerahkan kesaktiannya dan suaranya terdengar penuh wibawa yang menggetarkan jantung para penonton pertandingan itu.

"Bagus sekali, Pek Han Siong! Engkau menjadi raksasa, akupun sanggup mengembarimu! Lihatlah baik-baik!"

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar