*

*

Ads

Jumat, 01 Juni 2018

Pendekar Mata Keranjang Jilid 186

"Aku memang suka memuji kepada apa yang memang patut dipuji, Ling Ling. Marilah kita melanjutkan perjalanan. Mudah-mudahan saja orang-orang Kui-kok-pang tadi sudah jera dan tidak akan datang mengganggumu lagi. Sebaiknya kita masuk ke kota Wei-ning lebih dulu, untuk makan siang dan membeli makanan kering untuk bekal di perjalanan.”

Ling Ling setuju dan merekapun meninggalkan tepi telaga, memasuki kota Wei-ning. Sama sekali Hay Hay tidak menyangka bahwa yang mengintai dan mengancam mereka bukanlah orang-orang Kui-kok-pang saja, melainkan segerombolan orang yang lebih lihai lagi.

Mereka adalah anak buah Lam-hai Giam-lo yang sudah bergabung dengan orang-orang Kui-kok-pang yang juga merupakan rekan mereka, dan diantara mereka itu terdapat orang-orang Pek-lian-kauw, juga Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi, dan Sim Ki Liong!

Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi merasa jerih ketika melihat bahwa pemuda yang mengalahkan orang-orang Pek-lian-kauw itu bukan lain adalah Hay Hay yang mereka tahu amat lihai itu. Maka, cepat mereka mengundang Sim Ki Liong untuk membantu mereka. Dan kini, pemuda murid Pendekar Sadis itu sudah muncul dan bersama teman-temannya, sudah melakukan pengintaian ketika Hay Hay berjalan bersama seorang gadis yang telah menghajar para anggauta Kui-kok-pang itu memasuki kota Wei-ning.

Sim Ki Liong adalah seorang pemuda yang cerdik sekali. Dari hasil penyelidikan mata-mata yang disebar oleh Lam-hai Giam-lo, dia tahu bahwa kini di daerah Wei-ning banyak berdatangan orang-orang gagah, pendekar-pendekar yang sikapnya mencurigakan. Dia sudah menduga bahwa tentang kemunculan para pendekar ini sedikit banyak ada hubungannya dengan gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, sungguhpun belum ada pendekar yag secara berterang memusuhi mereka.

Terutama sekali di kota Wei-ning, dia melihat banyak berkeliaran orang-orang yang dari sikap dan pakaian mereka yang aneh-aneh mudah diduga bahwa mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Oleh karena itu, dia tidak setuju ketika kawan-kawannya bermaksud menyerbu pemuda yang oleh Min-san Mo-ko dikatakan bernama Hay Hay dan katanya amat lihai itu. Apalagi ketika melihat betapa pemuda itu kini bergabung dengan gadis yang menurut laporan para anggauta Kui-kok-pang juga amat lihai.

"Kita tidak boleh turun tangan secara gegabah." katanya kepada Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko. "Bukan aku takut menghadapi mereka berdua. Dengan kekuatan kita sekarang, kiranya kita akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi harus diingat bahwa di Wei-ning kini terdapat banyak orang aneh yang mungkin saja tidak akan membiarkan kita bergerak. Jangan kita membangunkan macan-macan tidur hanya karena urusan kedua bocah itu. Dan bukankah bengcu kita sudah berpesan bahwa sebaiknya membujuk orang-orang pandai untuk bergabung lebih dulu sebelum turun tangan?"

"Lalu apa yang kita lakukan sekarang, Sim-kongcu?"

Sim Ki Liong memang oleh para pembantu Lam-hai Giam-lo disebut kongcu (tuan muda) atau juga tai-hiap (pendekar besar) karena pembawaannya yang halus dan berpakaian rapi seperti seorang pelajar, juga karena semua orang tahu betapa pemuda ini memiliki kepandaian yang amat tinggi.

"Kalian harap bersembunyi saja dan bersiap-siap menanti tanda dariku. Aku akan mencoba untuk menghubungi mereka secara baik-baik. Siapa tahu aku akan berhasil membujuk mereka, atau setidaknya memancing mereka agar keluar kota. Kalau sudah berada di luar kota, di tempat sepi, barulah kita boleh turun tangan terhadap mereka, kalau mereka tidak mau kubujuk untuk bekerja sama."

"Akan tetapi hati-hatilah, Kongcu. Pemuda yang bernama Hay Hay itu memiliki ilmu silat yang amat lihai." Ji Sun Bi memesan.

"Juga hati-hati terhadap ilmu sihirnya. Selain ilmu silat yang lihai, juga kekuatan sihirnya berbahaya sekali." sambung Min-san Mo-ko dan para pendeta Pek-lian-kauw yang sudah merasakan kekuatan sihir pemuda itu, mengangguk membenarkan.

"Jangan khawatir, aku mampu menjaga diri," kata Ki Liong dengan bangga terhadap diri sendiri.

Mereka lalu berpencar dan Ki Liong memasuki kota Wei-ning seorang diri, dengan gaya seorang pelajar tinggi yang sedang melancong. Memang, dilihat dari pakaian, wajah dan sikapnya, takkan ada seorangpun menyangka bahwa pemuda ini adalah tangan kanan dari pimpinan persekutuan kaum sesat. Dia lebih pantas menjadi seorang tuan muda bangsawan kaya raya dan terpelajar, atau seorang pendekar muda yang halus dan sopan gerak-geriknya.

Akan tetapi, dibalik kehalusan ini, dari sepasang matanya berkilat sinar yang membayangkan kecerdikannya ketika Ki Liong dari jarak yang cukup aman dan jauh membayangi pemuda dan gadis yang berjalan seenaknya memasuki kota Wei-ning itu.

Hay Hay dan Ling Ling sama sekali tidak mengira bahwa mereka sedang dibayangi orang dari jauh, bahkan dari jarak yang lebih jauh lagi, dalam keadaan berpencaran, lebih banyak lagi orang membayangi mereka, yaitu Min-san Mo-ko Ji Sun Bi, dan masih banyak lagi orang-orang lihai yang menjadi kaki tangan persekutuan di Pegunungan Yunan itu.






Hay Hay mengajak Ling Ling memasuki rumah makan merangkap penginapan Ban Lok dimana dia pernah makan dan masakan restoran itu cukup lezat. Mereka masuk dan ternyata rumah makan itu penuh sekali. Untung masih ada sebuah meja kosong di sudut belakang. Pelayan lalu mempersilakan mereka duduk menghadapi meja kosong itu dan Hay Hay memesan beberapa macam masakan dan nasi putih, juga anggur dan air teh.

Ki Liong yang cerdik melihat kesempatan baik sekali. Sekelebatan saja diapun sudah melihat bahwa restoran itu penuh. Memang ada beberapa buah meja dimana hanya duduk dua atau tiga orang, akan tetapi dengan sengaja, walaupun nampaknya tidak, dia berjalan diantara meja-meja itu sambil matanya mencari-cari tempat kosong. Seorang pelayan menyambutnya dan dengan sikap menyesal pelayan itu berkata,

"Maaf, Kongcu. Tempatnya penuh, kalau Kongcu suka menanti sebentar di depan…"

Pada saat itu, Ki Liong sudah tiba di dekat meja Hay Hay yang tentu saja melihat dan mendengar ucapan pelayan itu. Seperti tidak disengaja, Ki Liong menoleh dan memandang ke arah meja Hay Hay. Disitu masih terdapat dua buah bangku kosong, karena meja kecil itu biasanya diperuntukkan empat orang, berbeda dengan meja besar yang biasa dipakai delapan sampai sepuluh orang.

"Ah, perutku sudah lapar sekali. Sejak kemarin siang aku belum makan, dan sekarang tempat sudah penuh!"

Dia lalu memandang kepada Hay Hay dan Ling Ling, dengan sikap sopan sekali dia lalu melangkah maju dan bersoja sambil membungkuk kepada Hay Hay dan Ling Ling.

"Harap Ji-wi (Kalian) sudi memaafkan kalau saya mengganggu. Kalau sekiranya Ji-wi tidak keberatan, bolehkah saya menumpang di meja ini untuk makan? Kalau Ji-wi keberatan, tidak mengapalah…"

Melihat pemuda tampan berpakaian rapi yang bersikap demikian ramah dan sopan, tentu saja Hay Hay dan Ling Ling merasa suka dan merekapun cepat bangkit membalas penghormatan pemuda itu. Ling Ling lalu memandang kepada Hay Hay seolah hendak menyerahkan keputusannya kepada susioknya itu. Hay Hay tersenyum ramah.

"Ah, kita sama-sama merupakan tamu di restoran ini. Kalau Saudara suka, tentu saja boleh duduk bersama kami di meja ini. Silakan!"

"Terima kasih, terima kasih… ah, Ji-wi sungguh baik sekali, tepat seperti apa yang saya duga. Eh, Bung, tolong hidangkan nasi putih semangkok dan buatkan dua tiga macam masakan sayuran. Ingat, tidak memakai daging, ya? Saya sedang Ciak-jai (makan sayur, pantang daging). Dan air teh saja." sambungnya kepada pelayan itu yang segera mengangguk dan meninggalkan meja mereka.

Mendengar pemuda yang tampan itu tidak makan daging, Hay Hay dan Ling Ling memandang heran.

Mereka saling pandang sambil tersenyum. Begitu pandang mata Ki Liong bertemu dengan Ling Ling gadis ini segera menundukkan mukanya dan kedua pipinya menjadi agak kemerahan. Ia menemukan sesuatu pada pandang mata itu, sesuatu yang membuatnya merasa sungkan dan malu. Ia melihat betapa pandang mata pemuda itu tadi dengan lembut menuju ke arah dadanya, dan ada sesuatu pada pandang mata pemuda itu meraba-raba tubuhnya!

"Ah, agaknya Saudara tidak suka makan barang berjiwa?"

Hay Hay bertanya, iseng saja karena tidak tahu apa yang harus dikatakan terhadap orang yang menumpang di mejanya itu.

Ki Liong tersenyum.
"Tidak demikian, Saudara yang baik. Biasanya saya makan apa saja, juga daging, akan tetapi hari ini tidak karena hari ini adalah hari dan tanggal kematian Ayahku, sembilan belas tahun yang lalu."

"Ahh…"

Hay Hay diam-diam merasa kagum sekali. Ayah orang ini sudah sembilan belas tahun meninggal dunia, akan tetapi agaknya setiap tahun masih diperingati oleh pemuda ini sebagai hari berkabung sehingga dia tidak makan barang berjiwa untuk mengenang dan berkabung atas kematian ayahnya. Sungguh seorang pemuda yang berbakti! Dan memang kesan inilah yang dikehendaki oleh Ki Liong ketika dia berbohong dan berpura-pura ciak-jai untuk mengenang kematian ayahnya.

“Maaf, bukan maksudku untuk mengetahui keadaan hidupmu, Saudara. Akan tetapi hatiku tertarik sekali. Kalau begitu, agaknya engkau masih kecil sekali ketika Ayahmu meninggal dunia." Kata Hay Hay.

Ki Liong tersenyum dan mengangguk.
"Tidak apalah, Saudara. Keramahan Ji-wi yang sudah menerimaku duduk disini membuktikan bahwa Ji-wi berhati baik dan berarti bahwa kita telah saling bersahabat, bukan? Memang saya masih kecil sekali ketika Ayah saya meninggal, saya baru berusia satu tahun. Maaf, setelah Ji-wi begitu baik menerima saya di meja ini, maukah Ji-wi menerima saya sebagai kenalan? Saya bernama Sim Ki Liong, dan bolehkah saya mengenal nama Ji-wi yang terhormat?"

Inilah kesalahan Ki Liong. Dia memperkenalkan namanya tanpa ragu karena dia merasa yakin bahwa kedua orang muda di depannya itu belum pernah mendengar namanya dan tidak mengenalnya. Dia sama sekali tidak pernah mimpi bahwa Hay Hay pernah mendengar nama ini dari Kui Hong!

Maka mendengar nama "Ki Liong" diam-diam Hay Hay terkejut walaupun kemudian dia meragu karena Kui Hong memberitahu kepadanya bahwa murid Pendekar Sadis dan isterinya memiliki nama keturunan Ciang, bukan Sim! Apakah kebetulan namanya saja sama, pikirnya.

"Ah, engkau sungguh baik sekali, Saudara Sim. Ketahuilah bahwa saya Hay Hay, dan ia ini bernama Ling Ling."

Hay Hay memperkenalkan diri dan gadis itu. Biarpun dengan sikap sopan, Ki Liong tersenyum dan memandang kepada mereka bergantian.

"Maaf, walaupun nama Ji-wi itu indah sekali, akan tetapi agaknya Saudara lupa menyebutkan nama keluarga Ji-wi yang mulia."

Karena pemuda itupun sudah menyebutkan nama keluarganya, nama keluarga yang membuatnya menduga-duga apakah pemuda ini murid Pendekar Sadis yang dimaksudkan Kui Hong atau bukan, terpaksa Hay Hay memperkenalkan pula nama keluarganya.

"Nama keluarga saya Tang, dan ia ini…. eh, Ling Ling, lupa lagi, siapa nama keluargamu?"

Hay Hay berpura-pura, bermaksud untuk menyerahkan kepada Ling Ling sendiri hendak mengaku nama keluarganya ataukah tidak karena bagaimanapun juga, nama keluarga Cia sudah terkenal di dunia kang-ouw dan dapat segera menimbulkan dugaan orang bahwa ada hubungan antara gadis ini dengan keluarga Cia di Cin-ling-pai.

Ling Ling adalah seorang gadis yang lembut dan jujur, tanpa prasangka, maka biarpun sinar mata pemuda yang baru dikenalnya itu tidak menyamankan hatinya, mendengar pertanyaan Hay Hay ia memandang pemuda itu dengan heran.

"Susiok, sungguh heran sekali. Apakah Susiok sudah lupa lagi nama keluargaku? Aku she (bernama keluarga) Cia!"

"Aih, kiranya Ji-wi adalah seorang Susiok dan murid keponakannya? Kalau begitu, Ji-wi adalah dua orang pendekar!" Ki Liong berseru.

Hay Hay tersenyum.
"Kami adalah orang-orang biasa, dan maaf, saya tadi lupa nama keluarganya karena biarpun kami masih paman dan keponakan, namun baru pagi tadi kami saling bertemu." Hay Hay tertawa, tidak khawatir lagi karena Ling Ling sudah berterus terang. "Akan tetapi jangan mengira bahwa kami adalah pendekar!" Kemudian disambungnya, seperti sambil lalu saja, "Saudara Sim menyangka kami pendekar, apakah Saudara sendiri juga seorang ahli silat yang lihai?"

Ki Liong tertawa dan nampak wajahnya semakin tampan menarik ketika dia tertawa, dan sepasang matanya yang jernih dan tajam itu menyambar ke arah Ling Ling. Kembali gadis ini merasa betapa sinar mata itu memandang kepadanya tidak sewajarnya, maka iapun cepat menundukkan pandang matanya.

"Ha-ha, saya ingin berterus terang saja. Memang pernah saya mempelajari ilmu silat, akan tetapi hanya iseng-iseng saja dan sama sekali tidak dapat dikata bahwa saya lihai."

Pendekar Mata Keranjang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar