*

*

Ads

Selasa, 12 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 218

"Heiii! Jangan main keroyokan…..!"

Hui Lian berteriak dan meloncat ke depan, hatinya tidak tega melihat betapa Hay Hay dikeroyok oleh tiga orang itu, dan iapun merasa heran mengapa gadis-gadis she Cia itu kini ikut pula menyerang Hay Hay.

Akan tetapi suaminya memegang lengannya dan berbisik,
"Sebaiknya kalau kita tidak mencampuri karena kita tidak tahu perkaranya."

Hui Lian menghentikan gerakannya, akan tetapi matanya masih memandang ke arah perkelahian itu dengan cemas.

"Bunuh jai-hwa-cat itu!" terdengar teriakan-teriakan dan tampak Tiong Gi Cinjin, diikuti oleh Bu-tong Liok-eng berlompatan maju dan mengepung perkelahian, lalu mengeroyok Hay Hay.

Tentu saja hal ini membuat Hay Hay menjadi semakin repot. Betapapun lihainya, yang mengeroyoknya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian hebat, maka kembali dia menerima tusukan dan bacokan yang biarpun telah dilawan dengan kekebalan, tetap saja melukai kulitnya dan membuat luka-luka kecil yang mengeluarkan darah.

Sementara itu, pertempuran antara pasukan pemerintah dan pasukan pemberontak telah selesai. Sisa para pemberontak menyerah dan menjadi tawanan. Sedangkan para pendekar dan perwira, kini sudah menjadi penonton perkelahian antara Hay Hay yang dikeroyok oleh puluhan orang lihai itu. Untung baginya bahwa kini Han Siong tidak mendesak lagi. Pemuda itu merasa rikuh harus mengeroyok seperti itu, akan tetapi dia semakin penasaran karena dari sikap para pengeroyok, jelaslah bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda jai-hwa-cat yang amat jahat.

Selagi Hay Hay terdesak hebat, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dari seorang perwira,

"Atas nama Cang-taijin, harap perkelahian dihentikan!"

Perwira ini memang tugasnya menjadi juru bicara dan sudah biasa mengeluarkan bentakan nyaring. Ketika para pengeroyok melihat bahwa yang muncul adalah Menteri Cang, dengan sikapnya yang halus ramah namun penuh wibawa, mereka merasa tidak enak hati dan segera berlompatan mundur walaupun masih dalam keadaan mengepung Hay Hay, Hay Hay sendiri berdiri lemas dengan tubuh penuh luka-luka yang walaupun tidak berbahaya namun membuat pakaiannya berlepotan darah.

Dia menundukkan mukanya dan diam-diam bersukur bahwa Menteri Cang datang melerai, karena kalau tidak, entah sampai kapan dia dapat bertahan sebelum akhirnya pasti akan roboh binasa di bawah senjata para pengeroyoknya.

Setelah memandang kepada mereka yang berkelahi itu satu demi satu, dan diam-diam terkejut melihat bahwa yang terlibat dalam perkelahian itu adalah pendekar-pendekar pilihan, Menteri Cang lalu berkata.

"Cu-wi Enghiong (Para Orang Gagah Sekalian), setelah kita semua berhasil menumpas pemberontak, mengapa diantara Cu-wi bahkan terjadi perkelahian sendiri? Bukankah kemenangan kita ini sepatutnya mendatangkan kegembiraan dan bukan perkelahian antara teman sendiri? Apakah yang telah terjadi?"

Hay Hay adalah seorang pemuda yang berpemandangan luas dan bijaksana. Otaknya bekerja dengan cepatnya. Dia tahu bahwa perkelahian itu menyangkut soal kehormatan dua orang gadis yang tentu saja tidak mungkin diumumkan. Kalau diceritakan sebab perkelahian itu, berarti akan melempar aib kepada Ling Ling dan Pek Eng, mencemarkan nama baik dua orang gadis yang tertimpa malapetaka itu. Tidak, dia harus mencegah hal itu terjadi, maka mendengar pertanyaan Menteri Cang, sebelum ada orang lain yang mendahuluinya, dia sudah cepat maju memberi hormat kepada menteri itu.

Menteri Cang memandang kepadanya penuh selidik. Dari para penyelidiknya, pembesar ini mendengar bahwa Hay Hay merupakan seorang diantara para pendekar, yang tadi mengamuk mati-matian membantu pasukan pemerintah, bahkan pemuda ini yang telah menempur Sim Ki Liong, tangan kanan Lam-hai Giam-lo yang amat lihai itu.

"Harap Taijin sudi memaafkan kami. Sesungguhnya perkelahian ini hanyalah urusan pribadi. Mereka semua menuduh bahwa hamba adalah seorang penjahat, seorang jai-hwa-cat yang jahat dan keji. Karena hal itu tidak benar, maka hamba menyangkal dan mereka lalu menyerang hamba dan terjadilah perkelahian itu."

Lega rasa hati Ling Ling dan Pek Eng yang tadinya sudah pucat dan cemas kalau-kalau aib yang menimpa diri mereka akan dibicarakan di tempat umum seperti itu.

"Bohong, Taijin! Dia memang benar jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Kami melihat buktinya, dan anak murid kami yang telah menjadi korbannya!" terdengar Tiong Gi Cinjin dari Bu-tong-pai berseru marah. "Karena itu, pinto harus membunuhnya!"






Kakek ini saking marahnya sudah menggerakkan tongkatnya dan menghantam dengan sepenuh tenaga ke arah kepala Hay Hay. Pemuda itu mengangkat kedua lengannya.

"Dukkk!"

Tongkat itu tertangkis dan sekali memutar kedua tangannya, Hay Hay telah berhasil merenggut tongkat itu terlepas dari kedua tangan lawan. Demikian cepat dan kuat gerakannya sehingga Tiong Gi Cinjin tidak mampu lagi mempertahankan tongkatnya. Akan tetapi Hay Hay menyodorkan kembali tongkatnya itu dan berkata dengan tenang.

"Harap Totiang suka bersikap jantan dan tenang, dan tidak membuat ribut di depan Cang Taijin."

Tosu itu menerima kembali tongkatnya dan mukanya berubah merah karena rikuh terhadap Menteri Cang.

"Sudahlah." Kata pembesar itu, "Urusan Cu-wi adalah urusan pribadi, karena itu harus diselesaikan secara pribadi pula. Cu-wi adalah pendekar-pendekar yang telah berjasa kepada negara, akan tetapi kalau disini membuat ribut, berarti melanggar peraturan dan larangan perintah. Kalau Cu-wi masih berkeras membuat ribut disini, terpaksa kami akan mempergunakan kekuatan kami untuk menangkap Cu-wi dan untuk diajukan di depan pengadilan untuk menemukan siapa yang salah. Kami tidak menghendaki hal itu terjadi, maka biarlah kami menjadi saksi dan Cu-wi selesaikan urusan ini dengan jalan damai di depan kami."

"Taijin, harap Paduka suka mempertimbangkan dengan adil." kata pula Tiong Gi Cinjin. "Seorang anak murid Bu-tong-pai, gadis yang masih muda, telah menjadi korban kejahatan Ang-hong-cu si penjahat cabul jai-hwa-cat yang terkenal di dunia kang-ouw. Anak murid Bu-tong-pai kami sebar untuk mencari penjahat itu dan pada suatu hari, murid-murid kami menemukan pemuda itu sedang main-main dengan perhiasan berbentuk tawon merah, persis seperti yang ditinggalkari pada mayat murid perempuan kami yang telah dihina dan dibunuhnya. Jelas bahwa dia ini Ang-hong-cu pemerkosa dan pembunuh murid perempuan kami, oleh karena itu, bukankah sudah adil dan sepatutnya kalau kami hendak membunuhnya? Bukan sekedar membalas kematian murid kami, juga untuk melenyapkan seorang penjahat besar yang mengancam keamanan dunia, terutama kaum wanitanya!"

Menteri Cang mengangguk-angguk dan menoleh kepada Hay Hay, di dalam hatinya kurang percaya bahwa pemuda gagah ini seorang jai-hwa-cat yang memperkosa dan membunuh wanita dengan kejam.

"Bagaimana pembelaanmu terhadap tuduhan ini, orang muda?" tanyanya.

"Taijin, hamba dengan tegas menyatakan bahwa hamba bukanlah jai-hwa-cat Ang-hong-cu. Akan tetapi, kalau hanya satu pihak menuduh dan.lain pihak menyangkal, takkan ada habisnya. Hamba berjanji kepada Bu-tong-pai bahwa hamba akan mencari jai-hwa-cat Ang-hong-cu yang sesungguhnya dan kalau perlu menyeretnya ke Bu-tong-pai untuk mengakui kejahatannya itu. Kalau hamba tidak berhasil, boleh saja Bu-tong-pai minta pertanggungan-jawab hamba. Ang-hong-cu adalah seorang jai-hwa-cat yang telah mengganas di dunia kang-ouw sebelum hamba lahir, jadi tidak mungkin hamba yang menjadi jai-hwa-cat Ang-hong-cu."

"Enak saja berjanji!" kata seorang diantara Bu-tong Liok-eng. "Apakah engkau sudah mengenal Ang-hong-cu yang sebenarnya?"

"Aku tahu siapa dia walaupun aku belum sempat berjumpa dengan Ang-hong-cu yang memang sedang kucari.” jawab Hay Hay.

"Anghong-cu adalah ayah kandungnya!”

Tiba-tiba terdengar Pek Eng berseru dan semua orang terkejut dan terheran-heran mendengar ini. Bahkan Hui Lian menutup mulutnya menahan teriakan kaget, juga Kui Hong dan Ling Ling memandang dengan mata terbelalak. Semua orang memandang kepada Hay Hay.

Hay Hay menjadi pucat seketika ketika dia mengangkat muka memandang kepada Pek Eng sejenak, lalu menundukkan mukanya yang ternyata berubah merah sekali. Rahasianya telah dibuka gadis yang merasa penasaran itu. Biarlah, biarlah semua orang tahu bahwa dia anak jai-hwa-cat. Biarlah dunia tahu bahwa dia anak haram dari Ang-hong-cu, penjahat cabul yang amat jahat itu. Kenyataan ini tak perlu ditutupi lagi, tak perlu dirahasiakan lagi karena hal itu bukanlah kesalahannya.

Kini dengan perlahan Hay Hay mengangkat mukanya yang sudah normal kembali, bahkan mulutnya tersenyum duka, dan dia memandang orang sekelilingnya, lalu memandang kepada Menteri Cang, dan mengangguk.

"Ucapan itu benar. Aku adalah anak seorang wanita yang menjadi korban kejahatan Ang-hong-cu. Karena itu, harap para Enghiong dan Locianpwe dari Bu-tong-pai menyadari. Dia adalah Ayah kandungku, dan aku akan mencarinya sampai dapat, untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, baik terhadap murid Bu-tong-pai, terhadap mendiang Ibuku, atau terhadap semua wanita yang pernah menjadi korbannya!"

"Siancai…..!" Tiong Gi Cinjin berseru. "Sekarang pinto mengerti dan maafkan kekhilafan kami. Kalau saja sejak dahulu engkau mengatakan hal ini. Ah, kalau begitu, perhiasan tawon merah yang berada di tanganmu itu…."

"Itulah perhiasan yang ditinggalkan oleh Ibuku kepadaku, sebagai tanda bahwa beliau menjadi korban Si Tawon Merah."

"Sekarang kami merasa puas dan baiklah, kami menerima kesanggupanmu, orang muda yang gagah. Bu-tong-pai hanya akan menunggu sampai engkau dapat menangkap Ang-hong-cu." Lalu Tiong Gi Cinjin menoleh kepada Menteri Cang. "Taijin, kami dari Bu-tong-pai sudah tidak ada urusan lagi dengan orang muda ini, harap Taijin sudi memaafkan keributan yang kami lakukan tadi."

Menteri Cang tersenyum girang, diam-diam dia merasa terharu atas pengakuan Hay Hay tadi. Seorang pemuda yang gagah perkasa, mengaku sebagai putera kandung yang tidak sah dari seorang jai-hwa-cat yang dicari-cari para pendekar untuk dibunuh!

"Bagus, segala urusan dapat diselesaikan dengan musyawarah, asal dilakukan dengan hati jernih dan kepala dingin. Bagaimana, apakah masih ada orang lain yang mempunyai urusan pribadi dengan Saudara Tang Hay?" tanyanya sambil memandang kepada Han Siong, Ling Ling dan Kui Hong yang tadi mengeroyok Hay Hay.

"Taijin, perkenankanlah hamba bicara empat mata dengan Saudara Tang Hay." kata Han Siong yang mulai merasa sangsi akan keterangan adiknya.

Harus diakuinya bahwa Hay Hay merupakan seorang pemuda yang amat luar biasa, memiliki ilmu sihir dan silat yang amat tinggi sehingga dia sendiri kewalahan menghadapinya. Biarpun keturunan jai-hwa-cat, namun sikap Hay Hay tidak menunjukkan bahwa dia seorang pengecut yang jahat, maka dia ingin membicarakan urusan itu dengan Hay Hay, tentu saja tanpa didengar orang lain kecuali dia dan Pek Eng.

"Baik sekali, silakan. Pek-enghiong." kata pembesar itu.

Han Siong lalu mengajak Hay Hay untuk menyingkir dari situ dan memilih tempat sunyi diantara pohon-pohon, cukup jauh dari situ. Diapun memberi isarat kepada adiknya untuk ikut dan kini mereka bertiga berdiri berhadapan di bawah pohon, dapat terlihat oleh Menteri Cang, akan tetapi tidak dapat terdengar apa yang mereka bicarakan.

"Saudara Tang Hay, sekarang aku minta pengakuanmu tentang….”

"Aku sudah tahu, Saudara Pek Han Siong." Hay Hay memotong. "Adik Eng sendiri sudah pernah menyerangku mati-matian."

"Apakah engkau akan bersikap demikian pengecut untuk menyangkal perbuatanmu itu terhadap Adikku?"

Hay Hay tersenyum pahit dan menarik napas panjang.
"Entah mengapa, agaknya Tuhan telah menakdirkan bahwa hidupku, sejak lahir sampai sekarang, selalu menjadi korban keadaan. Dilahirkan oleh seorang ibu yang menjadi korban perkosaan kemudian mati membunuh diri, kemudian dijadikan penggantimu, seorang Sin-tong sehingga aku diperebutkan seperti sebuah benda pusaka! Kemudian setelah dewasa, aku dijadikan korban fitnah dari sana-sini. Sungguh mati, Saudara Pek Han Siong, bukan aku orangnya yang telah menodai Adik Eng…”

"Hay-ko... begitu kejamkah hatimu, untuk tetap menyangkal? Jangan kira bahwa aku begitu kejam dan tak tahu malu untuk menjatuhkan fitnah kepadamu, Hay-ko. Karena engkaulah orangnya yang melakukan, maka tentu saja aku minta pertanggungan-jawabmu, sebagai seorang jantan, sebagai seorang pendekar! Hay-ko, begitu kejamkah hatimu untuk menghancurkan perasaan dan kehormatanku?" Pek Eng menangis.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar