*

*

Ads

Senin, 28 Mei 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 169

"Hek-hiat-kwi (Setan Berdarah Hitam) Lauw Kin, kiranya engkau sendiri yang datang untuk membunuh aku? Atau untuk mengejek dan sengaja membawa pacarmu yang baru, gadis muda yang cantik itu? Bagus, jangan kira aku tidak berdaya lagi setelah bertahun-tahun ini, engkaulah yang akan mampus lebih dahulu, setan!"

Dan tiba-tiba saja nenek itu menyerang dengan banyak sekali kerikil yang disambitkan atau ditiupkan, semua ke arah Hay Hay sehingga pemuda ini menjadi sibuk bukan main karena kini benar-benar dia dihujani batu kerikil yang datang menyerang bertubi-tubi dan semua itu dilepas dengan kekuatan dahsyat, bahkan masing-masing batu kerikil menyerang ke arah bagian berbahaya dari tubuhnya.

Dia terpaksa berloncatan di atas cabang, lalu dari dahan ke dahan sambil memutar-mutar caping yang sudah diambilnya dari punggung untuk menangkis. Diam-diam Kui Hong merasa geli juga melihat hasil sihir pemuda itu, akan tetapi iapun kagum bukan main melihat cara pemuda itu menghindarkan diri. Kalau ia yang diserang seperti itu, sukarlah baginya untuk mampu menyelamatkan diri. Dan diam-diam ia merasa khawatir sekali, maka iapun segera mengerahkan khikang dan dengan suara nyaring mengandung kekuatan khi-kang iapun berteriak.

"Nenek tolol! Lihat baik-baik, dia itu seorang pemuda bernama Hay Hay, sama sekali bukan suamimu yang bernama Lauw Kin!"

Ternyata lengkingan suara ini mampu menembus dan pada saat itu Hay Hay juga menyimpan kekuatan sihirnya. Nenek itu memandang heran dan segera menghentikan serangannya. Hay Hay berdiri di atas cabang pohon, mukanya masih agak pucat dan diam-diam dia memaki diri sendiri. Tolol, kiranya nenek ini agaknya bermusuhan dengan suaminya sendiri!.

Setelah melihat bahwa yang diserangnya mati-matian tadi bukan suaminya melainkan seorang pemuda, nenek itu terbelalak dan kelihatan bingung. Kesempatan ini dipergunakan oleh Hay Hay untuk membujuknya.

"Nenek yang baik, kami tidak mempunyai kesalahan kepadamu, kenapa engkau memusuhi kami? Manusia hidup harus saling tolong-menolong. Kami sedang berada dalam kesulitan, terjatuh dari atas dan tertolong oleh pohon ini, akan tetapi kami tidak dapat naik atau turun dari sini. Tolonglah kami, Nek, siapa tahu, kami juga akan dapat menolongmu kelak."

Nenek itu agaknya berpikir sampai lama, memandang kepada Hay Hay dan Kui Hong, lalu mengangguk-angguk.

"Aku telah salah sangka, kalian jelas bukan musuh, bukan utusan suamiku, akan tetapi kalian lihai. Memang benar, kalian tentu akan dapat menolong aku yang hidup sengsara ini... uhu-hu-huhh... aku yang sengsara, disengsarakan oleh seorang laki-laki yang jahat"

Dan nenek itu menangis sampai sesenggukan. Tangis itu seperti tiada hentinya, dan kedua orang muda di atas pohon itu saling pandang. Karena menanti tangis nenek itu sampai lama akan tetapi tangis itu tak pernah berhenti, Kui Hong kehilangan kesabarannya.

"Sudahlah, Nek, hentikan tangismu itu dan kalau memang engkau dapat, tolonglah kami! Baru kita bicara tentang masalahmu dan aku akan menolongmu!" kata Kui Hong sebelum dapat dicegah oleh Hay Hay.

Khawatir kalau-kalau nenek itu marah lagi, cepat Hay Hay menyambung sambil mengerahkan ilmu sihirnya untuk menguasai nenek ini.

"Benar, Nek. Percayalah kepada kami. Kami bukan orang jahat dan kalau engkau dapat menolong kami, tentu kami juga akan berusaha menolongmu untuk membalas budimu."

Nenek itu menghentikan tangisnya dan memandang kepada Hay Hay, kemudian ia mengangguk.

"Baik, baik, jangan khawatir. Aku pasti akan menolong katian."

Tiba-tiba tubuh bagian atas dan kepala nenek itu lenyap agaknya ia masuk ke dalam guha. Dua orang muda di atas pohon itu saling pandang lagi, dan tentu saja keadaan ini amat menegangkan bagi mereka. Mereka masih meragukan karena bagaimana mungkin nenek itu akan dapat menolong mereka?

“Nona, dengarlah….”

"Hay Hay, kalau engkau menyebut nona lagi kepadaku, selamanya aku takkan sudi bicara denganmu! Namaku Kui Hong, engkau tahu ini, dan tidak ada tuan-tuan atau nona-nonaan!"

Hay Hay tersenyum, dalam hatinya merasa gembira sekali. Sejak tadi diluar dugaannya gadis ini menyebut namanya ketika melihat nenek dalam guha, dia sudah menduga bahwa gadis itu telah hilang kemarahannya terhadap dirinya dan mulai percaya kepadanya.






"Baiklah, Kui Hong, dan terima kasih. Sekarang dengar baik-baik sebelum ia muncul." katanya dengan suara halus dan lirih setengah berbisik. "Kalau nenek itu nanti benar menolong kita, biar aku yang lebih dahulu ditolongnya, karena aku masih curiga kepadanya. Jangan-jangan ia menolong hanya untuk menjebak kita."

Kui Hong memang kini sudah percaya kepada Hay Hay. Percaya sepenuhnya, terutama sekali mengenai tingkat kepandaian mereka. Ia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang amat tinggi ilmunya. Ia sudah melihat sendiri betapa pemuda itu bukan hanya mampu menyambar kerikil itu, bahkan dapat menyelamatkan diri ketika dihujani batu kerikil, hanya dengan bantuan topinya!

Mendengar suara bisikan itu, iapun mengangguk karena ia sendiri juga belum percaya benar kepada nenek itu dan memang sebaiknya Hay Hay yang lebih dahulu berhadapan dengan nenek itu, yang jelas memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi pula dan akan merupakan lawan yang amat berbahaya.

Pada saat itu, nongollah kembali kepala Si Nenek tadi dan kini ia membawa segulung tali! Melihat tali itu, mengertilah Hay Hay dan wajahnya berubah gembira. Tak disangkanya bahwa nenek itu memiliki gulungan tali yang nampaknya panjang dan kuat itu!

Kini diapun mengerti bagaimana nenek itu akan menolong mereka, yaitu mengajak mereka ke dalam guha itu, akan tetapi bagaimanapun juga, tentu lebih baik daripada di atas pohon yang mencuat keluar dari tebing itu! Akan tetapi Kui Hong cemberut.

"Hemm, tali sebegitu, mana cukup untuk dipakai turun ke bawah?" katanya.

Mendengar ucapan ini, Si Nenek tertawa, kini suara ketawanya tidak mengejek seperti tadi, walaupun masih kelihatan sama, mulut itu tidak bergigi lagi.

"Mau apa turun ke bawah? Kalau sudah turun ke dasar jurang, tidak ada kemungkinan naik kembali, kecuali menunggang burung rajawali!" kata nenek itu dengan suara sungguh-sungguh. "Akan tetapi sayang tak pernah kulihat selama bertahun-tahun ini seekorpun burung rajawali di daerah ini. Jalan keluar untuk menyelamatkan diri hanyalah melalui guha ini."

"Baiklah, Nenek yang baik. Lekas lontarkan ujung tali itu kesini!" kata Hay Hay.

"Heh-heh, engkau lebih cerdik. Dan engkaupun lihai sekali, orang muda. Aku percaya hanya engkau dan Nona itu yang dapat membantuku menghadapi musuh besarku. Nah, sambutlah tali ini!"

Nenek itu melontarkan ujung tali dan dari perbuatan ini saja sudah dapat dilihat betapa lihainya nenek itu. Kekuatan lontarannya demikian hebatnya sehingga bagaikan anak panah saja, ujung tali itu meluncur dengan cepatnya ke arah pohon itu. Dan ternyata ujung tali itu dengan tepat sekali membelit batang pohon itu, melilit seperti seekor ular melilitkan ekornya!

Hay Hay cepat menghampiri batang pohon itu dan mengikatkan ujung tali dengan kuatnya pada batang pohon yang besarnya sepinggangnya, cukup kuat untuk menahan berat badannya. Dia memeriksa tali itu dan merasa kagum. Tali itu adalah tali yang amat kuat, dipintal dengan rapi, agaknya dikerjakan oleh tangan yang tekun dan bahannya semacam rumput yang ulet sekali dan sudah kering. Dia tidak tahu dari bahan apa tali itu dibuatnya, namun dia dapat menduga tentu dari semacam rumput yang amat kuat.

"Sudah kuikat kuat, Nek. Tariklah biar tegang!" Kemudian dia berbisik kepada Kui Hong. "Kui Hong, kalau nanti engkau menyeberang, jangan berjalan di atas tali. Berbahaya kalau ia melepaskan tali di ujung sana. Bergantung saja seperti yang aku lakukan."

Nenek di guha itu sudah menarik talinya dan kini tali itu menegang, merupakan jembatan tali sehelai dari atas ke bawah, akan tetapi tidak terlalu menurun sehingga kalau saja tidak takut dikhianati nenek itu, akan lebih mudah bagi Hay Hay kalau dia berjalan atau berlari saja di atas tali itu. Akan tetapi kalau dia melakukan hal ini, sekali nenek itu melepaskan talinya, tubuhnya tentu akan terjatuh ke bawah sana.

"Kui .Hong, aku menyeberang lebih dulu, perhatikan!" bisiknya kepada nona itu dan dia pun berteriak ke arah guha, "Aku mulai menyeberang, Nek!"

Dan diapun memegang tali itu dengan kedua tangannya dan meloncat dari atas cabang pohon. Kini tubuhnya bergantung pada tali itu dan melihat betapa tali itu benar cukup kuat seperti yang diduganya, mulailah dia bergerak maju, menggunakan kedua tangannya merayap maju sambil bergantung.

Dengan cara demikian, andaikata nenek itu berlaku curang dan melepaskan tali, tubuhnya akan terjatuh ke bawah, akan tetapi karena dia berpegang kepada tali tentu pohon itu cukup kuat menahan tubuhnya dan dia akan selamat kembali ke pohon tadi. Hal ini dimengerti pula oleh Kui Hong dan dia semakin kagum. Pemuda itu selain lihai, juga cerdik sekali.

Nenek yang mengamati gerakan Hay Hay dari seberang, kini tertawa, nadanya mengejek.

"Orang muda, agaknya engkau tidak percaya kepadaku, maka engkau menyeberang sambil bergantungan. Hemm, kalau aku bermaksud buruk, biarpun engkau bergantungan, apa kau kira aku tidak mampu membuat engkau melepaskan tali dan terjatuh ke bawah? Ingat, kalau sekarang aku menghujankan kerikil kepadamu, bagaimana engkau akan mampu melindungi dirimu?"

"Aku akan menghindarkan seranganmu begini, nenek yang baik!"

Dan tiba-tiba saja tubuh Hay Hay yang bergantungan itu membuat gerakan berputaran seperti seorang pemain akrobat tali, atau bermain sulap. Akan tetapi gerakannya ini lebih cepat lagi sehingga lenyaplah bentuk tubuhnya berubah menjadi bayangan yang berputaran mengitari tali itu dengan amat cepatnya sehingga diam-diam nenek itu terkejut dan kagum.

Memang akan sukarlah menyerang pemuda itu karena gerakan pemuda itu amat cepatnya. Sambil berputaran, kedua tangan Hay Hay terus melangkah dan akhirnya dia tiba di mulut guha dan melompat masuk, berdiri di depan nenek itu. Dan Hay Hay terkejut bukan main melihat bahwa nenek itu tidak berdiri, melainkan duduk dan melihat keadaan dua kakinya dalam celana hitam yang terkulai lemas itu, dia dapat menduga bahwa kedua kaki nenek itu lumpuh! Dia menahan perasaannya dan tidak memperlihatkannya pada wajahnya, melainkan tersenyum ramah.

"Aku percaya bahwa engkau tidak akan mencelakakan aku, Nek, karena engkau membutuhkan bantuanku." katanya sambil tersenyum.

"Hi-hik, engkau benar, aku butuh bantuanmu karena engkau memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi, gadis itu tidak kubutuhkan bantuannya, karena itu ia lebih baik dienyahkan saja agar tidak menjadi gangguan!"

Berkata demikian, cepat bukan main, tahu-tahu nenek itu sudah memegang sebatang pedang dan karena tali penyeberang itu berada di dekatnya, Hay Hay merasa tidak sempat lagi mencegah dengan perbuatan. Maka diapun mengerahkan ilmu sihirnya dan membentak dengan suara nyaring karena dia melihat betapa Kui Hong sudah bergantungan di tali penyeberang itu seperti yang dilakukannya tadi!

"Hei, Nek, engkau memegang ular di tangan kananmu, untuk apakah?"

Pedang itu sudah diangkat, akan tetapi mendengar bentakan itu, gerakannya terhenti di tengah jalan. Pedang tidak turun menyambar ke arah tali, melainkan tertahan di atas dan nenek itu nampak terkejut dan bingung.

“Ular…?”

Dan iapun mengangkat mukanya memandang ke arah pedang di tangan kanannya dan iapun menjerit.

“Ihhh…!”

Dan pedang itupun terlepas jatuh berkerontangan di atas lantai guha. Saat itu, Hay Hay sudah meloncat dekat tali dengan sikap melindungi dan dia sudah menarik kembali ilmu sihirnya, membiarkan nenek itu memungut pedangnya sambil mengamati pedang itu dengan sikap terheran-heran.

Sementara itu, karena jarak antara pohon dan guha itu hanya tiga puluh meter, dengan “langkah” sebanyak lima puluh kaki saja dengan ke dua tangannya, Kui Hong sudah tiba di mulut guha dan melompat ke dalam dengan selamat.

Nenek itu sudah memungut kembali pedangnya dan kini ia berdiri, atau lebih tepat lagi duduk karena ia tidak mempergunakan kedua kakinya, di depan Hay Hay dan Kui Hong. Gadis inipun terkejut, karena seperti juga Hay Hay, ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa nenek itu adalah seorang yang lumpuh kedua kakinya!

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar