*

*

Ads

Selasa, 12 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 219

Hay Hay menarik napas panjang dan memandang kepada Han Siong.
"Saudara Pek Han Siong, bolehkah aku mempergunakan kekuatan batin untuk memaksa Adikmu mengucapkan pengakuan yang sebenarnya akan apa yang telah menimpa dirinya? Agar dia menjawab dengan sepenuh hati dan sejujurnya atas semua pertanyaanku? Ataukah engkau yang hendak mempergunakan kekuatan batin itu atas dirinya?"

Han Siong mengerti apa yang dimaksudkan Hay Hay dan diapun mengangguk. Dia mulai meragukan apakah benar Hay Hay telah melakukan perbuatan itu lalu menyangkal secara pengecut. Melihat sikapnya, agaknya Hay Hay bukan seorang pengecut.

"Baik, lakukanlah." katanya lirih sambil memasang perhatian sepenuhnya untuk mengamati agar Hay Hay tidak menyalah gunakan ilmu sihirnya untuk mempengaruhi jawaban Pek Eng.

Sementara itu Hay Hay lalu berkata, suaranya berpengaruh dan menggetar.
"Eng-moi, kau pandanglah mataku, dan jawablah sejujurnya apa yang kutanyakan kepadamu!"

Pek Eng mengangkat muka memandang. Ia terkejut bertemu dengan sepasang mata yang mengeluarkan sinar mencorong itu, akan tetapi untuk membuang pandang mata atau mengelak sia-sia belaka karena ia tidak mampu lagi melepaskan pandang matanya yang sudah bertaut dan melekat dengan pandang mata Hay Hay.

"Eng-moi, katakanlah sejujurnya, siapa yang malam itu memasuki pondok taman dan menggaulimu?"

Dengan mata yang tak pernah berkedip, memandang wajah Hay Hay Pek Eng menjawab, suaranya datar,

"Dia adalah Hay-ko."

Jawaban ini sudah diduga oleh Hay Hay, maka dia tidak merasa terpukul. Dia tahu bahwa Pek Eng bukan melakukan fitnah, melainkan benar-benar merasa yakin bahwa yang menggaulinya itu adalah dia. Dia harus dapat mengorek rahasia ini tanda-tanda pada laki-laki itu yang akan dapat memberikan jejak kepadanya.

"Eng-moi, ketika laki-laki itu memasuki pondok, bagaimana cuaca dalam pondok itu? Gelap ataukah terang?"

"Gelap."

"Apakah engkau dapat melihat wajah laki-laki itu?"

"Tidak."

"Lalu bagaimana engkau dapat yakin bahwa dia adalah Hay-ko?" tanya Hay Hay.

"Sudah pasti dia. Hay-ko tadinya meninggalkan aku, lalu dia kembali dan aku mengenal bentuk tubuhnya, wajahnya ketika tanganku merabanya."

"Apakah dia mengeluarkan suara?"

"Tidak."

Hay Hay menjadi bingung, lalu berpikir keras.
“Apakah tidak ada sesuatu yang khas pada orang itu, suaranya, tanda sesuatu pada tubuhnya, atau... mungkin bau badannya?”

Sampai beberapa detik lamanya Pek Eng tidak menjawab, kemudian ia berseru,
"Bau badannya... ah, aku teringat bau badannya, bau harum cendana…”

Hay Hay menyudahi pengaruh sihirnya dan Pek Eng merasa seperti orang baru sadar dari tidur. Hay Hay memandang kepada Pek Han Siong, dan berkata.

“Tidak begitu jelas memang keterangan Eng-moi, akan tetapi, Saudara Pek Han Siong, engkau tahu bahwa aku tidak berbau cendana."

Han Siong mengerutkan alisnya.
“Lalu, siapa kiranya orang itu kalau bukan engkau?"

Hay Hay menggeleng kepala.
"Aku belum tahu, aku belum dapat menduga, akan tetapi... rasanya bau cendana itu tidak asing bagiku harap engkau dan Eng-moi menanti sebentar, biar aku mengambil keputusan apa yang dapat kujanjikan kepadamu, Saudara Pek. Akan tetapi kalau engkau dan Eng-moi kukuh berkeyakinan bahwa aku yang berdosa, nah, silahkan kalau hendak membunuhku. Aku tidak akan melawan, namun kuperingatkan kalian bahwa kalian akan menanggung dosa yang amat besar karena aku sungguh tidak bersalah!"






Pek Han Siong adalah seorang pemuda yang cukup bijaksana, pernah menerima gemblengan dari para hwesio yang hidup bersih di kuil Siauw-lim-si. Oleh karena itu, dia dapat menangkap kebenaran kata-kata Hay Hay, maka diapun menggandeng tangan adiknya, diajak pergi, kembali ke tempat dimana Menteri Cang dan para pendekar lainnya masih menunggu, setelah berkata kepada Hay Hay.

"Baik, kami percaya kepadamu dan kami menunggu!"

"Tapi, Koko…." Pek Eng membantah.

"Sudahlah, kau percaya saja kepadaku, Adikku." kata Han Siong.

Hay Hay menarik napas lega. Andaikata tadi kakak beradik itu tidak percaya kepadanya dan menyerangnya, dia akan memejamkan mata saja dan menerima kematiannya! Kini tinggal Ling Ling! Maka dia meloncat ke tempat pertempuran tadi dan berkata kepada Ling Ling yang masih digandeng Kui Hong.

"Ling-moi, mari kita bereskan urusan antara kita disana." ajaknya.

Ling Ling yang sejak tadi sudah dibujuk Kui Hong untuk menyerahkan urusan itu kepadanya, kini menoleh dan memandang kepada Kui Hong.

"Baik, ia akan pergi bersamaku bicara denganmu!" kata Kui Hong dengan suara ketus.

Gadis inipun maklum bahwa untuk membicarakan urusan Ling Ling, tidak mungkin dilakukan di depan banyak orang. Dua orang wanita itu lalu mengikuti Hay Hay yang juga mengajak mereka menjauhi semua orang untuk dapat bicara tanpa terdengar orang lain.

Setelah mereka bertiga berhadapan, Kui Hong yang sudah menjadi marah sekali dan membenci Hay Hay, segera berkata,

"Laki-laki busuk! Apalagi yang hendak kau katakan kepada kami? Engkau telah memperkosa Ling Ling secara kejam dan biadab, dan engkau bahkan begitu pengecut untuk menyangkal perbuatanmu yang busuk itu! Sekarang, apalagi yang akan kau lakukan?"

Ling Ling mengusap air matanya karena hatinya hancur teringat akan malapetaka yang menimpa dirinya. Hay Hay menghela napas panjang. Tadi dia berani mempergunakan ilmu sihir untuk memaksa Pek Eng mengucapkan pengakuan yang sejujurnya, karena disitu ada Han Siong yang menjadi saksinya. Kini, dia tidak berani melakukan hal serupa kepada Ling Ling karena hal itu tentu akan menambah kecurigaan dua orang gadis itu.

“Kui Hong, harap bersabar dulu. Engkau hanya baru mendengar keterangan sepihak, dari pihak Ling Ling yang memang sedang menyangka bahwa aku pelaku pemerkosa yang biadab itu. Akan tetapi, kalau engkau mau mendengarkan keterangan dariku, aku sama sekali tidak merasa pernah melakukan perbuatan biadab itu, baik kepada Ling Ling atau kepada wanita manapun juga! Ling Ling engkau adalah murid keponakanku sendiri, puteri dari Suhengku, bagaimana mungkin aku melakukan perbuatan sekeji itu terhadap dirimu? Apakah engkau tidak keliru sangka?"

Ling Ling menghentikan tangisnya dan mengangkat muka memandang wajah Hay Hay, kini pandang matanya tajam penuh selidik dan ia menggeleng kepala penuh keyakinan.

"Aku tidak mungkin keliru." Katanya pasti.

"Bukankah engkau sedang tidur pulas ketika ditotok orang?"

"Benar, akan tetapi aku lalu tersadar walaupun tidak mampu bergerak."

"Dan waktu itu malam, gelap sekali, bukan?"

"Remang-remang, walaupun aku tidak dapat melihat wajahmu dengan jelas, namun bentuk mukamu, bentuk wajahmu dengan jelas, namun bentuk mukamu, bentuk wajahmu, aku tidak akan keliru sangka. Pula, tidak ada orang lain kecuali engkau yang tahu bahwa aku menunggu di tempat sunyi itu. Dan kalau orang biasa saja, apakah akan mampu menotokku sampai tidak mampu bergerak? Akan tetapi, engkau adalah sute dari Ayahku, engkau mengenal ilmu silatku….."

"Dan orang itu sama sekali tidak mengeluarkan suara?"

Ling Ling mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Tidak."

"Ling Ling, aku tahu dan yakin bahwa engkau seorang gadis yang budiman, gagah perkasa dan tidak akan mungkin mau melakukan fitnah, dan aku yakin engkau jujur. Coba ingat-ingat, apakah tidak ada sesuatu yang khas pada orang itu? Sesuatu yang merupakan tanda, mungkin cacat di tubuhnya, atau suaranya, atau sinar matanya, atau mungkin juga... bau badannya?"

Ling Ling termenung dan sepasang alisnya berkerut, kemudian tiba-tiba ia berkata.
"Ah, aku ingat. Dia... dia... mengeluarkan bau harum... seperti bunga…. Seperti madu... bau bunga... ya, bau bunga….”

"Bunga cendana….?"

"Benar! Bau bunga cendana!"

Seketika wajah Hay Hay menjadi pucat sekali, matanya terbelalak lebar seperti melihat setan, dan diapun meloncat tinggi, dan ketika turun, dia mengepal tinju dan terdengar suaranya melengking nyaring seperti jeritan seekor binatang buas yang marah.

"Han Lojin….!!!"

Dan Hay Hay sudah melompat dan berlari cepat meninggalkan tempat itu. Lengkingan panjang yang amat nyaring ini terdengar sampai di tempat dimana Menteri Cang dan yang lain-lain masih menanti.

Semua pendekar terkejut, apalagi ketika melihat Hay Hay berlari cepat seperti itu lewat di dekat mereka. Han Siong dan beberapa orang sudah berlompatan maju menghadang karena mengira bahwa Hay Hay yang menjadi tertuduh itu melarikan diri. Akan tetapi Hay Hay melompat ke samping, menghindar dan kembali dia berteriak, sekali ini lebih nyaring daripada tadi.

"Han Lojiiiinnnn….!!!"

Sambil berteriak-teriak memanggil nama ini seperti orang kesetanan, Hay Hay berlari cepat menuju ke bukit dimana Han Lojin dijadikan tawanan oleh Menteri Cang.

Para pendekar cepat melakukan pengejaran, juga Kui Hong dan Ling Ling yang tadi terkejut, kini ikut pula mengejar. Menteri Cang, yang juga ingin sekali mengetahui apa yang akan terjadi, menunggang kuda dikawal oleh para perwira, setelah memberi perintah kepada komandan pasukan untuk membereskan para tawanan pemberontak.

Dengan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya berlari cepat, Hay Hay tak terkejar oleh para pendekar dan dia dapat tiba lebih dahulu di bukit kecil itu. Pasukan yang berjaga disitu sudah mendengar laporan bahwa pasukan pemerintah berhasil baik dan bahwa Han Lojin yang ditawan disitu bukanlah pembohong, maka merekapun tidak ketat menjaga Han Lojin, memberinya kebebasan di puncak bukit. Akan tetapi ketika mereka melihat Hay Hay, pemuda yang tidak mereka kenal, komandan jaga lalu membawa anak buahnya menghadang.

"Hei, berhenti! Siapapun juga dilarang naik ke puncak bukit ini!"

Hay Hay masih tertegun dan mukanya penuh keringat. Dia teringat akan Tek-pai, tanda kuasa yang diterimanya dari Menteri Yang Ting Hoo, maka tanpa banyak cakap dia mengeluarkan tanda kuasa itu, memperlihatkannya kepada komandan jaga. Melihat tanda kuasa ini, komandan segera memberi hormat, diturut oleh para anak buahnya.

"Dimana Han Lojin?" Hay Hay bertanya. "Aku harus berjumpa padanya, penting sekali!"

."Dia berada di dalam kamarnya, di pondok itu, sejak pagi tadi tidak pernah keluar dari dalam pondok.”

"Kalau begitu, biarkan aku menemuinya dalam pondok."

"Silakan, Taihiap!" kata komandan itu, menyebut Taihiap (Pendekar Besar) setelah melihat pemuda itu membawa tanda kuasa dari Menteri Yang.

Hay Hay melompat dan berlari cepat ke puncak bukit. Tubuhnya berkelebat dan melihat pemuda itu bergerak ke atas seperti terbang saja, komandan jaga dan anak buahnya memandang dengan mulut ternganga dan mata terbelalak.

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar